ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila kita sekarang sampai pada pembicaraan mengenai asas hukum, maka pada saat itu kita membicarakan unsur penting dari peraturan hukum. Barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan “jantungnya” peraturan hukum.
Ini berarti, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya
bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas
hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau
merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis
kekuatannya dengan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya.
Menurut van Elkema Hommes, asas hukum itu tidak boleh dianggap
sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar
umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis
perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, asas hukum
ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
BAB II
PEMBAHASAN
ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
A.
RUANG
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Penerapan hukum pidana atau suatu
perundang-undangan pidana berkaitan denganwaktu dan tempat perbuatan
dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan
hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana
sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan
yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak
dapat dipidana.
Asas Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia lege
poenali)
Terdapat
dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Tidak
dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu
aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
asas
ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom
psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium nullum
delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga
prinsip dasar :
1. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
2. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan
pidana)
3. Nullum crimen sine poena
legali (tiada
perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada).
B.
RUANG
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT
Teori tetang ruang lingkup
berlakunya hukum pidana nasional menurut tempat terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi
hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua)
pendapat yaitu :
1.
Perundang-undangan
hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi diwilayah Negara,
baik dilakuakan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas
territorial).
2.
Perundang-undangan
hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga
Negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah
Negara. Pandangan ini disebut menganut asas personalatau prinsip
nasional aktif.
Dalam
hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat :
1.
Asas
Teritorial.
Asas
ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan :
Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia.
Perluasan
dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :
Ketentuan
pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia
melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
2. Asas Personal (nasional aktif).
Pasal
5 KUHP menyatakan :
(1).
Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga
Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut
dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan
451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut
perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
(2). Penuntutan perkara
sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi
warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
Sekalipun
rumusan Pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara Indonesia
yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas
personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi
kepentingan nasional (asas nasional pasif)
karena
Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial
wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap
penting sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional.
3.
Asas Perlindungan (nasional pasif)
Dikatakan melindungi kepentingan
nasional karena Pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan pidana
Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan
perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :
1. Kejahatan terhadap keamanan Negara
dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan Presiden Republik Indonesia dan
Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1).
2. Kejahatan mengenai pemalsuan mata
uang atau uang kertas Indonesia atau segel / materai dan merek yang digunakan
oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2).
3. Kejahatan mengenai pemalsuan
surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan oleh
Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3).
4. Kejahatan mengenai pembajakan kapal
laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4).
4.
Asas Universal.
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP
dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas
melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah dilandasi
pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum
sedunia (hukum internasional).
Menurut
Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1. Kepala Negara beserta keluarga dari
Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu
Negara tidak berlaku bagi mereka.
2. Duta besar Negara asing beserta
keluarganya mereka juga mempunyai hak eksteritorial.
3. Anak buah kapal perang asing yang
berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum
internasional kapal peran adalah teritoir Negara yang mempunyainya.
4. Tentara Negara asing yang ada di
dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara itu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penerapan hukum pidana atau suatu
perundang-undangan pidana berkaitan denganwaktu dan tempat perbuatan
dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut
penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan
perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum
diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak
dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
Dalam
hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat
Ø Azas
territorial
Ø Asas
Personal (nasional aktif).
Ø Azas
perlindungan (nasional pasif)
Ø Azas
universal
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum
wr.wb.
Puji syukur patut kita
ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang
dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul
“ Azas-azas Berlakunya Hukum Pidana
” ini dapat kami selesaikan tepat pada
tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Dalam menyingkapi permasalahan yang
terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu
sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya
harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya
agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
Selanjutnya ucapan terima kasih
kepada bapak dosen pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
kami, dan juga kepada rekan mahasiswa yang memberi dukungan dan motivasi dalam
rangka utuk menyelesaikan makalah kami.
Bangko 8 Juli
2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
...........................................................................................i
Daftar Isi .....................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang………………………..………………….……..........….….1
BAB II
pembahasan
A. Ruang berlakunya hokum pidana menurut waktu…………………………………………………………4
B.
Ruang berlakunya
hokum pidana menurut tempat ………………………………………………………………..5
C.
Azas azas hokum
pidana………………………..………….7
BAB III Penutup
........................................................................................8
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka...............................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar