Ingin merubah tampilan GOOGLE kamu mudah kok, klik aja .http://www.007google.com/ create.asp
stai bangko
Selasa, 24 Juli 2012
Selasa, 17 Juli 2012
MAKALAH
HADIST AHKAM II
Judul
Tafsir Ayat Al baqarah 62
Dosen
Pengampu : Drs. Abdul Kadir
Di
susun oleh
MUJIMAN
NIM 013
Sekolah
Tinggi Agama Islam ( S T A I )
Syekh
Maulana Qori (SMQ) BANGKO
T. A 2012
Tafsir
surat Al Baqarah ayat 62
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä
úïÏ%©!$#ur
(#rß$yd 3t»|Á¨Z9$#ur
úüÏ«Î7»¢Á9$#ur
ô`tB z`tB#uä «!$$Î/
ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$#
@ÏJtãur $[sÎ=»|¹
öNßgn=sù öNèdãô_r& yYÏã
óOÎgÎn/u
wur ì$öqyz
öNÍkön=tæ wur
öNèd cqçRtøts ÇÏËÈ
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin[56], siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah[57], hari kemudian dan beramal saleh[58], mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
[56] Shabiin ialah orang-orang yang
mengikuti syari'at nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah
bintang atau dewa-dewa.
[57] Orang-orang mukmin begitu pula
orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang beriman kepada Allah Termasuk iman
kepada Muhammad s.a.w., percaya kepada hari akhirat dan mengerjakan amalan yang
saleh, mereka mendapat pahala dari Allah.
[58] Ialah perbuatan yang baik yang diperintahkan oleh agama
Islam, baik yang berhubungan dengan agama atau tidak.
Di dalam ayat ini terdapatlah nama
dari empat golongan:
- Orang
yang beriman.
- Orang-orang
yang jadi Yahudi.
- Orang-orang
Nasrani.
- Orang-orang
Shabi'in.
Asbabulnuzul ayat
Al-Hâfizh Ibnu Katsîr mengeluarkan
dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîmnya (Jilid. 1, Juz. 1, halaman: 284) dengan
menisbahkan kepada al-Hâfizh Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibn Abî
Hâtimnya:
قَالَ ابْنُ أَبِيْ حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِيْ، قَالَ:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِيْ عُمَرَ الْعَدَنِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ
ابْنِ أَبِيْ نَجِِيْحٍ، عَنْ مُجَاهِدِ، قَالَ: قَالَ
سَلْمَانُ الْفَارِسِيِّ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ أَهْلِ دِّيْنِ كُنْتُ مَعَهُمْ، فَذَكَرْتُ مِنْ صَلاَتِهِمْ
وَعِبَادَتِهِمْ، فَنَزَلَتْ: (إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ
هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ.......).
“Ibnu Abî Hâtim berkata: “Telah
bercerita kepada kami (kepada Ibnu Abî Hâtim) ayahku (ayahnya Ibnu Abî Hâtim),
dia (ayahnya Ibnu Abî Hâtim) berkata: “Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî telah bercerita kepada kami (kepada ayahnya Ibnu Abî
Hâtim), dia (Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) berkata: “Sufyân telah bercerita kepada
kami (kepada Ibnu Abî ‘Umar al-‘Adanî) dari Ibnu Abî Najîh dari Mujâhid, dia (Mujâhid)
berkata: “Salmân al-Fârisy berkata: “Saya (Salmân) pernah bertanya kepada
Nabi SAW. tentang pemeluk agama yang pernah saya (Salmân) anut, dan saya
(Salmân) pun menerangkan cara Shalat dan Ibadah mereka”. Maka turunlah Ayat
(Surat al-Baqarah, Ayat: 62):
Golongan pertama, yang disebut
orang-orang yang telah beriman, ialah orang-orang yang telah terlebih dahulu
menyatakan percaya kepada segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w
yaitu mereka-mereka yang telah berjuang karena imannya, berdiri rapat di
sekelilling Rasul s. a.w sama-sama menegakkan ajaran agama seketika beliau
hidup. Di dalam ayat ini mereka dimasukkan dalam kedudukan yang pertama dan
utama.
Yang kedua ialah
orang-orang yang jadi Yahudi, atau pemeluk agama Yahudi. Sebagaimana kita
ketahui, nama Yahudi itu dibangsakan atau diambil dari nama Yahuda, yaitu anak
tertua atau anak tertua dari Nabi Ya'qub a. s. . Oleh sebab itu merekapun
disebut juga Bani Israil. Dengan jalan demikian, maka nama agama Yahudi lebih
merupakan agama "keluarga" daripada agama untuk manusia pada umumnya.
Yang ketiga, yaitu Nashara, dan lebih banyak lagi disebut Nasrani. Dibangsakan kepada desa tempat Nabi Isa al-Masih dilahirkan, yaitu Desa Nazaret (dalam bahasa Tbrani) atau Nashirah (dalam bahasa Arab). Menurut riwayat Ibnu Jarir, Qatadah berpendapat bahwa Nasrani itu memang diambil dari nama Desa Nashirah.
Ibnu Abbas pun menafsirkan demikian.
Yang ketiga, yaitu Nashara, dan lebih banyak lagi disebut Nasrani. Dibangsakan kepada desa tempat Nabi Isa al-Masih dilahirkan, yaitu Desa Nazaret (dalam bahasa Tbrani) atau Nashirah (dalam bahasa Arab). Menurut riwayat Ibnu Jarir, Qatadah berpendapat bahwa Nasrani itu memang diambil dari nama Desa Nashirah.
Ibnu Abbas pun menafsirkan demikian.
Yang keempat Shabi'in; kalau
menurut asal arti kata maknanya, ialah orang yang keluar dari agamanya yang
asal, dan masuk ke dalam agama lain, sama juga dengan arti asalnya ialah
murtad. Sebab itu ketika Nabi Muhammad mencela-cela agama nenek-moyangnya yang
menyembah berhala , lalu menegakkan paham Tauhid, oleh orang Quraisy , Nabi
Muhammad s.a.w itu dituduh telah shabi' dari agama nenek-moyangnya.
Menurut riwayat ahli-ahli tafsir,
golongan Shabi'in itu memanglah satu golongan dari orang-orang yang pada
mulanya memeluk agama Nasrani, lalu mendirikan agama sendiri. Menurut
penyelidikan, mereka masih berpegang teguh pada cinta-kasih ajaran al-Masih,
tetapi disamping merekapun mulai menyembah Malaikat. Kata setengah orang pula,
mereka percaya akan pengaruh bintang bintang. Ini menunjukan pula bahwa agama
menyembah bintang bintang pusaka Yunani mempengaruhi pula perkembangan
Shabi'in ini.
Di jaman
sekarang penganut Shabi'in masih terdapat sisa-sisanya di negeri Irak. Mereka
menjadi warga negara yang baik dalam Republik Irak.
Di dalam ayat ini dikumpulkanlah keempat golongan ini menjadi satu. Bahwa mereka semuanya tidak merasai ketakutan dan duka-cita asal saja mereka sudi beriman kepada Allah dan Hari Akhirat golongan itu diikuti oleh amal yang shalih. Dan keempat-empat lalu iman kepada Allah dan Hari Akhirat itu akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka.
Di dalam ayat ini dikumpulkanlah keempat golongan ini menjadi satu. Bahwa mereka semuanya tidak merasai ketakutan dan duka-cita asal saja mereka sudi beriman kepada Allah dan Hari Akhirat golongan itu diikuti oleh amal yang shalih. Dan keempat-empat lalu iman kepada Allah dan Hari Akhirat itu akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka.
Ayat ini
adalah suatu tuntunan bagi menegakkan jiwa, untuk seluruh orang yang percaya
kepada Allah. Baik dia bernama mukmin, atau muslim pemeluk Agama Islam, yang
telah mengakui kerasulan Muhammad s.a.w atau orang Yahudi, Nasrani dan
Shabi'in. Disini kita bertemu syarat yang mutlak.
Syarat pertama iman kepada Allah dan Hari Pembalasan, sebagai inti ajaran dari sekalian agama. Syarat pertama itu belum cukup kalau belum dipenuhi dengan syarat yang kedua, yaitu beramal yang shalih, atau berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik, yang berfaedah dan bermanfaat baik untuk diri sendiri ataupun untuk masyarakat. Mafhum atau sebaliknya dari yang tertulis adalah demikian : "Meskipun dia telah mengakui beriman kepada Allah (golongan pertama), mengaku beriman mulutnya kepada Nabi Muhammad, maka kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amalnya yang shalih, tidak ada pekerjaannya yang utama, tidaklah akan diberikan ganjaran oleh Tuhan."
Syarat pertama iman kepada Allah dan Hari Pembalasan, sebagai inti ajaran dari sekalian agama. Syarat pertama itu belum cukup kalau belum dipenuhi dengan syarat yang kedua, yaitu beramal yang shalih, atau berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik, yang berfaedah dan bermanfaat baik untuk diri sendiri ataupun untuk masyarakat. Mafhum atau sebaliknya dari yang tertulis adalah demikian : "Meskipun dia telah mengakui beriman kepada Allah (golongan pertama), mengaku beriman mulutnya kepada Nabi Muhammad, maka kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amalnya yang shalih, tidak ada pekerjaannya yang utama, tidaklah akan diberikan ganjaran oleh Tuhan."
Demikian
juga orang Yahudi, walaupun mulutnya telah mengakui dirinya Yahudi, penganut
ajaran Taurat, padahal tidak diikutinya dengan syarat pertama iman
sungguh-sungguh kepada Allah dan Hari Akhirat, dan tidak dibuktikannya dengan
amal yang shalih, perbuatan yang baik, berfaedah dan bermanfaat bagi
peri-kemanusiaan, tidaklah dia akan mendapat ganjaran dari Tuhan.
Begitu juga orang Nasrani dan Shabi'in. hendaklah pengakuan bahwa diri orang nasrani atau Shabiin itu dijadikan kenyataan dalam perbuatan yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhirat ! Inilah pokok pertama, sehingga pengakuan beriman yang pertama bagi orang Islam, pengakuan Yahudi bagi orang Yahudi, pengakuan Nasrani bagi orang Nasrani, pengakuan Shabi'in bagi pemeluk Shabi'in, belumlah sama sekali berarti apa-apa sebelum dijadikan kesadaran dan kenyakinan dan diikuti dengan amal yang shalih.
Beriman kepada Allah niscaya menyebabkan iman pula kepada segala wahyu yang diturunkan Allah kepada RasulNya; tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang diturunkan.
Di dalam sejarah Rasul s.a.w berjumpalah hal ini. Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan sahabat-sahabat yang utama, telah lebih dahulu menyatakan iman.
Begitu juga orang Nasrani dan Shabi'in. hendaklah pengakuan bahwa diri orang nasrani atau Shabiin itu dijadikan kenyataan dalam perbuatan yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhirat ! Inilah pokok pertama, sehingga pengakuan beriman yang pertama bagi orang Islam, pengakuan Yahudi bagi orang Yahudi, pengakuan Nasrani bagi orang Nasrani, pengakuan Shabi'in bagi pemeluk Shabi'in, belumlah sama sekali berarti apa-apa sebelum dijadikan kesadaran dan kenyakinan dan diikuti dengan amal yang shalih.
Beriman kepada Allah niscaya menyebabkan iman pula kepada segala wahyu yang diturunkan Allah kepada RasulNya; tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang diturunkan.
Di dalam sejarah Rasul s.a.w berjumpalah hal ini. Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan sahabat-sahabat yang utama, telah lebih dahulu menyatakan iman.
Kemudian
baik seketika masih di Mekkah atau setelah berpindah ke Madinah, menyatakan
iman pula beberapa orang Yahudi, sebagai Abdullah bin Salam, Ubai bin Ka'ab dan
lain-lain. Orang-orang Nasranipun menyatakan pula iman kepada Allah dan Hari
Akhirat yang diikuti dengan amal yang shalih, seumpama Tamim ad-Dari, Adi bin
Hatim atau Kaisar Habsyi (Negus) sendiri dan beberapa lagi yang lain. Cuma yang
tidak terdengar riwayatnya ialah orang Shabi'in.
Salman
al-Farisipun berpindah dari agama Majusi, lalu memeluk Nasrani dan kernudian
menyatakan iman kepada Allah dan Hari Akhirat dan mengikutinya dengan amal yang
shalih. Maka semua orang-orang yang telah menyatakan iman dan mengikuti dengan
bukti ini, hilanglah dari mereka rasa takut, cemas dan dukacita.
Apa sebab ?
Apa sebab ?
Apabila
orang telah berkumpul dalam suasana iman, dengan sendirinya sengketa akan
hilang dan kebenaran akan dapat dicapai. Yang menimbulkan cemas dan takut di
dalam dunia ini ialah apabila pengakuan hanya dalam mulut, aku mukmin, aku
Yahudi, aku Nasrani, aku Shabi'in, tetapi tidak pernah diamalkan.
Maka
terjadilah perkelahian karena agama telah menjadi golongan, bukan lagi dakwah
kebenaran. Yang betul hanya aku saja, orang lain salah belaka. Orang tadinya
mengharap agama akan membawa ketentraman bagi jiwa, namun kenyataannya hanyalah
membawa onar dan peperangan, kerena masing-masing pemeluk agama itu tidak ada
yang beramal dengan amalan yang baik, hanya amal mau menang sendiri.
Pelajaran
yang dapat di ambil
Kesan
pertama yang dibawa oleh ayat ini ialah perdamaian dan hidup berdampingan
secara damai di antara pemeluk sekalian agama dalam dunia ini. Janganlah hanya
semata-mata mengaku Islam, Yahudi atau Nasrani atau Shabi'in, pengakuan yang
hanya di lidah dan karena keturunan. Lalu marah kepada orang kalau dituduh
kafir, padahal Iman kepada Allah dan Hari Akhirat tidak dipupuk, dan amal
shalih yang berfaedah tidak dikerjakan.
Kalau
pemeluk sekalian agama telah bertindak zahir dan batin di dalam kehidupan
menurut syarat-syarat itu tidaklah akan ada silang sengketa di dunia ini
tersebab agama. Tidak akan ada fanatik buta, sikap benci dan dendam kepada
pemeluk agama yang lain.
Nabi
Muhammad sendiri meninggalkan contoh teladan yang amat baik dalam pergaulan
antara agama. Beliau bertetangga dengan orang Yahudi, lalu beliau
beramal-shalih terhadap mereka. Pernah beliau menyembelih binatang ternaknya,
lalu disuruhnya lekas-lekas antarkan sebagian daging sembelihannya itu ke rumah
tetangganya orang Yahudi.
Seketika
datang utusan Najran Nasrani menghadap beliau ke Madinah, seketika
utusan-utusan itu hendak menghadap di waktu yang ditentukan, semuanya memakai
pakaian-pakaian kebesaran agama mereka sebagaimana yang kita lihat pada
pendeta-pendeta Katholik sekarang ini , sehingga mereka terlalu terikat dengan
protokol-protokol yang memberatkan dan kurang bebas berkata-kata, lalu beliau
suruh tanggalkan saja pakaian itu dan mari bercakap lebih bebas. Yahudi dan
Nasrani itu beliau ucapkan dengan kata hormat:"Ya Ahlal Kitab " :
Wahai orang-orang yang telah menerima Kitab-kitab Suci.
Dalam
kehidupan kita di jaman modern pun begitu pula. Timbul rasa cemas di dalam
hidup apabila telah ada di antara pemeluk agama yang fanatik. Yang
kadang-kadang saking fanatiknya, maka imannya bertukar dengan cemburu:
"Orang yang tidak seagama dengan kita, adalah musuh kita. "Dan ada
lagi yang bersikap agresif., menyerang, menghina, dan menyiarkan propaganda
agama mereka dan kepercayaan yang tidak sesuai ke dalam daerah negeri yang
telah memeluk suatu agama.
Ayat ini
sudah jelas menganjurkan persatuan agama, jangan agama dipertahankan sebagai
suatu golongan, melainkan hendaklah selalu menyiapkan jiwa mencari dengan otak
dingin, manakala dia hakikat kebenaran. Iman kepada Allah dan Hari Akhirat,
diikuti oleh amal yang shalih.
Kita tidak
akan bertemu suatu ayat yang begini penuh dengan toleransi dan lapang dada,
hanyalah dalam al-Qur'an ! Suatu hal yang amat perlu dalam dunia modern. Kalau
nafsu loba manusia di jaman modern telah menyebabkan timbul perang-perang besar
dan senjatasenjata pemusnah, maka kaum agama hendaklah mencipta perdamaian
dengan mencari dasar kepercayaan kepada Allah dan Hari Akhirat, serta
membuktikannya dengan amal yang shalih. Bukan amal merusak.
Nabi s.a.w menegaskan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim daripada Abu Musa al-Asy'ari:
Nabi s.a.w menegaskan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim daripada Abu Musa al-Asy'ari:
"Berkata Rasullah s.a.w. : Demi
Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal
aku ini seseorangpun dari umat sekarang ini. Yahudi, dan tidak pula Nasrani,
kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam
neraka. "
Dengan
Hadits ini jelaslah bahwa kedatangan Nabi Muhammad s.a.w sebagai penutup
sekalian Nabi (Khatamul-Anbiyaa) membawa al-Qur'an sebagai penutup sekalian
wahyu, bahwa kesatuan umat manusia dengan kesatuan ajaran Allah digenap dan
disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari Yahudi dan
tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum selesai.
Maka orang
yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan Nabi dan
Rasul penutup itu dan tidak pula menolak wahyu yang dia bawa. Yahudi dan
Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan Muhammad
apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima.
MAKALAH
HADIST AHKAM II
Judul
Tafsir Ayat Al Ahzhab Ayat 33 Tentang Jilbab
Dosen
Pengampu : Drs. Abdul Kadir
Di
susun oleh
Ahmad Masyudi S.
AS.III.2011.035
Sekolah
Tinggi Agama Islam ( S T A I )
Syekh
Maulana Qori (SMQ) BANGKO
T. A 2012
Tafsir ayat (QS. al Ahzab[33];59)
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÒÈ
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1232] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang
yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
Jilbab adalah pakaian luas semacam baju kurung yang menutupi
seluruh tubuh dari leher, dada,tangan sampai kaki dan kerudung
untuk menutup kepala, leher sampai dengan dada.
Jilbab merupakan pakaian wanita pada kehidupan umum/keluar
rumah: pasar, jalan dsb. Jilbab merupakan pakaian longgar yang menutupi pakaian
keseharian wanita di rumah. Hal ini bisa difahami dari hadits Ummu ‘Athiyah ra.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا[5]
Artinya: Dari Ummu Athiyah berkata: Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari Fithri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil baligh, Wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meningggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslim . Aku bertanya, “Wahai Rasulullah salah seorang diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” rasulullah saw menjawab: Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya (HR Muslim).
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا[5]
Artinya: Dari Ummu Athiyah berkata: Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari Fithri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil baligh, Wanita-wanita yang sedang haid maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meningggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslim . Aku bertanya, “Wahai Rasulullah salah seorang diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” rasulullah saw menjawab: Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya (HR Muslim).
Asbabul nuzul ayat
Berbagai bukti menunjukkan bahwa jilbab bukan adat
kebiasaan/budaya orang arab adalah pertama, asbabun nuzul Surat An Nur ayat 31.
Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma, sering dikunjungi
wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang, sehinggga
kelihatan gelang-gelang kakinya, dada dan sanggul. Selanjutnya Asma, berkata
“Alangkah buruknya pemandangan ini, maka turunlah ayat ini (surat AnNur[24];31)
sampai auratinnisa‘berkenaan dengan
peristiwa tersebut yang memerintahkan kaum mu’minat menutup aurat (diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil yang bersumber dari Jabir bin Abdillah)[6]
Dari asbabun nuzul surat An Nur ayat 31 tersebut jelas
sekali bahwa dikatakan gelang-gelang kaki, dada, sanggul perempuan arab saat itu
terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa saat itu dia belum memakai jilbab. Jika
rambut, dada dan kaki tidak dikatakan sebagai aurat tentu saja tidak perlu lagi
perintah menutup aurat.
Kedua, asbabun Nusul Surat Al Ahzab[33] ayat 59. Diriwayatkan
bahwa isteri-isteri Rasulullah pernah keluar malam untuk qadla hajat
buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin menganggu mereka dan menyakiti. Hal
ini diadukan kepada Rasulullah Saw, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin.
Mereka menjawab: “kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunlah ayat (surat Al
Ahzab[33];59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari
hamba sahaya.[7](diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam at Thabaqat yang
bersumber dari Abi malik. Diriwayatkan pula Ibnu Sa’d yang bersumber dari Hasan
dan Muhammad bin Ka’b al Quradli)
Dari bukti-bukti tersebut diatas, jelas bahwa orang yang
mengatakan: jilbab adalah produk budaya Arab atau adat kebiasaan/budaya orang
Arab adalah tidak benar. Argumen itu hanyalah dalih untuk menolak hukum
syari’ah yaitu perintah wajib berjilbab bagi muslimah. Kewajiban berjilbab bagi
muslimah berdasar pada surat An Nur[24];31, Al-ahzab[33];59 dan hadits
Rasulullah Saw bukan yang lain.
Di dalam al Qur,an terpadat pada surat An Nur ayat 31 dan Al
Ahzab ayat 59. Terdapat qarinah yang jelas dalam kedua surat tersebut bahwa
menutup aurat bagi wanita hukumnya wajib. Hanya saja tidak disebutkan
batasannya didalam Al Qur’an. Akan tetapi di dalam hadits diperinci secara
jelas batasan aurat wanita, pakaian yang bagaimana yang bisa menutup aurat dan
apa yang disebut jilbab serta kapan harus memakai jilbab.
Adapun perbedaan ulama’ tidak mengenai perintah wajibnya
karena para ulama’ madzhab sepakat tentang hal itu. Hanya saja mereka berbeda
mengenai batasan aurat dan perbedaannya pada hal yang masih bisa
ditolelir: masalah ijtihadi (Dalil dzonni dilalah: suatu dalil yang
mempunyai makna lebih dari satu). Perbedaan tersebut bersumber dari penafsiran الا
ما ظهر منها (kecuali yang biasa nampak) dalam surat An Nur ayat 31.
Jumhur ulama’ tidak berbeda mengenai status hukumnya, bahwa
hukum menutup aurat adalah wajib. Hanya saja mereka berbeda mengenai batasan
aurat. Sebagian berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan yang lain berpendapat seluruh tubuh
wanita adalah aurat.
Menurut jumhur ulama’ bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh
kecuali muka dan telapak tangan baik di dalam shalat maupun di luar shalat.
Muka dan telapak tangan termasuk punggung tangan bukan aurat Hal ini
berdasarkan: Sabda Rasulullah Saw :
“Tidak dibenarkan bagi
seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan
kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari
tangannya)” (HR ath Thabari).
Dalam riwayat yang lain dikatakan menampakkan kedua tangannya
(Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu
membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Juga terdapat pada hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari
Ibnu Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: Wanita adalah aurat (HR Ibnu Hibban).
Dan hadits
‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan). (HR Abu Dawud)
Kaki termasuk aurat. Hal ini berdasarkan hadits shahih riwayat Nasa’i dan Tirmidzi.
“Dan dari Ibnu Umar ia berkata Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat . Lalu Ummu Salamah bertanya: Lalu bagaimana perempuan harus berbuat terhadap ekor pakaiannya? Nabi menjawab: Turunkanlah sejengkal. Ummu Salamah berkata;: kalau demikian masih terlihat kaki- kaki mereka . Hendaklah mereka menurunkannya sehasta, jangan mereka melebihkan dari itu” (HR Nasa’i dan Tirmidzi, dan Tirmidzi mengesahkannya).
Dan riwayat yang lain:
Sesungguhnya isteri-isteri
Nabi Saw . Lalu Nabi Saw menjawab: Turunkanlah ia sejengkal. Kemudian mereka
menjawab: kalau sejengkal tidak dapat menutup aurat. Lalu Nabi menjawab:
panjangkanlah ekor kainnya itu sehasta (HR Ahmad)
Menutup Aurat & Jilbab dalam Pandangan Islam: Wajib
Kalau kita memperhatikan sebelum Alloh memerintahkan menutup
aurat yang terdapat dalam surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab 59, terlebih
dahulu Allah memerintahkan menahan pandangan (ghadldlul al Bashar) dalam surat
An Nur [24] ayat 30. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara menutup aurat
dengan menundukkan pandangan[11]. Surat an Nur ayat 30:
Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat[12].
Ayat tersebut memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap aurat perempuan yaitu selain muka dan telapak tangan. Karena melihat selain muka dan telapak tangan hukumnya haram. Termasuk rambut, leher, kaki, dada, dsb. Bukhari meriwayatkan hadits berkenaan dengan surat An Nur ayat 31 :
وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي الْحَسَنِ لِلْحَسَنِ إِنَّ نِسَاءَ الْعَجَمِ يَكْشِفْنَ صُدُورَهُنَّ وَرُءُوسَهُنَّ قَالَ اصْرِفْ بَصَرَكَ عَنْهُنَّ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ وَقَالَ قَتَادَةُ عَمَّا لَا يَحِلُّ لَهُمْ[13].
Artinya: Dan Sa’id nin Abi Hasan berkata kepada Hasan;”Sesungguhnya para wanita non ‘Arab selalu menyingkapkan dada dan rambut mereka”.Mendengar itu Hasan berkata: Palingkan pandanganmu”-Firman Allah: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya dan Qatadah berkata tentang hal itu (aurat wanita) tidak gala bagimu(HR. Bukhari)
Ayat tersebut memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap aurat perempuan yaitu selain muka dan telapak tangan. Karena melihat selain muka dan telapak tangan hukumnya haram. Termasuk rambut, leher, kaki, dada, dsb. Bukhari meriwayatkan hadits berkenaan dengan surat An Nur ayat 31 :
وَقَالَ سَعِيدُ بْنُ أَبِي الْحَسَنِ لِلْحَسَنِ إِنَّ نِسَاءَ الْعَجَمِ يَكْشِفْنَ صُدُورَهُنَّ وَرُءُوسَهُنَّ قَالَ اصْرِفْ بَصَرَكَ عَنْهُنَّ قَوْلُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ وَقَالَ قَتَادَةُ عَمَّا لَا يَحِلُّ لَهُمْ[13].
Artinya: Dan Sa’id nin Abi Hasan berkata kepada Hasan;”Sesungguhnya para wanita non ‘Arab selalu menyingkapkan dada dan rambut mereka”.Mendengar itu Hasan berkata: Palingkan pandanganmu”-Firman Allah: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya dan Qatadah berkata tentang hal itu (aurat wanita) tidak gala bagimu(HR. Bukhari)
Selanjutkan dalam surat An Nur ayat 31 Allah menjelaskan juga
batasan aurat yang boleh dilihat yaitu selain muka dan telapak tangan. Dengan demikian haram melihat aurat wanita
.Dan boleh melihat selain aurat yaitu muka dan telapak tangan. Surat An
Nur ayat 31
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Untuk menunjukkan bahwa tuntutan menutup aurat dalam surat an
Nur ayat 31 dan al Ahzab 59 merupakan hukum wajib perlu, ada qarinah yang jazim (indikasi yang pasti) sebagai berikut:
Pertama, adanya pujian bagi orang yang melaksanakan perintah menutup
aurat akhir dari ayat tersebut لعلكم تفلحون(supaya kamu beruntung) pada
akhir Surat An Nur ayat 31 menunjukkan bahwa menutup aurat merupakan kewajiban.
Dan adanya perintah untuk bertaubat: وتو ب الى الله ( maka bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah) pada akhir surat al Ahzab ayat 59. Hal ini
menunjukan bahwa membuka aurat hukumnya haram dan berdosa. Karena jika
anjuran tentu Allah tidak memerintahkan bertaubat.
Kedua, adanya dzam (celaan) bagi orang
yang membuka aurat menunjukkan bahwa mentup aurat merupakan kewajiban.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Ahmad dan Muslim[15]. “Dan
dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah:
Ada dua macam golongan dari
ahli neraka yang tidak kuketahuinya lagi sesudah itu, yaitu perempuan-perempuan
yang berpakaian tetapi telanjang yang berpaling dan memalingkan, diatas kepala
mereka ada(sanggul sebesar kelasa onta yang bergoyang-goyang, mereka itu tidak
dapat melihat surga dan tidak dapat mencium bauhnya. Dan laki-laki yang
selalu membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu dipukulnyalah
manusia (HR Ahmad dan Muslim)
Ketiga, Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak dibenarkan bagi
seorang wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan
kedua tangannya kecuali sampai di sini (nabi kemudian memegang setengah dari
tangannya)” (HR ath Thabari).
Dalam riwayat yang lain dikatakan:
menampakkan kedua tangannya
(Rasulullah Saw lantas menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu
membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain.
Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan
telapak tangan juga berdasarkan hadits shaheh riwayat Ibnu Hibban. Dari Ibnu
Mas’ud ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Artinya: "Wanita adalah aurat” ( HR Ibnu Hibban).
Dan hadits
‘Sesungguhnya anak perempuan apabila telah haidh tidak dibenarkan terlihat darinya kecuali wajah dan tangannya sampai persendian (pergelangan tangan)." (HR Abu Dawud)
Rasulullah Saw. Bersabda: ”Tidak dibenarkan bagi seorang
wanita yang percaya kepada Allah dan hari kemudian untuk menampakkan kedua
tangannya kecuali sampai di sini”. Hadis tersebut
menunjukkan tuntutan meningggalkan (ath thalabu at tarki)/ larangan
bagi wanita untuk menampakkan aurat. Dan larangan ini kedudukan hukumnya
bukan makruh, akan tetapi haram karena ada qorinah yang pasti
berupa tuntutan untuk meninggalkan disertai dengan kata iman yaitu:
percaya kepada Allah dan hari kemudian. Karenanya wanita diharamkan menampakkan
aurat. Tentu saja hal ini menunjukkan wajibnya wanita menutup aurat.
Langganan:
Postingan (Atom)