Minggu, 01 Juli 2012


PIDANA DAN PEMIDANAAN

BAB I
PENDAHULUAN

Sebenarnya tujuan dari pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan dan  pelanggaran. Kejahatan-kejahatan yang berat dan pidana mati dalam sejarah hukum pidana adalah merupakan dua komponen permasalahan yang berkaitan erat. Hal ini nampak dalam KUHP Indonesia yang mengancam kejahatankejahatan berat dengan pidana mati.
 Waktu berjalan terus dan di pelbagai negara terjadi perubahan dan
perkembangan baru. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau ternyata sejarah pemidanaan dipelbagai bagian dunia mengungkapkan fakta dan data yang tidak sama mengenai permasalahan kedua komponen tersebut diatas. Dengan adanya pengungkapan fakta dan data berdasarkan penelitian sosio-kriminologis, maka harapan yang ditimbulkan pada masa lampau dengan adanya berbagai bentuk dan sifat pidana mati yang kejam agar kejahatan-kejahatan yang berat dapat dibasmi, dicegah atau dikurangkan, ternyata merupakan harapan hampa belaka.
Sejarah hukum pidana pada masa lampau mengungkapkan adanya sikap dan pendapat seolah-olah pidana mati merupakan obat yang paling mujarab terhadap kejahatan-kejahatan berat ataupun terhadap kejahatan-kejahatan lain. Dalam pada itu bukan saja pada masa lampau, sekarang pun masih ada yang melihat pidana mati sebagai obat yang paling mujarab untuk kejahatan.







BAB II
PEMBAHASAN

A.   Tujuan Pemidanaan
Masalah pemidanaan berhubungan erat dengan kehidupan seseorang dimasyarakat, terutama bila menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan bermasyarakat yaitu nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan.
Pada masa sekarang ini telah umum diterima pendapat bahwa yang menjatuhkan pidana adalah negara atau pemerintah dengan perantaraan alat-alat hukum pemerintah. Pemerintah dalam menjalankan hukum pidana selalu dihadapkan dengan suatu paradoxaliteit yang oleh  Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut : “Pemerintah negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjamin supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi kadang-kadang sebaliknya, pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan justru menjatuhkan
hukuman itu, maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah negara diserang, misalnya yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi pada satu pihak pemerintah negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapapun juga, sedangkan pada pihak lain, pemerintah negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu
Dalam hukum pidana dikenal beberapa teori mengenai tujuan pemidanaan, antara lain, teori absolut (teori pembalasan), teori relatif (teori prevensi) dan teori gabungan.
1.    Teori absolut (pembalasan) menyatakan bahwa kejahatan sendirilah yang memuat anasir-anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan. Teori pembalasan ini pada dasarnya dibedakan atas corak subjektif yang pembalasannya ditujukan pada kesalahan si pembuat karena tercela dan corak objektit yang pembalasannya ditujukan sekedar pada perbuatan apa yang telah dilakukan orang yang bersangkutan.
2.    Teori relatif (prevensi) memberikan dasar dari pemidanaan pada pertahanan tata tertib masyarakat. Oleh sebab itu tujuan dari pemidanaan adalah menghindarkan (prevensi) dilakukannya suatu pelanggaran hukum. Sifat prevensi dari pemidanaan adalah prevensi umum dan prevensi khusus, Menurut teori prevensi umum, tujuan pokok pemidanaan yang hendak dicapai adalah pencegahan yang ditujukan pada khalayak ramai, kepada semua orang agar supaya tidak melakukan pelanggaran terhadap ketertiban masyarakat. Sedangkan menurut teori prevensi khusus, yang menjadi tujuan pemidanaan adalah mencegah si penjahat mengulangi lagi kejahatan atau menahan calon pelanggar melakukan perbuatan jahat yang telah direncanakannya. Teori gabungan mendasarkan jalan pikiran bahwa pidana hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang lain maupun pada semua unsur yang ada.
Tujuan pemidanaan menurut konsep Rancangan KUHP 1991/1992 dinyatakan dalam pasal 51, adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 
keseluruhan teori pemidanaan baik yang bersifat prevensi umum dan prevensi khusus, pandangan perlindungan masyarakat, teori kemanfaatan, teori keseimbangan yang bersumber pada pandangan adat bangsa Indonesia maupun teori resosialisasi sudah tercakup didalamnya.
Menurut Muladi dalam perangkat tujuan pemidanaan tersebut harus tercakup dua hal, yaitu pertama harus sedikit banyak menampung aspirasi masyarakat yang menuntut pembalasan sebagai pengimbangan atas dasar tingkat kesalahan si pelaku dan yang kedua harus tercakup tujuan pemidanaan berupa memelihara solidaritas masyarakat, pemidanaan harus diarahkan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan masyarakat.

B.   Pidana Mati Dalam Perundang-undangan di Indonesia
Roeslan Saleh dalam bukunya  Stelsel Pidana Indonesia mengatakan bahwa KUHP Indonesia membatasi kemungkinan dijatuhkannya pidana mati atas beberapa kejahatan yang berat-berat saja. Yang dimaksudkan dengan kejahatan-kejahatan yang berat itu adalah :
1. Pasal104 (makar terhadap presiden dan wakil presiden) 
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jadi perang)
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu perang)
4. Pasal 140 aYat 3 (makar terhadap raja atau kepala negara-negara sahabat yang   direncanakan dan berakibat maut)
5. Pasal 340 (pembunuhan berencana)
6. Pasal 365 ayat 4 (pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat    atau mati)
7. Pasal 368 ayat 2 (pemerasan dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati)
8. Pasal444 (pembajakan di laut, pesisirdan sungai yang mengakibatkan kematian).
Beberapa peraturan di luar KUHP juga mengancamkan pidana mati bagi
pelanggarnya.

Peraturan-peraturan itu antara lain:
1. Pasal 2 Undang-Undang No.5 (PNPS) Tahun 1959 tentang wewenang Jaksa  Agung/Jaksa Tentara  Agung dan tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang membahayakan pelaksanaan perlengkapan sandang pangan.
2.  Pasal 2 Undang-Undang No. 21 (Prp) Tahun 1959 tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi.
3. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
4. Pasal13 Undang-Undang No. 11 (PNPS) Tahun 1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi. Pasal 23 Undang-Undang no. 31 T ahun 1964 tentang ketentuan pokok tenaga atom. 
6.  Pasal 36 ayat 4 sub b Undang-Undang no. 9 tahun 1976 tentang Narkotika 
7. Undang-Undang No.4 Tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan  terhadap sarana/prasarana penerbangan.

C.   Pidana Mati dalam Rancangan KUHP
Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di Semarang tahun 1990 Muladi menyatakan bahwa hukum pidana tidak boleh hanya berorientasi pada perbuatan manusia saja (daadstrafrecht), sebab dengan demikian hukum pidana menjadi tidak manusiawi dan mengutamakan pembalasan. Pidana hanya diorientasikan pada pemenuhan unsur tindak pidana didalam perundang- undangan. Hukum pidana juga tidak benar apabila hanya memperhatikan si pelaku saja (daderstrafrecht}, sebab dengan demikian penerapan hukum pidana akan berkesan memanjakan penjahat dan kurang memperhatikan kepentingan yang luas, yaitu kepentingan masyarakat,kepentingan negara ,dan kepentingan korban tindak pidana.

Dengan demikian maka yang paling tepat secara integral hukum pidana harus melindungi pelbagai kepentingan diatas, sehingga hukum pidana yg dianut harus daad-daderstafrecht . Gambaran tentang penerapan teori integratif dalam pemidanaan nampak dari pemahaman Tim Perancang KUHP
1. Pasal 164 tentang menentang ideologi negara Pancasila : Barang siapa secara melawan hukum    dimuka umum melakukan perbuatan menentang ideologi negera Pancasila atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan maksud mengubah bentuk negara atau susunan pemerintahan sehingga berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun.
2. Pasal167 tentang makar untuk membunuh presiden dan wakil presiden
3. Pasal186 tentang pemberian bantuan kepada musuh.
4. Pasal 269 tentang terorisme :
Ayat 1 : Dipidana karena melakukan terorisme, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling rendah tiga tahun, barangsiapa menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap target-target sipil dengan maksud menimbulkan suatu suasana teror atau ketakutan yang besar dan mengadakan intimidasi Pada masyarakat, dengan tujuan akhir melakukan perubahan dalam sistem politik yang berlaku.
Ayat 2 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain. 
Ayat 3 : Dipidana pidana mati atau pidana penjara paling lama duapuluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan matinya orang.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tujuan pemidanaan menurut konsep Rancangan KUHP 1991/1992 dinyatakan dalam pasal 51, adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 
Roeslan Saleh dalam bukunya  Stelsel Pidana Indonesia mengatakan bahwa KUHP Indonesia membatasi kemungkinan dijatuhkannya pidana mati atas beberapa kejahatan yang berat-berat saja, seperti :
1. Pasal104 (makar terhadap presiden dan wakil presiden) 
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jadi perang)
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu perang)










DAFTAR PUSTAKA

·         Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati di Indonesia di Masa lain, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
·         Djoko Prakoso dan Nurwachid,  Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.

















KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul “Tujuan pemidanaan dan pidana mati menurut hokum di indonesia” ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
            Dalam menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca.
            Selanjutnya ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing yang memberi dorongan pada kami dalam menyusun makalah ini dan teman-teman kelompok yang telah berkerja sama menyukseskan penyusunannya.

            Wassalamua’alaikum wr,wb


Bangko   7 Juli  2012

     Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................i
Daftar Isi .................................................................................ii
BAB I  Pendahuluan ...............................................................1
Latar Belakang
BAB II Pembahasan

A.   Tujuan pemidanaan…………...........................................2

B.   Pidana mati dalam per undang undangan.....................4

C.   Pidana mati dalam rancangan KUHP…………………..5

BAB III Penutup ...........................................................................7
Kesimpulan
Daftar Pustaka.............................................................................8
           







justif�1K&n - � � 0%'> 
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................i
Daftar Isi .....................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang………………………………………………….……..........….….1
BAB II            pembahasan
A.  Pembuktian dalam hokum pidana.…………………………….… 2
B.   Prinsip pembuktian……………..... ………………………………4
C.   Barang bukti…………………...….………………….…….……..6
BAB III  Penutup ..........................................................................................8
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka...............................................................................................9







DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar