Jumat, 06 Juli 2012




MAKALAH
HUKUM PIDANA
Judul

Jenis Pidana dan Tujuan Pemidanaan Dalam Hukum Pidana

Dosen Pengampu  : FIRDAUS. SH,MH
 









Di susun oleh 




Sekolah Tinggi Agama Islam ( S T A I )
Syekh Maulana Qori (SMQ) BANGKO
T. A 2012



BAB II
PEMBAHASAN
1.  Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen (Leden Marpaung, 2005 : 2) menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :
Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesemptan itu.
Tirtamidjaja (Leden Marpaung, 2005 : 2) menjelaskan hukum pidana meteril dan hukum pidana formil sebagai berikut :
a.    Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman ataas pelanggaran pidana.
b.    Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran yang dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur cara bagaimana hukum pidana materil diwujudkan sehingga memperoleh keputusan hakim serta mengatur cara melaksanakan putusan hakim.
Hukum pidana indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP yakni :
1.    Pidana Pokok
a.    Pidana mati
b.    Pidana penjara
c.    Pidana kurungan
d.    Pidana denda
2.    Pidana Tambahan
a.    Pencabutan hak-hak tertentu
b.    Perampasan barang-barang tertentu
c.    Pengumuman putusan hakim
Adapun mengenai kualifikasi urut-urutan dari jenis-jenis pidana tersebut adalah didasarkan pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang terberat adalah yang disebutkan terlebih dahulu. Keberadaan pidana tambahan adalah sebagai tambahan terhadap pidana-pidana pokok , dan biasanya bersifat fakultatif (artinya dapat dijatuhkan ataupun tidak). Hal ini terkecuali bagi kejahatan-kejahatan sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan.
Menurut Tolib Setiady (2010 : 77) perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan adalah sebagai berikut :
a.    Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan kepada pidana pokok, kecuali dalam hal perampasan barng-barang tertentu terhadap anak-anak yang diserahkan kepada pemerintah. (Pidana tambahan ini ditambahkan bukan kepada pidana pokok melainkan pada tindakan).
b.    Pidana tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya pidana pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah fakultatif (artinya bisa dijatuhkan maupun tidak). (Hal ini dikecualikan terhadap kejahatan sebagaimana tersebut tersebut dalam ketentuan Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan).
c.    Mulai berlakunya pencabutan hak-hak tertentu tidak dengan suatu tindakan eksekusi melainkan diberlakukan sejak hari putusan hakim dapat dijalankan.
Berikut ini penjelasan tentang jenis-jenis dari pidana tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1.    Pidana Pokok
a.    Pidana Mati
Sebagai mana yang ditentukan dalam pasal 11 KUHP yaitu :
“pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantunngan  pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri’.
Di dalam negara Indonesia tindak pidana yang diancam pidana mati semakin banyak yaitu pelanggaran terhadap Pasal 104 KUHP, Pasal 111 ayat (2) KUHP, Pasal 124 ayat (3) KUHP, Pasal 140 ayat (4) KUHP, Pasal 340 KUHP, Pasal 365 ayat (4) KUHP, Pasal 444 KUHP, Pasal 479 ayat (2) KUHP, dan Pasal 368 ayat (2) KUHP.
Pidana mati juga tercantum dalam Pasal 6, 9, 10, 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Berdasarkan Pasal 15 pidana mati juga bagi perbuatan jahat, percobaan atau pembantuan kemudahan, sarana atau keterangan terjadinya tindak pidana terorisme di luar wilayah Indonesia terhadap delik tersebut di muka (Pasal 6, 9, 10, dan 14).
b.    Pidana Penjara
 A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah (Tolib Setiady, 2010 : 91), menegaskan bahwa “Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.
Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal satu hari sampai penjara seumur hidup. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Roeslan Saleh (Tolib Setiady, 2010 : 92), bahwa :
Pidana penjara adalah pidana utama dari pidana kehilangan kemerdekaan, dan pidana penjara ini dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk sementara waktu.
Pidana seumur hidup biasanya tercantum di pasal yang juga ada ancaman pidana matinya (pidana mati, seumur hidup atau penjara dua puluh tahun).
c.    Pidana Kurungan
Sifat pidana kurungan pada dasarnya sama dengan pidana penjara, keduanya merupakan jenis pidana perampasan kemerdekaan. Pidana kurungan membatasi kemerdekaan bergerak dari seorang terpidana dengan mengurung orang tesebut di dalam sebuah lembaga kemasyaraktan.
Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara, ini ditentukan oleh Pasal 69 ayat (1) KUHP, bahwa berat ringannya pidana ditentukan oleh urutan-urutan dalam Pasal 10 KUHP yang ternyata pidana kurungan menempati urutan ketiga. Lama hukuman pidana kurungan adalah sekurang-kurangnya  satu hari dan paling lama satu tahun, sebagai mana telah dinyatakan dalam Pasal 18 KUHP, bahwa :
“Paling sedikit satu hari dan paling lama setahun, dan jika ada pemberatan karena gabungan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan”.
d.    Pidana Denda
Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua bahkan lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana.
Menurut P.A.F. Lamintang (1984 : 69) bahwa :
Pidana denda dapat dijumpai di dalam Buku I dan Buku II KUHP yang telah diancamkan baik bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi pelanggaran-pelanggaran. Pidana denda ini juga diancamkan baik baik satu-satunya pidana pokok maupun secara alternatif dengan pidana penjara saja, atau alternatif dengan kedua pidana pokok tersebut secara bersama-sama.
Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan.
2.    Pidana Tambahan
Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan, tidaklah dapat berdiri sendiri kecuali dalam hal-hal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus.


3.  Tujuan Pemidanaan
Di indonesia sendiri, hukum positif belum pernah merumuskan tujuan pemidanaan. Selama ini wacana tentang tujuan pemidanaan tersebut masih dalam tataran yang bersifat teoritis. Namun sebagai bahan kajian, Rancangan KUHP Nasional telah menetapkan tujuan pemidanaan pada Buku Kesatu Ketentuan Umum dala Bab II dengan judul Pemidanaan, Pidana dan Tindakan.
Tujuan pemidanaan menurut Wirjono  Prodjodikoro (1989 : 16), yaitu :
a.    Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventif), atau
b.    Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi sarana perlindungan masyarakat, rehabilitasi dan resosialisasi, pemenuhan pandangan hukum adat, serta aspek psikologi untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan. Meskipun pidana merupakan suatu nestapa tetapi tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.
P.A.F. Lamintang (1984 : 23) menyatakan :
Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu :
a.    Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri,
b.    Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan, dan
c.    Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Dari kerangka pemikiran di atas, melahirkan beberapa teori tentang tujuan pemidanaan. Pada umumnya teori-teori pemidanaan terbagi atas tiga. Pada bagian ini penulis akan menguraikan teori tersebut sebagai berikut :
a.    Teori Absolut atau Teori pembalasan (Vergeldings Theorien)
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen).
Sebagaimana yang dinyatakan Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) bahwa :
Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.
Dari teori tersebut di atas, nampak jelas bahwa pidana merupakan suatu tuntutan etika, di mana seseorang yang melakukan kejahatan akan dihukum dan hukuman itu merupakan suatu keharusan yang sifatnya untuk membentuk sifat dan merubah etika yang jahat ke yang baik.
Menurut Vos (Andi Hamzah, 1993 : 27), bahwa :
Teori pembalasan absolut ini terbagi atas pembalsan subyektif dan pembalasan obyektif. Pembalasan subyektif adalah pembalasan terhadap kesalahan pelaku, sementara pembalasan obyektif adalah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan oleh pelaku di dunia luar.
b.    Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.
Menurut Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) tentang teori ini bahwa :
Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.
c.    Teori Gabungan/modern (Vereningings Theorien)
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List (Djoko Prakoso, 1988 :47) dengan pandangan sebagai berikut :
1)    Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
2)    Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.
3)    Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya sosialnya.
Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar pemidanaan itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah memberikan pemidanaan dan pendidikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-kejahatan terutama dalam delik ringan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman.
Hukum pidana indonesia mengenal 2 (dua) jenis pidana yang diatur dalam Pasal 10 KUHP yakni :
1.    Pidana Pokok
a.       Pidana mati
b.      Pidana penjara
c.       Pidana kurungan
d.      Pidana denda
2.    Pidana Tambahan
a.       Pencabutan hak-hak tertentu
b.      Perampasan barang-barang tertentu
c.       Pengumuman putusan hakim
Tujuan dari pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang dianggap dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau pembalasan dari suatu pemidanaan tidak dapat dihindari.







BAB I
PENDAHULUAN

Pidana merupakan kata istilah hokum yang kerap kali kita dengar, apalagi di Indonesia, dimana setiap hari kita mendengar, melihat, dan membaca berita-berita terkini mengenai Tindak Pidana. Akan tetapi, ada beberapa contoh kasus tindak pidana yang menurut sudut pandang masyarakat sangat tidak mencerminkan ciri-ciri keadilan, salah satunya adalah Tindakan Pidana Ringan (Tipiring).
Banyak sekali kasus-kasus tindakan pidana ringan yang sering menjadi bahan perbincangan oleh rakyat dan dasar argumen untuk mengkritik dengan keras keadilan dan hukum di Indonesia, bahkan beberapa dari kasus tersebut menjadi berita yang sangat konterversial bagi masyarakat.
Oleh sebab itu pemakalah mengambil ti\ofik yang berhubungan dengan pemidanaan yang berlaku di sistem hokum di Indonesia oleh karenaya yang akan pemakalah bahas adalah tentang apa jenis pidana di Indonesia? dan apa tujuan pemidanaan di Indonesia?










KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul “ Jenis Pidana dan Tujuan Pemidanaan dalam Hukum ” ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
            Dalam menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
            Selanjutnya ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing yang memberi dorongan pada kami dalam menyusun makalah ini dan teman-teman kelompok yang telah berkerja sama menyukseskan penyusunannya.

            Wassalamua’alaikum wr,wb


Bangko   6 juli  2012

     Penyusun



DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................i
Daftar Isi ......................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan ......................................................................................1
Latar Belakang
BAB II            Pembahasan

A.    Pengertian pidana di Indonesia.......................................................2

B.     Jenis pidana di Indonesia…………………………........................4

C.     Tujuan pemidanaan………………………..……………..…...…..7

BAB III Penutup .........................................................................................8
Kesimpulan
Daftar Pustaka.............................................................................................9
           











Daftar Pustaka


www.gogle.wikepedia.hukum pidana di Indonesia.com       
P.A.F. Lamintang (1984 : 69) Buku I dan Buku II KUHP 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar