HUKUM bayi tabung menurut pandangan Islam
di poskan oleh MUJIMAN STAI Bangko
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Sekarang ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat di gunakan
untuk mengatasi kendala-kendala kehidupan..Salah satunya adalah kesulitan
mempunyai anak dengan berbagai faktor.Tetapi terkadang kecanggihan teknologi
mempengaruhi etika-etika terhadap islam. Kemungkinan kehamilan dipengaruhi oleh
usia anda dan kadar FSH basal. Secara umum, makin muda usia makin baik
hasilnya. Kemungkinan terjadinya kehamilan juga tergantung pada jumlah embrio
yang dipindahkan. Walaupun makin banyak jumlah embrio yang dipindahkan akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan, tapi kemungkinan terjadinya
kehamilan multipel dengan masalah yang berhubungan dengan kelahiran prematur
juga lebih besar. Pengertian mandul bagi wanita ialah tidak mampu hamil karena indung
telur mengalami kerusakan sehingga tidak mampu memproduksi sel telur.
Sementara, arti mandul bagi pria ialah tidak mampu menghasilkan kehamilan
karena buah pelir tidak dapat memproduksi sel spermatozoa sama sekali.
Baik pria maupun wanita yang
mandul tetap mempunyai fungsi seksual yang normal. Tetapi sebagian orang yang
mengetahui dirinya mandul kemudian mengalami gangguan fungsi seksual sebagai
akibat hambatan psikis karena menyadari kekurangan yang dialaminya.
Tetapi istilah mandul seringkali digunakan
untuk menyebut pasangan suami istri yang belum mempunyai anak walaupun telah
lama menikah. Padahal pasangan suami istri yang belum mempunyai anak setelah
lama menikah tidak selalu mengalami kemandulan. Yang lebih banyak terjadi
adalah pasangan yang infertil atau pasangan yang tidak subur.
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi
yang terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk
membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “ sel
telur wanita oleh sel sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur
dari indung telur wanita dengan alat yang disebut “laparoscop” ( temuan dr.
Patrick C. Steptoe dari Inggris ). Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu
mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi.
Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu tersebut, kemudian hasil
pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami
masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.
Sebagai akibat kemajuan
tekhnologi kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Modern. Maka tekhnologi bayi tabung
juga maju dengan pesat, sehingga kalau tekhnologi bayi tabung ini ditangani
oleh orang-orang yang imannya tipis atau orang yang tidak sedang mendalami ilmu
agama, dikhawatirkan akan dapat merusak peradaban ummat manusia, bias merusak
nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa dan akibat-akibat yang bersifat
negative lainnya.
Ada beberapa tekhnik inseminasi buatan yang
telah dikembangkan di dunia kedokteran, yaitu :
1.
Fertilitation in Vitro (FIV), dengan cara
mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro(tabung) dan
setelah terjadi pembuahan lalu ditransfer di rahim istri
2.
Gamet intra Felepian Tuba (GIFT), dengan cara
mengambil sperma suami dan ovum istri, dan
setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur
(tuba falupi)
3.
Teknik kedua ini lebih alamiah dari pada
teknik yang pertama, sebab sperma hanya bias membuahi ovum di tuba palupi setelah
terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui hubungan seksual
Apabila kita mengkaji
tentang bayi tabung dari hukum islam,maka harus dikaji dengan memakai metode
ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar hukum ijtihadnya sesuai
dengan prinsip-prinsip dan jiwa al-Quran dan sunnah menjadi pasanagan umat
islam.Bayi Tabung dilakukan apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami
istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain termasuk
istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami),maka islam
membenarkan,baik dengan cara mengambil sperma suami,kemudian disuntikkan
kedalam vagina atau uterus istri,maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar
rahim,kemudian buahnya ditanam kedalam rahim istri,asal keadaan kondisi suami
istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak,karena dengan cara pembuahan alami,suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
Pada zaman dulu masalah bayi
tabung/inseminasi buatan belum timbul,sehingga kita tidak memperoleh fatwa
hukumnya dari mereka.Kita dapat menyadari bahwa inseminasi buatan / bayi tabung
dengan donor sperma atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada
maslahahnya.
Sebagai akibat dari kemajuan
ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih,maka
teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau teknologi bayi
tabung ini ditanagani oleh orang-orang yang kurang beriman dan
bertaqwa,dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia,bisa merusak nilai-nilai
agama,moral,dan budaya bangsa.
Di sisi lain perkembangan
teknologi juga makin majunya ilmu dan teknologi di bidang kedokteran, sebagian
besar dari penyebab infertilitas (ketidaksuburan) telah dapat diatasi dengan
pemberian obat atau operasi.
Namun, sebagian kasus
infertilitas lainnya ternyata perlu ditangani dengan teknik rekayasa
reproduksi, misalnya inseminasi buatan, dan pembuahan buatan seperti tandur
alih gamet intra-tuba, tandur alih zigot intra-tuba, tandur alih pronuklei
intra-tuba, suntik spermatozoa intra-sitoplasma, dan fertilisasi in vitro.
(fertilisasi in vitro/FIV), lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung. Ini
merupakan salah satu teknik hilir pada penanganan infertilitas.
Teknik ini dilakukan untuk
memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasutri yang telah menjalani pengobatan
fertilitas lainnya, namun tidak berhasil atau tidak memungkinkan. Artinya, FIV
merupakan muara dari penanganan infertilitas. Dalam FIV, spermatozoa suami
dipertemukan dengan ovum (sel telur) istrinya di luar tubuh hingga tercapai
pembuahan. Menurut Prof Dr Ichramsjah A Rachman SpOG(K), spesialis obstetri dan
ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kehamilan akan
terjadi jika semua alat reproduksi berfungsi sebagaimana mestinya.
Sebaliknya, jika salah satu
alat reproduksi tidak berfungsi, misalnya saluran tuba sang istri mengalami
penyumbatan sehingga menghalangi masuknya sperma, maka hal ini bisa menyebabkan
sperma dan sel telur tidak bertemu. ''Jika ini yang terjadi, bagaimana bisa
terjadi kehamilan. Nah, biasanya karena alasan ini pasutri memutuskan untuk
mengikuti program ini (bayi tabung).
Maka timbulah perdebatan
tentang bayi tabung ini, maka penulis akan memaparkan tentang dalil yang
berhubungan dengan pokok bahasan ini dan juga memaparkan fatwa-fatwa MUI maupun NU.
2.
POKOK
BAHASAN
a. Apa
dalil yang berkaitan dengan hokum bayi tabung?.
b. Bagaimana
menurut ulama tentang bayi tabung?.
3.
TUJUAN
PENELITIAN
a. Penulis
ingin mengetahui dalil dalil yang berhubungan dengan bayi tabung.
b. Penulis
ingin mengetahui landasan dan fatwa-fatwa tentang bayi tabung, yang di bolehkan
dan yang tidak di bolehkan menurut syara’.
BAB
II
PEMBAHASAN
Hukum
Bayi Tabung Menurut Islam
Bayi tabung adalah suatu
istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung,
melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang
mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “ sel telur wanita oleh sel sperma pria.
Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat
yang disebut “laparoscop” ( temuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris ).
Sel telur itu kemudian
diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma
dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu
tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu
untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.
Prosesnya bayi tabung terdiri
dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari
ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa
tentang bayi tabung/inseminasi buatan.
Dalil-dalil Syar’I yang
dapat dijadikan sebagai landasan
hukumnya adalah
1. Al-Qur’an Surat Al-Isra
ayat 70
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan862, Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan [1]
.
2. Surat At-tin ayat 4 (95:4)
Artinya
: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya [2] .
Kedua ayat tersebut
menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai
kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan
tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bias
menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame manusia.
Dan inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat
martabat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi
3. Hadits Nabi :
Artinya “Tidak
halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). (Hadits
Riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu
Hibban)”
4. Fatwa
Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan sperma dan ovum dari
pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk
ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Namun, para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di
rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam fatwanya.
Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam
fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami
yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan".
Nahdlatul Ulama (NU) juga
telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di
Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU
terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan
ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka
bayi tabung hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada
sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah
syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang
meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal
baginya."
Kedua, apabila sperma yang
ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," papar
ulama NU dalam fatwa itu.
Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul
Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan,
karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk
bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri
dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim
istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Meski tak secara khusus
membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah
menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim
istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan,
berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai
pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu hammadiyah, hukum
inseminasi buat an seperti itu termasuk yang dilarang.
"Hal itu disebut dalam
ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy
dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis Tarjih
PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar
kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri
yang lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara' [3].
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalil-dalil Syar’I yang
dapat dijadikan sebagai landasan
hukumnya adalah Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70 dan At-Tin ayat 4.
a.
Hukum Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari
pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk
ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
b.
Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan
titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada
isteri pertama) hukumnya haram.
c.
Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari
suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram
d.
Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil
dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram.
B.
SARAN
Dalam
penyajian makalah kami ini, tentu rekan-rekan “pembaca khususnya mahasiswa
belum begitu memahami atau kurang merasa sempurna atas penyajian kami, hal itu
dikarenakan keterbatasan kami mencari buku dan kemampuan yang kami punya, untuk
itu kami mohon kesediaan dosen pembimbing menambah serta menutupi kelemahan
itu, selain itu adanya kritik /saran dari rekan-rekan” pasti menghasilkan
inovasi pada makalah berikutnya
DAFTAR
PUSTAKA
·
Al Quran . karim
·
Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul
Anaabib
·
Tabloid Femina. Bayi Tabung, Harapan Memiliki
Sang Buah Hati".
KATA
PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita
ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang
dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul
“Hukum Bayi Tabung dalam Pandangan Islam ”
ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh
dosen pembimbing.
Dalam
menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami
sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah
ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen pembimbing
untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para
rekan pembaca.
Selanjutnya
ucapan terima kasih kepada ibu dosen pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah kami, dan juga kepada rekan mahasiswa yang memberi
dukungan dan motivasi dalam rangka utuk menyelesaikan makalah kami.
Bangko Desember
2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................i
Daftar Isi
..................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang……………………………………….……..….….1
B. Rumusan
masalah………………………….…………..…..…..…5
C. Tujuan
penelitian………………………………………………..…5
BAB II
Pembahasan
Hokum
bayi tabung………………….…..…………..…….……….…6
-
Al Quran Al Isra’ ayat
70………………………………………....6
-
Al Quran AT-Tinn ayat
4……………………………………….....7
-
Hadist ………………………………………………………………..8
-
Fatwa MUI dan
NU…………………………………………………9
BAB III Penutup
........................................................................................10
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka...........................................................................................11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar