PIDANA DAN PEMIDANAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Sebenarnya tujuan dari
pidana itu adalah untuk mencegah timbulnya kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan-kejahatan yang berat
dan pidana mati dalam sejarah hukum pidana adalah merupakan dua komponen
permasalahan yang berkaitan erat. Hal ini nampak dalam KUHP Indonesia yang
mengancam kejahatankejahatan berat dengan pidana mati.
Waktu berjalan terus dan di pelbagai negara
terjadi perubahan dan
perkembangan baru. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan kalau ternyata sejarah pemidanaan dipelbagai bagian dunia mengungkapkan
fakta dan data yang tidak sama mengenai permasalahan kedua komponen tersebut
diatas. Dengan adanya pengungkapan fakta dan data berdasarkan penelitian
sosio-kriminologis, maka harapan yang ditimbulkan pada masa lampau dengan
adanya berbagai bentuk dan sifat pidana mati yang kejam agar
kejahatan-kejahatan yang berat dapat dibasmi, dicegah atau dikurangkan,
ternyata merupakan harapan hampa belaka.
Sejarah hukum pidana pada
masa lampau mengungkapkan adanya sikap dan pendapat seolah-olah pidana mati
merupakan obat yang paling mujarab terhadap kejahatan-kejahatan berat ataupun
terhadap kejahatan-kejahatan lain. Dalam pada itu bukan saja pada masa lampau,
sekarang pun masih ada yang melihat pidana mati sebagai obat yang paling
mujarab untuk kejahatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan
Pemidanaan
Masalah pemidanaan
berhubungan erat dengan kehidupan seseorang dimasyarakat, terutama bila
menyangkut kepentingan benda hukum yang paling berharga bagi kehidupan
bermasyarakat yaitu nyawa dan kemerdekaan atau kebebasan.
Pada masa sekarang ini telah
umum diterima pendapat bahwa yang menjatuhkan pidana adalah negara atau
pemerintah dengan perantaraan alat-alat hukum pemerintah. Pemerintah dalam
menjalankan hukum pidana selalu dihadapkan dengan suatu paradoxaliteit yang
oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan
sebagai berikut : “Pemerintah negara harus menjamin kemerdekaan individu,
menjamin supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi
kadang-kadang sebaliknya, pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan justru
menjatuhkan
hukuman itu, maka pribadi manusia tersebut
oleh pemerintah negara diserang, misalnya yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi
pada satu pihak pemerintah negara membela dan melindungi pribadi manusia
terhadap serangan siapapun juga, sedangkan pada pihak lain, pemerintah negara
menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu
Dalam hukum pidana dikenal
beberapa teori mengenai tujuan pemidanaan, antara lain, teori absolut (teori
pembalasan), teori relatif (teori prevensi) dan teori gabungan.
1. Teori
absolut (pembalasan) menyatakan bahwa kejahatan sendirilah yang memuat
anasir-anasir yang menuntut pidana dan yang membenarkan pidana dijatuhkan.
Teori pembalasan ini pada dasarnya dibedakan atas corak subjektif yang
pembalasannya ditujukan pada kesalahan si pembuat karena tercela dan corak
objektit yang pembalasannya ditujukan sekedar pada perbuatan apa yang telah
dilakukan orang yang bersangkutan.
2. Teori
relatif (prevensi) memberikan dasar dari pemidanaan pada pertahanan tata tertib
masyarakat. Oleh sebab itu tujuan dari pemidanaan adalah menghindarkan
(prevensi) dilakukannya suatu pelanggaran hukum. Sifat prevensi dari pemidanaan
adalah prevensi umum dan prevensi khusus, Menurut teori prevensi umum, tujuan
pokok pemidanaan yang hendak dicapai adalah pencegahan yang ditujukan pada
khalayak ramai, kepada semua orang agar supaya tidak melakukan pelanggaran
terhadap ketertiban masyarakat. Sedangkan menurut teori prevensi khusus, yang
menjadi tujuan pemidanaan adalah mencegah si penjahat mengulangi lagi kejahatan
atau menahan calon pelanggar melakukan perbuatan jahat yang telah
direncanakannya. Teori gabungan mendasarkan jalan pikiran bahwa pidana
hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban
masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada salah
satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang lain maupun pada semua unsur yang
ada.
Tujuan pemidanaan menurut konsep Rancangan
KUHP 1991/1992 dinyatakan dalam pasal 51, adalah sebagai berikut :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan
mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh
tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada
terpidana.
keseluruhan teori pemidanaan baik yang
bersifat prevensi umum dan prevensi khusus, pandangan perlindungan masyarakat, teori
kemanfaatan, teori keseimbangan yang bersumber pada pandangan adat bangsa
Indonesia maupun teori resosialisasi sudah tercakup didalamnya.
Menurut Muladi dalam perangkat tujuan
pemidanaan tersebut harus tercakup dua hal, yaitu pertama harus sedikit banyak
menampung aspirasi masyarakat yang menuntut pembalasan sebagai pengimbangan
atas dasar tingkat kesalahan si pelaku dan yang kedua harus tercakup tujuan
pemidanaan berupa memelihara solidaritas masyarakat, pemidanaan harus diarahkan
untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan masyarakat.
B. Pidana
Mati Dalam Perundang-undangan di Indonesia
Roeslan Saleh dalam
bukunya Stelsel Pidana Indonesia
mengatakan bahwa KUHP Indonesia membatasi kemungkinan dijatuhkannya pidana mati
atas beberapa kejahatan yang berat-berat saja. Yang dimaksudkan dengan
kejahatan-kejahatan yang berat itu adalah :
1. Pasal104 (makar terhadap presiden dan
wakil presiden)
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing
untuk bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jadi
perang)
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu
perang)
4. Pasal 140 aYat 3 (makar terhadap raja atau
kepala negara-negara sahabat yang
direncanakan dan berakibat maut)
5. Pasal 340 (pembunuhan berencana)
6. Pasal 365 ayat 4 (pencurian dengan kekerasan
yang mengakibatkan luka berat atau
mati)
7. Pasal 368 ayat 2 (pemerasan dengan
kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati)
8. Pasal444 (pembajakan di laut, pesisirdan
sungai yang mengakibatkan kematian).
Beberapa peraturan di luar KUHP juga
mengancamkan pidana mati bagi
pelanggarnya.
Peraturan-peraturan itu antara lain:
1. Pasal 2 Undang-Undang No.5 (PNPS) Tahun
1959 tentang wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan tentang memperberat
ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang membahayakan pelaksanaan
perlengkapan sandang pangan.
2.
Pasal 2 Undang-Undang No. 21 (Prp) Tahun 1959 tentang memperberat
ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi.
3. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat No.
12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
4. Pasal13 Undang-Undang No. 11 (PNPS) Tahun
1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi. Pasal 23 Undang-Undang no. 31 T
ahun 1964 tentang ketentuan pokok tenaga atom.
6.
Pasal 36 ayat 4 sub b Undang-Undang no. 9 tahun 1976 tentang
Narkotika
7. Undang-Undang No.4 Tahun 1976 tentang
kejahatan penerbangan dan kejahatan
terhadap sarana/prasarana penerbangan.
C. Pidana
Mati dalam Rancangan KUHP
Dalam pidato pengukuhannya
sebagai guru besar di Semarang tahun 1990 Muladi menyatakan bahwa hukum pidana
tidak boleh hanya berorientasi pada perbuatan manusia saja (daadstrafrecht),
sebab dengan demikian hukum pidana menjadi tidak manusiawi dan mengutamakan
pembalasan. Pidana hanya diorientasikan pada pemenuhan unsur tindak pidana
didalam perundang- undangan. Hukum pidana juga tidak benar apabila hanya
memperhatikan si pelaku saja (daderstrafrecht}, sebab dengan demikian penerapan
hukum pidana akan berkesan memanjakan penjahat dan kurang memperhatikan
kepentingan yang luas, yaitu kepentingan masyarakat,kepentingan negara ,dan
kepentingan korban tindak pidana.
Dengan demikian maka yang
paling tepat secara integral hukum pidana harus melindungi pelbagai kepentingan
diatas, sehingga hukum pidana yg dianut harus daad-daderstafrecht . Gambaran
tentang penerapan teori integratif dalam pemidanaan nampak dari pemahaman Tim
Perancang KUHP
1. Pasal 164 tentang menentang ideologi
negara Pancasila : Barang siapa secara melawan hukum dimuka umum melakukan perbuatan menentang
ideologi negera Pancasila atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan maksud mengubah
bentuk negara atau susunan pemerintahan sehingga berakibat terjadinya keonaran
dalam masyarakat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun.
2. Pasal167 tentang makar untuk membunuh
presiden dan wakil presiden
3. Pasal186 tentang pemberian bantuan kepada
musuh.
4. Pasal 269 tentang terorisme :
Ayat 1 : Dipidana karena melakukan terorisme,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling rendah tiga
tahun, barangsiapa menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap
target-target sipil dengan maksud menimbulkan suatu suasana teror atau
ketakutan yang besar dan mengadakan intimidasi Pada masyarakat, dengan tujuan
akhir melakukan perubahan dalam sistem politik yang berlaku.
Ayat 2 : Dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah
lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa
orang lain.
Ayat 3 : Dipidana pidana mati atau pidana
penjara paling lama duapuluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan
terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan
matinya orang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tujuan pemidanaan menurut
konsep Rancangan KUHP 1991/1992 dinyatakan dalam pasal 51, adalah sebagai
berikut :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan
mengadakan pembinaan sehingga
menjadikannya orang yang baik dan berguna.
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan
oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai
dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada
terpidana.
Roeslan Saleh dalam
bukunya Stelsel Pidana Indonesia
mengatakan bahwa KUHP Indonesia membatasi kemungkinan dijatuhkannya pidana mati
atas beberapa kejahatan yang berat-berat saja, seperti :
1. Pasal104 (makar terhadap presiden dan
wakil presiden)
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing
untuk bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau jadi
perang)
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu
perang)
DAFTAR PUSTAKA
·
Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, Pidana Mati
di Indonesia di Masa lain, Kini dan di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1985.
·
Djoko Prakoso dan Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-Pendapat Mengenai
Efektivitas Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1985.
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita
ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang
dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul
“Tujuan pemidanaan dan pidana mati menurut hokum di indonesia” ini dapat kami
selesaikan tepat pada tenggang waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Dalam
menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami
sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam
makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen
pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan
bagi para rekan pembaca.
Selanjutnya
ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing yang memberi dorongan pada kami
dalam menyusun makalah ini dan teman-teman kelompok yang telah berkerja sama
menyukseskan penyusunannya.
Wassalamua’alaikum wr,wb
Bangko 7 Juli
2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.......................................................................i
Daftar Isi .................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
...............................................................1
Latar Belakang
BAB II Pembahasan
A.
Tujuan
pemidanaan…………...........................................2
B.
Pidana
mati dalam per undang undangan.....................4
C. Pidana mati dalam rancangan
KUHP…………………..5
BAB III Penutup
...........................................................................7
Kesimpulan
Daftar Pustaka.............................................................................8
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
...........................................................................................i
Daftar
Isi .....................................................................................................ii
BAB
I Pendahuluan
Latar Belakang………………………………………………….……..........….….1
BAB
II pembahasan
A. Pembuktian dalam hokum pidana.…………………………….… 2
B.
Prinsip
pembuktian……………..... ………………………………4
C.
Barang
bukti…………………...….………………….…….……..6
BAB III Penutup
..........................................................................................8
Kesimpulan
Saran
Daftar
Pustaka...............................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar