Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Delik Penganiayaan
Menurut Hukum Pidana Positif
Sebelum membahas mengenai pengertian penganiayaan, penyusun
terlebih dahulu akan mengemukakan apa yang dimaksud dengan delik. Dalam kamus
hukum delik diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum. Dalam
hukum pidana Belanda selain memakai istilah strafbaar feit kadang juga
menggunakan kata delict yang berasal dari bahasa latin delictum. Dan secara
umum oleh pakar hukum pidana disetujui penggunaan strafbaar feit. Prof. Simon
mendefinisikan strafbaar feit dengan suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh orang-orang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya . Dan oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagi perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. Utrecht memandang
rumusan yang dikemukakan oleh Simon itu merupakan rumusan yang lengkap. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur strafbaar feit meliputi:
a.
suatu perbuatan
b.
perbuatan itu diarang dan diancam dengan hukuman
c.
perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan
Oleh karena KUHP bersumber pada W.v.S Belanda, maka istilah
yang digunakan pun sama yaitu strafbaar feit. Namun dalam menterjemahkan
istilah strafbaar feit ke dalam bahasa Indonesia terdapat perbedaan.
Sebagaimana yang dikutip oleh Andi Hamzah, Moeljatno dan Roeslan Saleh
menggunakan istilah perbuatan pidana meski tidak untuk menterjemahkan strafbaar
feit. Sedangkan Utrecht menyalin istiah strafbaar feit menjadi peristiwa
pidana, di mana beliau menterjemahkan secara harfiah menjadi peristiwa pidana.
Meskipun terdapat banyak perbedaan pengistilahan, namun yang jelas semua
bersumber pada strafbaar feit. Dan mengenai penggunaan istilah tersebut
A.Z.Abidin sependapat bahwa lebih baik digunakan istilah padanannya saja yang
banyak digunakan yaitu delik.
Delik penganiayaan dalam tatanan hukum termasuk suatu
kejahatan, yaitu suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi oleh undang-undang.
Pada KUHP hal ini disebut dengan “penganiayaan”, tetapi KUHP sendiri tidak
memuat arti penganiayaan tersebut. penganiayaan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, dimuat artinya sebagai : “perlakuan yang sewenang-wenang...” .
Pengertian yang dimuat Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut
adalah pengertian dalam arti luas, yaitu termasuk yang menyangkut “perasaan”
atau “batiniah”. Penganiayaan yang dimaksud dalam ilmu hukum pidana adalah yang
berkenaan dengan tubuh manusia.
Mr. M.H. Tirtaamidjaja membuat pengertian “penganiayaan”
sebagai berikut: Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka
pada orang lain. akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka
pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu
dilakukan untuk menambah keselamatan badan ...
Kemudian ilmu pengetahuan (doctrine) mengartikan
penganiayaan sebagai, “setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain”.
Sedangkan menurut H.R. (Hooge Raad), penganiayaan adalah :
Setiap
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka
kepada orang lain, dan semata-mata menjadi tujuan dari orang itu dan perbuatan
tadi tidak boleh merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan yang
diperkenankan.
2.
Pengertian Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Positif
Pembunuhan
secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan (hal, dsb) membunuh.
Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan
nyawa orang lain.
Dari definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan
dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh
pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki
oleh Undang-undang.
B.
Klasifikasi Delik Penganiayaan dan Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Positif
1.
Klasifikasi Delik Penganiayaan Menurut Hukum Pidana Positif
Secara
umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut “penganiayaan”.
Penganiayaan yang diatur KUHP terdiri dari :
a.
Penganiayaan yang berdasarkan pada Pasal 351 KUHP yang dirinci atas :
1.
Penganiayaan biasa
2.
Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat
3.
Penganiayaan yang mengakibatkan orangnya mati
b.
Penganiayaan ringan yang diatur oleh Pasal 352 KUHP
c.
Penganiayaan berencana yang diatur oleh Pasal 353 KUHP, dengan rincian sebagai
berikut :
1.
Mengakibatkan luka berat
2.
Mengakibatkan orangnya mati
d.
Penganiayaan berat yang diatur oleh Pasal 354 KUHP dengan rincian sebagai
berikut :
1.
Mengakibatkan luka berat
2.
Mengakibatkan orangnya mati
e.
Penganiayaan berat dan berencana yang diatur oleh Pasal 355 KUHP dengan rincian
sebagai berikut :
1.
Penganiayaan berat dan berencana
2.
Penganiayaan berat dan berencana yang mengakibatkan orangnya mati.
Selain
daripada itu, diatur pula pada Bab XX (penganiayaan) oleh Pasal 358 KUHP,
orang-orang yang turut pada perkelahian/penyerbuan/penyerangan yang dilakukan
oleh beberapa orang. Hal ini sangat mirip dengan Pasal 170 KUHP sebab
perkelahian pada umumnya adalah penggunaan kekerasan di muka umum.
a.
Penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP
Pasal
351 KUHP berbunyi sebagai berikut :
(1)
Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
(2)
Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun.
(3)
Jika perbuatan itu berakibat matinya orang, yang bersalah dihukum penjara
selama-lamanya tujuh tahun.
(4)
Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5)
Percobaan akan melakukan kejahatan ini tidak boleh dihukum.
Yang
termasuk Pasal 351 ayat (1), bukan penganiayaan ringan, bukan penganiayaan
berat atau berencana dan pula tidak mengakibatkan luka berat atau matinya
orang.
Timbul
kerancuan antara Pasal 351 ayat (1) dengan Pasal 352 KUHP, sehingga dalam
penerapannya timbul kerumitan, terutama karena pelanggaran terhadap Pasal 352
KUHP lazim disebut dengan “Tipiring” (tindak pidana ringan), yang berdasarkan
KUHAP (Pasal 205(1)), langsung diajukan penyidik ke Pengadilan Negeri, dengan
demikian tidak melibatkan Penuntut Umum.
Jika
kita mencermati Pasal 351 KUHP, maka ada 3 (tiga) jenis penganiayaan biasa,
yaitu :
1.
Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang,
2.
Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat,
3.
Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang.
Terhadap
penerapan Pasal 351 ayat (3) yakni penganiayaan yang mengakibatkan matinya
orang, tampaknya tidak begitu sulit atau rumit, tetapi pada prakteknya
kadang-kadang sulit membedakan dengan Pasal 351 ayat (2), misalnya :
A dianiaya oleh B yang mengakibatkan luka
berat, tetapi karena dalam waktu yang tidak begitu lama, ada yang mengangkut ke
rumah sakit sehingga dapat diselamatkan jiwanya, dengan, N dianiaya oleh M, yang mengakibatkan luka
berat, tetapi karena tidak ada yang menolong, ia kehabisan darah, lalu
meninggal.
Mengenai pengertian “luka berat” Pasal 90 KUHP merumuskan
artinya. “Luka berat” pada rumusan asli disebut “zwaar lichamelijk letsel” yang
diterjemahkan dengan “luka badan berat” yang selalu disingkat dengan luka
berat. Sebagian pakar menyebut “luka parah” dan tidak tepat memakai kata
“berat” pada luka karena pada umumnya kata berat dimaksudkan untuk menyatakan
ukuran.
Pada
Pasal 90 KUHP “luka berat” diartikan sebagai berikut ;
Luka
berat berarti:
1)
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
2)
tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
3)
kehilangan salah satu pancaindra;
4)
mendapat cacat berat (verminking);
5)
menderita sakit lumpuh;
6)
terganggu daya pikir selama empat minggu lebih;
7)
gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.
b.
Penganiayaan ringan
Hal
ini diatur Pasal 352 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
(1)
Lain daripada hal tersebut dalam Pasal 353 dan 356 penganiayaan yang tidak
menyebabkan sakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan,
dihukum sebagai penganiayaan ringan dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Hukuman itu boleh
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya atau yang di bawah perintahnya.
(2)
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak boleh dihukum.
c.
Penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu
Hal
ini diatur oleh Pasal 353 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
1
Penganiayaan dengan sudah direncanakan lebih dahulu dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya empat tahun.
2
Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya tujuh tahun.
3
Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Unsur
“dengan rencana terlebih dahulu” menurut M.v.T.pembentukan Pasal 340 diutarakan
sebagai berikut :
Diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan berfikir dengan
tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berfikir sebentar saja sebelum
atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan , sehingga ia menyadari apa yang
dilakukannya.
M.H. Tirtaamidjaja mengutarakan arti “direncanakan lebih
dahulu” sebagai: “Bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk
mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang.”
Sedangkan
Mahkamah Agung berdasarkan putusan No. 717 K/Pid/1984 tanggal 20 September 1985
mengutarakan pendapat, antara lain sebagai berikut:
Tidak
diperlukan suatu jangka waktu yang lama, antara saat perencanaaan itu timbul
dengan saat perbuatan dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari sifat dan cara
perbuatan itu dilakukan serta alat yang digunakan untuk melaksanakan perbuatan
itu.
d.
Penganiayaan Berat
Hal
ini diatur oleh Pasal 354 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
(1)
Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya delapan tahun.
(2)
Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
e.
Penganiayaan Berat Dan Berencana
Hal
ini diatur oleh Pasal 355 KUHP yang berbunyi ;
(1)
Penganiayaan berat dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya dua belas tahun.
(2)
Jika perbuatan itu berakibat orangnya mati, yang bersalah dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
C.
Turut Perkelahian/Penyerbuan
Hal ini diatur oleh Pasal 358 KUHP yang bunyinya sebagai
berikut ;
Barangsiapa
dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang dilakukan
oleh beberapa orang, maka selain dari tanggungan masing-masing atas perbuatan
khusus yang dilakukannya, ia dihukum:
1e.
dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, jika penyerangan
atau perkelahian itu hanya berakibat luka berat;
2e.
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun jika penyerangan atau
perkelahian itu berakibat matinya orang.
Rumusan
Pasal 358 KUHP tersebut memuat 2 (dua) akibat yakni, luka berat dan mati. Jika
tidak timbul salah satu akibat tersebut maka perbuatan itu, tidak dapat
dikatakan melanggar Pasal 358 KUHP.
Selain itu, perlu diamati rumusan “....selain daripada
tanggungannya masing-masing bagi perbuatannya”, rumusan tersebut menyatakan
bahwa Pasal 358 KUHP tersebut, semata-mata diperlakukan karena keikutsertaan
saja, sedang jika ia melakukan perbuatan maka hal tersebut tetap
dipertanggungjawabkan padanya. Misalnya: A, B, C, dan D melakukan penyerangan
terhadap R dan P di mana D hanya ikut saja, tanpa berbuat sesuatu. Dalam hal
ini D dapat dipersalahkan melanggar Pasal 358 KUHP.
Berdasarkan
hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur Pasal 358 KUHP adalah :
a.
Si peserta dengan sengaja ikut dalam penyerangan/perkelahian;
b.
Penyerangan/perkelahian, dilakukan lebih dari 2 (dua) orang;
c.
Mengakibatkan luka parah atau mati.
2.
Klasifikasi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Positif
Dalam
KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap
nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal,
yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.
Kejahatan
terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a.
Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)
Tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk
yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua
unsur-unsurnya.
Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah : “barangsiapa sengaja
merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun”. Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan
Barang
siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Delik penganiayaan dalam tatanan
hukum termasuk suatu kejahatan, yaitu suatu perbuatan yang dapat dikenai sanksi
oleh undang-undang. Pada KUHP hal ini disebut dengan “penganiayaan”, tetapi
KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. penganiayaan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dimuat artinya sebagai : “perlakuan yang
sewenang-wenang...” .
Pengertian
yang dimuat Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti
luas, yaitu termasuk yang menyangkut “perasaan” atau “batiniah”. Penganiayaan
yang dimaksud dalam ilmu hukum pidana adalah yang berkenaan dengan tubuh
manusia
SARAN
Penyusun makalah ini hanya manusia
yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu
penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami makalah kami untuk
itu setelah membaca makalah ini, maka baca juga sumber-sumber lain yang lebih
komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum
wr.wb.
Puji syukur patut kita
ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang
dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul
“Pembuktian Dalam Hukum
Pidana
” ini dapat kami selesaikan tepat pada
tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Dalam menyingkapi permasalahan yang
terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu
sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya
harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya
agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
Selanjutnya ucapan terima kasih
kepada bapak dosen pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
kami, dan juga kepada rekan mahasiswa yang memberi dukungan dan motivasi dalam
rangka utuk menyelesaikan makalah kami.
Bangko 29 Juni
2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
...........................................................................................i
Daftar
Isi .....................................................................................................ii
BAB
I Pendahuluan
Latar Belakang………………………………………………….……..........….….1
BAB
II pembahasan
A. Pembuktian dalam hokum pidana.…………………………….… 2
B.
Prinsip
pembuktian……………..... ………………………………4
C.
Barang
bukti…………………...….………………….…….……..6
BAB III Penutup
..........................................................................................8
Kesimpulan
Saran
Daftar
Pustaka...............................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA
terimakasih dah share bang. sangat bermanfaat untuk menambah referensi. salam
BalasHapus