PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PIDANA
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBUKTIAN DALAM HUKUM PIDANA
Pembuktian
adalah ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang
dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang
dibenarkan undang-undang dan boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan yang
didakwakan (M. Yahya Harahap SH).
Ruang
Lingkup Pembuktian
1. Sistem
pembuktian
2. Jenis alat
bukti
3. Cara
menggunakan dan nilai
4. Kekuatan
pembuktian masing-masing alat bukti
Sistem
Pembuktian
1. Sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka atau ”conviction intime”
2. Sistem
pembuktian menurut undang-undang secara positif atau ”wettelijk stesel”
3. Sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis atau ”laconvictioan
raisonel”
4. Sistem
pembuktian menurut undang-undang secara negatif atau ”negatif wettelijk
stesel”
1. Sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka (conviction intime)
Terbukti tidaknya kesalahan terdakwa semata-mata
ditentukan atas penilaian keyakinan atau perasaan hakim. Dasar hakim membentuk
keyakinannya tidak perlu didasarkan pada alat bukti yang ada.
2. Sistem
pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positif wettelijk
bewijs theori)
Apabila suatu perbuatan terdakwa telah terbukti sesuai
dengan alat-alat bukti sah menurut undang-undang, maka hakim harus menyatakan
terdakwa terbukti bersalah tanpa mempertimbangkan keyakinannya sendiri
3. Sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis(conviction
rasionnee)
Putusan hakim didasarkan atas keyakinannya tetapi harus
disertai pertimbangan dan alasan yang jelas dan logis. Di sini pertimbangan
hakim dibatasi oleh reasoning yang harus reasonable.
4. Sistem
pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatif wettelijk
bewijs theorie)
- Sistem
pembuktian ini berada diantara sistem positif wettelijk dansistem
conviction resionnee
- Salah
tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan pada
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.
Jadi sistem pembuktian yang dianut peradilan pidana
Indonesia adalah sistem pembuktian ”negatief
wettelijk stelsel” atau sistem pembuktian menurut undang-undang secara
negatif yang harus:
- Kesalahan
terbukti dengan sekurang-kurangnya ”dua alat bukti yang sah”
- Dengan
alat bukti minimum yang sah tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa telah
terjadi tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.
Sistem Pembuktian Yang Dianut Indonesia
- Pasal
183 KUHAP ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya”.
Prinsip Minimum Pembuktian
Asas minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur
batas yang harus dipenuhi untuk membutikan kesalahan terdakwa yaitu :
- Dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti sah (dengan hanya satu alat bukti belum
cukup).
- Kecuali
dalam pemeriksaan perkara dengan cara pemeriksaan ”cepat”, dengan satu alat
bukti sah saja sudah cupuk mendukung keyakinan hakim.
Prinsip Pembuktian
1. Hal
yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (notoire feiten)
2. Satu
saksi bukan saksi (unus testis nullus testis).
3. Pengakuan
(keterangan) terdakwa tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah.
BUKTI, BARANG BUKTI DAN ALAT BUKTI
BUKTI
KUHAP tidak menjelaskan apa itu bukti. Menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia, bukti ialah suatu hal atau peristiwa yang cukup untuk
memperlihatkan kebenaran suatu hal atau peristiwa. Tindakan penyidik membuat
BAP Saksi, BAP Tersangka, BAP Ahli atau memperoleh Laporan Ahli, menyita surat
dan barang bukti adalah dalam rangka mengumpulkan bukti.
Dengan perkataan lain bahwa :
1. Berita
Acara Pemeriksaan Saksi;
2. Berita
Acara Pemeriksaan Tersangka;
3. Berita
Acara Pemeriksaan Ahli/Laporan Ahli;
4. Surat
dan Barang bukti yang disita, kesemuanya mempunyai nilai sebagai BUKTI.
BARANG BUKTI
Barang bukti ialah benda baik yang bergerak atau tidak
bergerak, yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang mempunyai hubungan
dengan tindak pidana yang terjadi. Agar dapat dijadikan sebagai bukti maka
benda-benda ini harus dikenakan penyitaan terlebih dahulu oleh penyidik dengan
surat izin ketua pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya benda yang
dikenakan penyitaan berada. Kecuali penyitaan yang dilakukan oleh penyidik pada
Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu ada izin ketua pengadilan negeri
setempat.
Adapun benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah
:
1. benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga
diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
2. benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya.
3. benda
yang dipergunakan menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
4. benda
yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
5. benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
ALAT BUKTI
KUHAP juga tidak memberikan pengertian mengenai apa itu
alat bukti. Akan tetapi pada Pasal 183 KUHAP disebutkan ”Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya”.
Rumusan pasal ini memberikan kita garis hukum, bahwa :
1. alat
bukti diperoleh dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan.
2. hakim
mengambil putusan berdasarkan keyakinannya.
3. keyakinan
hakim diperoleh dari minimal dua alat bukti yang sah.
Adapun alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 KUHAP
ialah :
1. keterangan
saksi
2. keterangan
ahli
3. surat
4. petunjuk
5. keterangan
terdakwa
KETERANGAN SAKSI
Keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, alami sendiri dengan menyebutkan alasan
pengetahuannya itu.
Syarat Sah Keterangan Saksi
1. Saksi
harus mengucapkan sumpah atau janji (sebelum memberikan keterangan)
2. Keterangan
saksi harus mengenaiperistiwa pidana yang saksi lihat sendiri dengan sendiri
dan yang dialami sendiri, dengan menyebutkan alasan pengetahuannya
(testimonium de auditu = terangan yang diperoleh dari orang lain tidak
mempunyai nilai pembuktian).
3. Keterangan
saksi harus diberikan di sidang pengadilan (kecuali yang ditentukan pada pasal
162 KUHAP).
4. Keterangan
seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa (unus testis
nullus testis).
5. Pemeriksaan
menurut cara yang ditentukan undang-undang
KETERANGAN AHLI
Keterangan yang diberikan oleh orang memiliki keahlian
tentang hal yang diperlukan membuat terang suatu perkara pidana untuk
kepentingan pemeriksaan.
Syarat Sah Keterangan Ahli
1. Keterangan
diberikan oleh seorang ahli
2. Memiliki
keahlian khusus dalam bidang tertentu
3. Menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya
4. Diberikan
dibawah sumpah/ janji:
- Baik
karena permintaan penyidik dalam bentuk laporan
- Atau
permintaan hakim, dalam bentuk keterangan di sidang pengadilan
Jenis Keterangan Ahli
1. Keterangan
ahli dalam bentuk pendapat/ laporan atas permintaan penyidik)
2. Keterangan
ahli yang diberikan secara lisan di sidang pengadilan (atas permintaan hakim)
3. Keterangan
ahli dalam bentuk laporan atas permintaan penyidik/ penuntut hukum
DUA KETERANGAN AHLI = SATU ALAT BUKTI.
DUA KETARANGAN AHLI = DUA ALAT BUKTI.
Contoh merupakan satu alat bukti :
- Keterangan
ahli A : Sebab matinya korban karena rusaknya jaringan otak
- Ketarangan
ahli B : luka pada kepala korban menembus batok akibat peluru keliber 45
Contoh merupakan dua alat bukti :
- Keterangan
Ahli A : Sebab kematian korban karena mati lemas akibat tersumbatnya saluran
pernafasan.
- Keterangan
Ahli B : Sidik jari pada leher korban identik dengan sidik jari terdakwa.
Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan
Ahli
1. Mempunyai
nilai kekuatan pembuktian bebas
2. Tidak
mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat atau menentukan
3. Penilaian
sepenuhnya terserah pada hakim
SURAT
- Surat
Keterangan dari seorang ahli
- Memuat
pendapat berdasarkan keahliannya,
- Mengenai
suatu hal atau suatu keadaan
- Yang
diminta secara resmi dari padanya
- Dibuat
atas sumpah jabatan, atau dikuatkan dengan sumpah
Contoh : Visum et Repertum
Ada 2 bentuk surat :
1. Surat
Authentik/ Surat Resmi
- Dibuat
oleh pejabat yang berwenang, atau oleh seorang ahli atau dibuat menurut
ketentuan perundang-undangan
- Dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
2. Surat
Biasa/Surat Di Bawah Tangan
- Hanya
berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Contoh : Izin Bangunan, Akte Kelahiran, Paspor, Kartu
Tanda Penduduk, Ijazah, Surat Izin Mengemudi, dll.
Sifat Dualisme Laporan Ahli, Keterangan ahli
dalam bentuk pendapat/ laporan :
a) Sebagai
alat bukti keterangan ahli :
Penjelasan Pasal 186:
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyelidik atau penuntu umum yang dituangkan dalam bentuk
suatu laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan
atau pekerjaan.
b) Sebagai
alat bukti surat
Pasal 187 c:
Surat keterangan dari seorang ahli yang membuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu hal atau suatu keadaan
yang diminga secara resmi daripadanya.
KETERANGAN TERDAKWA
a. Keterangan
terdakwa sendiri :
- Pengakuan
bukan pendapat
- Penyangkalan
b. Tentang
perbuatan yang ia sendiri
- Lakukan,
atau
- Ketahui
atau
- Alami
c. Dinyatakan
di sidang :
- Keterangan
yang terdakwa berikan di luar sidang pengadilan dapat digunakan membantu
menemukan bukti di sidang.
Keterangan Terdakwa Diluar Sidang
Dapat digunakan membantu menemukan bukti disidang
asalkan:
- Didukung
oleh suatu alat bukti yang sah
- Mengenai
hal yang didakwakan kepadanya
Contoh : Berita Acara Tersangka oleh penyidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar