Selasa, 03 Juli 2012



Perkembangan pemikiran tokoh filsafat islam
BAB II
PEMBAHASAN


I.                   PERKEMBANGAN DAN TOKOH FILSAFAT ISLAM
Pemikiran-pemikiran filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, diakui banyak kalangan telah mendorong perkembangan filsafat Islam menjadi makin pesat. Namun demikian, seperti dikatakan Oliver Leaman, adalah suatu kesalahan besar jika menganggap bahwa filsafat Islam bermula dari penerjemahan teks-teks Yunani tersebut atau hanya nukilan dari filsafat Aristoteles (384-322 SM) seperti dituduhkan Renan, atau dari Neo-Platonisme seperti dituduhkan Duhem[1].
Pertama, bahwa belajar atau berguru tidak berarti meniru atau membebek semata. Mesti difahami bahwa kebudayaan Islam menembus berbagai macam gelombang dimana ia bergumul dan berinteraksi. Pergumulan dan intereksi ini melahirkan pemikiran-pemikiran baru.
Kedua, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pemikiran rasional telah dahulu mapan dalam masyarakat muslim sebelum kedatangan filsafat Yunani
Meski karya-karya Yunani mulai diterjemahkan pada masa kekuasaan Bani Umaiyah, tetapi buku-buku filsafatnya yang kemudian melahirkan filosof pertama muslim, yakni al-Kindi (801-873 M), baru mulai digarap pada masa dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa al-Makmun (811-833 M), oleh orang-orang seperti Yahya al-Balmaki (w. 857 M), Yuhana ibn Musyawaih dan Hunain ibn Ishaq. Pada masa-masa ini, sistem berfikir rasional telah berkembang pesat dalam masyarakat intelektual Arab-Islam, yakni dalam fiqh (yurisprudensi) dan kalam (teologi). Penggunaan nalar rasional dalam penggalian hukum (istinbath) dengan istilah-istilah seperti istihsan, istishlah, qiyas dan lainnya telah lazim digunakan.


 Tokoh-tokoh mazhab fiqh yang menelorkan metode istinbath dengan menggunakan rasio seperti itu, seperti Abu Hanifah (699-767 M), Malik (716-796 M), Syafiai (767-820 M) dan Ibn Hanbal (780-855 M), hidup sebelum kedatangan filsafat Yunani[2].

II.                SUMBER PEMIKIRAN RASIONAL ISLAM.
Beberapa model kajian resmi yang nyatanya mempunyai relevansi filosofis. Antara lain, (1) penggunaan takwa. Makna takwil diperlukan untuk mengungkap atau menjelaskan masalah-masalah yang sedang dibahas. Meski model ini diawasi secara ketat dan terbatas, tapi pelaksanaannya jelas membutuhkan pemikiran dan perenungan mendalam, karena ia berusaha keluar dari makna lahiriyah (zhahir) teks. (2) Pembedaan antara istilah-istilah atau pengertian yang mengandung lebih dari satu makna (musytarak) dengan istilah-istilah yang hanya mengandung satu arti. Disini justru lebih mendekati model pemecahan filosofis dibanding yang pertama. (3) Penggunaan qiyas (analogi) atas persoalan-persoalan yang tidak ada penyelesaiannya secara langsung dalam teks[3].
Misalnya, bagaimana menyelaraskan antara sifat kemahakuasaan dan kemahabaikan Tuhan dalam kaitannya dengan maha tahu-Nya atas segala tindak manusia untuk taat atau kufur untuk kemudian dibalas sesuai perbuatannya. Bagaimana menafsirkan secara tepat bahasa antropomorfis (menyerupai sifat-sifat manusia) al-Qur`an, padahal ditegaskan pula bahwa Tuhan tidak sama dengan manusia, tidak bertangan, tidak berkaki dan seterusnya. Semua itu menggiring para intelektual muslim periode awal, khususnya para teolog untuk berfikir rasional dan filosofis, dan kenyatannya metode-metode pemecahan yang diberikan atas masalah teologis tidak berbeda dengan model filsafat Yunani. Perbedaan diantara keduanya, menurut Leaman, hanyalah terletak pada premis-premis yang digunakan, bukan pada valid tidaknya tata cara penyusunan argumen. Yakni, bahwa pemikiran teologi Islam didasarkan atas teks suci sedang filsafat Yunani didasarkan atas premis-premis logis, pasti dan baku. Setelah itu, masuklah pemikiran dan filsafat Yunani, lewat program penterjemahan.

III.             FILSAFAT YUNANI DALAM PEMIKIRAN ISLAM.
Peradaban dan pemikiran Yunani, termasuk filsafat, menurut catatan para sejarawan, telah mulai di kenal dan dipelajari oleh kaum sarjana di kota Antioch, Haran, Edessa dan Qinnesrin (wilayah Syiria utara), juga di Nisibis dan Ras`aina (wilayah dataran tinggi Iraq) sejak abad ke IV M. Kegiatan akademik ini tetap berjalan baik dan tidak terganggu oleh penaklukan tentara muslim ke wilayah tersebut yang terjadi pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab (634-644 M). Setidaknya ini bisa dibuktikan dengan masih semaraknya kajian-kajian teologi di biara Qinissirin di Syiria dan munculnya tokoh yang menghasilkan karya-karya filsafat, seperti Severas Sebokht (w. 667 M) yang mengomentari Hermeneutica dan Rhetorica Aristoteles, juga Jacob (w. 708 M) yang menulis Enchiridion dan menterjemahkan Categories karya Aristoteles kedalam bahasa Arab.
Buku-buku dan ilmu-ilmu Yunani yang lain yang di terjemahkan ke dalam bahasa Arab dalam periode ini, yakni masa kekhalifahan Bani Ummayah (661-750 M), khususnya pada masa kekhalifahan Abd al-Malik (685-705 M) adalah terutama yang berkaitan dengan persoalan administrasi, laporan-laporan dan dokumentasi-dokumentasi pemerintahan, demi untuk mengimbangi dan melepaskan diri dari pengaruh model administrasi Bizantium-Persia. Selanjutnya, buku-buku yang berkaitan dengan ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran, kimia dan antropologi. Hanya saja, karena pemerintahan lebih disibukan oleh persoalan politik dan ekonomi, usaha-usaha keilmuan ini tidak berlangsung baik[4].
Pemikiran filsafat Yunani benar-benar mulai bertemu dan dikenal dalam pemikiran Arab-Islam setelah masa pemerintahan Bani Abas, khususnya sejak dilakukan program penterjemahan buku-buku filsafat yang gencar dilakukan pada masa kekuasaan al-Makmun (811-833 M)
Terkena tindakan keras dan resmi pemerintah tersebut, untuk sementara, khususnya di ibu kota Baghdad, filsafat mengalami kemunduran, setidaknya tidak mengalami perkembangan berarti, karena tidak bisa diajarkan secara bebas dan terbuka. Akan tetapi, diluar Baghdad, di kota-kota propinsi otonom, khususnya di Aleppo dan Damaskus, kajian-kajian filsafat tetap giat dilakukan, sehingga melahirkan seorang filosof besar, yakni al-Farabi (870-950). Tokoh yang dikenal sebagai folosof paripatetik ini tidak hanya menggunakan metode burhani dalam filsafatnya tetapi bahkan berhasil meletakkan filsafat Aristoteles sebagai dasar-dasar filsafat Islam sehingga dianggap sebagai guru kedua (al-mu`allim al-tsani) setelah Aristoteles sebagai  guru pertama (al-mu`allim al-awwal).
Dengan posisi seperti itu, maka tidak mengherankan jika dalam waktu yang tidak lama, pemikiran filsafat Yunani segera menduduki posisi puncak dalam percaturan pemikiran Arab-Islam, yakni pada masa Ibn Sina (980-1037 M). Dalam filsafat, seperti halnya al-Farabi, Ibn Sina menegakkan bangunan Neoplatonisme diatas dasar kosmologi Aristoteles-Plotinus, dimana dalam bangunan tersebut digabungkan konsep pembangunan alam wujud menurut faham emanasi.Dengan prestasi-prestasi yang hebat dalam filsafat, Ibn Sina kemudian diberi gelar  Guru Utama (al-Syaikh al-Rais).
Akan tetapi, segera setelah Ibn Sina, filsafat Yunani kembali mengalami kemunduran karena serangan al-Ghazali, meski al-Ghazali sendiri sebenarnya tidak menyerang inti filsafat. Lewat tulisannya dalam Tahafut al-Falasifah yang diulangi lagi dalam al-Munqid min al-Dlalal, al-Ghazali, sebenarnya hanya menyerang persoalan metafisika, khususnya pemikiran filsafat al-Farabi (870-950) dan Ibn Sina (980-1037), meski serangan pada kedua tokoh ini sebenarnya tidak tepat, juga pada pemikiran para filosof Yunani purba, seperti Thales (545 SM), Anaximandros (547 SM), Anaximenes (528 SM) dan Heraklitos (480 SM) yang dengan mudah bisa dinilai posisinya dalam aqidah oleh orang awam, bukan ilmu logika atau epistimologinya, karena al-Ghazali sendiri mengakui pentingnya logika dalam pemahaman dan penjabaran ajaran-ajaran agama. Bahkan, dalam al-Mustashfafi `ulam al-fiqh, sebuah kitab tentang kajian hukum, al-Ghazali menggunakan epistemologi filsafat, yakni burhani[5].
Filsafat Yunani, khususnya Aristotelian, kemudian muncul lagi dalam arena pemikiran Islam pada masa Ibn Rusyd (1126-1198). Lewat tulisannya dalam Tahafut al-Tahafut, Ibn Rusyd berusaha mengangkat kembali filsafat Aristoteles dari serangan al-Ghazali. Namun, usaha ini rupanya kurang berhasil, karena menurut Nurcholish, balasan yang diberikan Ibn Rusyd lebih bersifat Aristotelian sementara serangan al-Ghazali bersifat Neo-platonis. Meski demikian, jelas bahwa dalam bandingannya dengan epistemologi Arab-Islam, Ibn Rusyd lebih mengunggulkan epistemologi filsafat dibanding epistemologi Arab-Islam. Menurutnya, metode burhani (demonstratif) yang dipakai dalam filsafat adalah metode yang sangat bagus dan berguna untuk kalangan elite terpelajar, sementara metode dialektika (jadal) yang dipakai dalam teologi dan yurisprodensi adalah metode biasa.Dikalangan elite terpelajar madzhab ini, pemikiran filsafat masih tetap berjalan dan hidup, sehingga masih lahir tokoh-tokoh terkemuka seperti Mulla Sadra (1571-1640), Mullah Hadi (1797-1873) dan lainnya.













BAB III
PENUTUP

Dalam bagian akhir ini, ada tiga hal yang perlu disampaikan. Pertama, bahwa perjalanan pemikiran filsafat Islam ternyata mengalami pasang surut ,Setelah itu filsafat dibela kembali oleh al-Farabi dan mencapai puncak pada masa Ibn Sina, tapi kemudian jatuh lagi oleh serangan al-Ghazali, bangkit lagi pada masa Ibn Rusyd tapi akhirnya tidak terdengar suaranya, sampai sekarang, kecuali dalam mazhab Syi`ah.
Kedua, bahwa filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam tidak hanya logika Aristoteles, tetapi juga pemikian mistik Neo-platonis dan yang lain. Hal ini bisa dilihat dari beragamnya model filsafat yang ada dalam Islam. Misalnya, al-Farabi dan Ibn Sina yang Platonis dalam konsepnya tentang emanasi, dan Ibn Rusyd yang Aristotelian ketika menjawab serangan al-Ghazali.
Ketiga, kecurigaan dan penentangan yang diberikan oleh sebagian tokoh muslim terhadap logika dan pemikiran filsafat, bukan semata-mata disebabkan bahwa ia berasal dari luar Islam tetapi lebih didasarkan atas kenyataan bahwa  saat itu filsafat mengandung dampak yang berbahaya bagi aqidah masyarakat. Apa yang dilakukan Ibn Rawandi (lahir 825 M) dan al-Razi (865-925 M) yang sampai menolak kenabian karena mengikuti filsafat, juga apa yang dilakukan oknum tertentu yang mengatasnamakan filsafat pada masa al-Ghazali adalah bukti nyata tentang hal itu.









DAFTAR PUSTAKA


Ø  Teologi dan filsafat dalam perspektif globalisasi dalam mukti ali,yogya, tiara wacana, 1998
Ø  Filsafat pemikiran ibn sina, solo, pustaka mantiq, 1988
Ø  Arsyad, natsir, ilmuan muslim sepanjang sejarah, jakarta, srigunting, 1995
Ø  Machasin, kelahiran dan pertumbuhan ilmu teologi, makalah pada mata kuliah studi ilmu teologi, program pascasarjana (s-2), iain yogya, 1997
Ø  htt//www.sejarah filsafat islam .com












                                 



KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul “Kajian Tokoh tokoh  Filsafat Islam” ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
            Dalam menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
            Selanjutnya ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing yang memberi dorongan pada kami dalam menyusun makalah ini dan teman-teman kelompok yang telah berkerja sama menyukseskan penyusunannya.
            Wassalamua’alaikum wr,wb


Bangko      Januari  2012
     Penyusun




DAFTAR ISI


Kata Pengantar ....................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan ..........................................................................................iii
A.    Latar Belakang
B.     Permasalahan
C.     Tujuan
BAB II            Pembahasan
A.    Perkembangan dan tokoh Filsafat .....................................................1
B.     Sumber pemikiran Rasional Islam.....................................................2
C.     Filsafat Yunani Dalam Pemikiran Islam............................................3

BAB III Penutup ................................................................................................6
A.    Kesimpulan
B.     Kritik/Saran

Daftar Pustaka....................................................................................................7
           
BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Adapun yang melatar belakangi kami kelompok “   ” menyusun, menyaji, dan membuat makalah yang berjudul “Perkembangan dan tokoh Filsafat Islam“ dalam mata kuliah Filsafat Umum  ini tidak lain adalah untuk menyelesaikan tugas yang di berikan dosen pengampu kepada saya.
B.            Permasalahan
1.      Perkembangan dan tokoh Filsafat
2.     Sumber pemikiran Rasional Islam
3.     Filsafat Yunani Dalam Pemikiran Islam.
C.           Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah,agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Ilmu Filsafat Islam dan kaitanya dengan agama sehingga mampu berfikir dan berbuat sesuai dengan ilmu filsafat yang di fahami dan menyelesaikan sesuatu permasalahan dengan arif dan bijaksana. 




BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan

Jadi menurut pendapat penulis dapat di simpulkan bahwa    ,Ada tiga hal yang perlu disampaikan. Pertama, bahwa perjalanan pemikiran filsafat Islam ternyata mengalami pasang surut ,Setelah itu filsafat dibela kembali oleh al-Farabi dan mencapai puncak pada masa Ibn Sina, tapi kemudian jatuh lagi oleh serangan al-Ghazali, bangkit lagi pada masa Ibn Rusyd tapi akhirnya tidak terdengar suaranya, sampai sekarang, kecuali dalam mazhab Syi`ah.

  1. Kritik dan Saran
Dalam penyajian makalah kami ini, tentu rekan-rekan “pembaca khususnya mahasiswa belum begitu memahami atau kurang merasa sempurna atas penyajian kami, hal itu dikarenakan keterbatasan kami mencari buku dan kemampuan yang kami punya, untuk itu kami mohon kesediaan dosen pembimbing menambah serta menutupi kelemahan itu, selain itu adanya kritik /saran dari rekan-rekan” pasti menghasilkan inovasi pada makalah berikutnya.




        [1] Teologi dan filsafat dalam perspektif globalisasi dalam mukti ali,yogya, tiara wacana, 1998
        [2] Filsafat pemikiran ibn sina, solo, pustaka mantiq, 1988
          [3] Arsyad, natsir, ilmuan muslim sepanjang sejarah, jakarta, srigunting, 1995
           [4] Machasin, kelahiran dan pertumbuhan ilmu teologi, makalah pada mata kuliah studi   ilmu teologi, program pascasarjana (s-2), iain yogya, 1997
            [5] htt//www.sejarah filsafat islam .com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar