Tafsir Ayat Jual Beli dan Riba
(Surat Al-Baqarah
ayat 275 s/d 278)
1. Nash Ayat
Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Baqarah
ayat 275, 276, 278 yang berbunyi :
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(275)يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ(276) إِنَّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا
الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ
هُمْ يَحْزَنُونَ(277)يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ(278)
Artinya
:
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275)
Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.( 276)
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(277)
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.(278)
2. Sebab turunnya ayat
Kaum Tsaqif, penduduk kota Taif telah membuat kesepakatan
dengan Rasulullah SAW bahwa semua hutang mereka demikian juga piutang (
tagihan) yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya
saja. Setelah Fathu Makkah, Rasulullah SAW menunjuk ‘Itab ibn Usaid sebagai
gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif. Bani Amr ibn Umar adalah
orang yang biasa meminjamkan uang secara riba kepada bani Mughirah sejak zaman
jahiliyah dan Bani Mughiroh senantiasa membayarkannya. Setelah kedatangan Islam,
mereka memiliki kekayaan yang banyak. Karennya, datanglah Bani Amer untuk
menagih hutang dengan tambahan riba, tetapi Bani Mughirah menolak. Maka
diangkatlah masalah itu kepada Gubernur ‘Itab ibn Usaid dan beliau menulis
kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah Saw lalu menulis
surat balasan yang isinya “ Jika mereka ridha atas ketentuan Allah SWT
diatas maka itu baik, tetapi jika mereka menolaknya maka kumandangkanlah
ultimatum perang kepada mereka.[1]
3. Mufrodat
Beberapa mufrodat yang penting antara lain adalah[2] :
§ (يأكلون ) : arti
harfiyahnya adalagh memakan, disini berarti mengambil atau memanfaatkan. Karena
itulah tujuan utamanya. Maksudnya bahwa kebanyakan bentuk dalam mengambil
manfaat adalah memakannya.
§
(يقومون (: maksudnya bangkit dari kubur mereka
§
(يتخبطهم) : artinya kesurupan atau kemasukan
syetan
§
(يمحق) artinya
mengurangkannya dan menghilangkan barakahnya
§
(يربي) : artinya menambahkan dan menumbuhkannya serta melipat
gandakan ganjarannya.
§
(حرب) : arti perang dari Allah dan Rasul-Nya disni adalah diperlakukan
seperti seorang bughot (pemberontak) dan sebagai musuh Allah.
4.
Hukum
yang terkandung di dalamnya
Ayat yang melarang riba ini bila
disimak lebih jauh mengandung banyak pengeقtian
hukum, diantaranya :
§ Dibolehkannya semua praktek jual beli yang tidak ada larangan syar`i di dalamnya. Jual beli sendiri memiliki arti memiliki harta dengan
harta melalui ijab qabul dengan keridhaan keduanya.
§ Diharamkannya riba dan
dimaklumatkan perang dari Allah dan Rasul-Nya.
5. Haramnya Riba Dalam al-Quran dan Sunnah
Riba secara mutlak telah diharamkan oleh Allah swt dan
Rasuluullah saw memalui ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Diantara
nash-nash itu adalah sebagi berikut :
·
Al-Quran
Al-Quran mengharamkan riba dalam empat marhalah / tahap.
Doktor Wahbat Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan tahapan pengharam
riba adalah sebagai berikut [3]:
- Tahap Pertama
Dan sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(QS. Ar-Ruum : 39 )
Ayat ini turun di Mekkah dan menjadi tamhid
diharamkannya riba dan urgensi untuk menjauhi riba.
- Tahap Kedua
Maka disebabkan kezaliman
orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik
(yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, (QS. An-Nisa : 160-61)
Ayat ini
turun di Madinah dan menceritakan tentang perilaku Yahudi yang memakan riba dan
dihukum Allah. Ayat ini merupakan peringatan bagi pelaku riba.
- Tahap Ketiga
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(Ali Imron :
130)
Pada tahap ini Al-Quran mengharamkan
jenis riba yang bersifat fahisy, yaitu riba jahiliyah yang berlipat
ganda.
- Tahap Keempat
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah
dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.(Al-Baqarah : 278-279)
Pada tahap ini Al-Quran telah
mengharamkan seluruh jenis riba dan segala macamnya. Alif lam pada kata (ال) mempunyai
fungsi lil jins, maksudnya diharamkan semua jenis dan macam riba dan bukan
hanya pada riba jahiliyah saja atau riba Nasi’ah. Hal yang sama pada alif lam
pada kata (البيع) yang berarti semua jenis jual beli.
·
As-Sunah
As-Sunnah
juga menjelaskan beberapa praktek riba dan larangan bagi pelakunya :
لعن رسول الله آكل الربا وموكله وكاتبه و شاهديه وقال : هم سواء
Artinya
: Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi, yang mencatat dan dua
saksinya. Beliau bersabda : mereka semua sama .[4]
Dalam hadits lain disebutkan :
Diriwayatkan
oleh Aun bin Abi Juhaifa,”Ayahku membeli budak yang kerjanya membekam. Ayahku
kemudian memusnahkan alat bekam itu. Aku bertanya kepaa ayah mengapa beliau
melakukannya. Beliau menjawab bahwa Rasulullah saw. Melarang untuk menerima
uang dari transaksi darah, anjing dan kasab budak perempuan. Beliau juga
melaknat penato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta melaknat pembuat
gambar. [5]
Dengan dalil-dalil qoth’i
di atas, maka sesungguhnya tidak ada celah bagi umat Islam untuk
mencari-cari argumen demi menghalalkan riba. Karena dali-dalil itu sangat
sharih dan jelas. Bahkan ancaman yang diberikan tidak main-main karena Allah
memerangi orang yang menjalankan riba itu.
6. Bunga Bank Adalah Riba Yang Diharamkan
Karena keterbatasan ilmu syariah, masih banyak kalangan
umat Islam yang bertanya-tanya tentang kehalalan bunga bank. Kehidupan
perekonomian tidak mungkin lagi dilepaskan dari jasa perbankan. Bahkan untuk
kepentingan rumah tangga. Padahal umumnya bank menjalankan praktek ribawi dalam
banyak transaksinya.
Meskipun praktek ribawi pada bank itu sangat jelas, namun
masih ada juga mereka yang berusah mencari argumen yang membolehkan. Paling
tidak memakruhkan. Umumnya orang-orang yang berdiri di belakang argumen itu
masih memandang bahwa pendirian bank Islam yang non-ribawi mustahil, tidak
mampu atau –mungkin- tidak memiliki kemauan dan harapan pada kesadaran umat
dalam mengatur ekonominya sesuai dengan syariat Allah SWT. Beragam argumen itu
bila kita telaah secarara jernih dengan nurani yang jujur, maka akan nampak
nyata kelemahan-kelemahannya.
Penulis akan kutipkan beberapa pokok argumen secarara
singkat dilengkapi dengan jawaban atas kelemahannya.
a. Alasan Darurat
Alasan darurat adalah
alasan paling klasik dan paling sering terdengar atas dibolehkannya bank
ribawi. Biasanya dalil yang digunakan adalah Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi (الضرورات تبيح
المحظورات) artinya dharurat itu membolehkan mahzurot /
yang dilarang.[6]
Pendapat seperti ini pada
dasarnya mengakui haramnya riba pada bank-bank konvensional. Namun barangkali
karena tidak punya alternatif lain, terutama di masa sulit era awal orde baru,
banyak pendapat orang yang dengan terpaksa membolehkannya.
Jawaban :
Pendapat seperti di atas
bila dikaitkan dengan kondisi sekarang sudah tidak sesuai lagi. Karena kaidah
fiqiyah yang berkaitan dengan darurat itu masih ada kaidah lainnya yaitu (الضرورات تقدر
بقدرها) artinya bahwa darurat itu harus dibatasi sesuai dengan
kadarnya. [7]
As-Suyuti menjelaskan
tentang sifat darurat, yaitu apabila seseorang tidak segera melakukan sesuatu
tindakan yang cepat, akan membawa pada jurang kematian. [8].
Padahal bila kita tidak menabung di bank konvensional tetapi di bank syariat,
kita tidak akan celaka atau mati.
Sedang Dr. Wahbat
Az-Zuhaili menjelaskan bahwa situasi darurat itu seperti seseorang yang
tersesat di hutan dan tidak ada makanan kecuali daging babi yang diharamkan.
Dalam keadaan itu Allah menghalalkan dengan dua batasan.[9]
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Baqorah : 173).
Sedangkan umat Islam banyak
yang menabung di bank konvensional bukan karena hampir mati tidak ada makanan,
justru banyak yang tergiur oleh hadiah yang ditawarkan. Jadi dalam hal ini kata
darurat sudah tidak relevan lagi.
Di Indonesia sendiri bank
yang berpraktek secara Islami dan bebas riba telah dan mulai bermunculan. Data
per Nopember 2000 menunjukkan beberapa bank yang menggunakan praktek non ribawi
yaitu :
1. Bank
Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 Nopember 1991
2. Bank
Syariah Mandiri (BMS) yang merupakan bank milik pemerintah pertama yang
menerapkan syariah. Asetnya kini sekitar 2 sampai 3 trilyun dengan 20
cabangnya.
3. Konversi
bank konvensional kepada bank syariah[10]
:
§
Bank IFI (membuka cabang syariah pada 28 Juni
1999)
§
Bank Niaga (akan membuka cabang syariah )
§
Bank BNI `46 (telah memiliki 5 cabang )
§
Bank BTN (dalam perencanaan)
§
Bank Mega (akan menkonversikan anak
perusahaannya menjadi syariah)
§
Bank BRI (akan membuka cabang syariah)
§
Bank Bukopin (akan membuka cabang syariah di
Aceh )
§
BPD Jabar (telah membuka cabang syariah di
Bandung)
§
BPD Aceh
b. Yang Haram Adalah Yang
Berlipat Ganda
Ada pendapat yang
mengatakan bahwa bunga bank hanya dikategorikan riba bila sudah berlipat ganda
dan memberatkan, sedangkan bila kecil dan wajar-wajar saja dibenarkan.[11]
Pendapat ini berasal dari pemahaman yang salah tentang surat Ali Imran ayat 130
yang berbunyi :
ِArtinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda (QS. Ali Imran : 130)
Jawaban :
Memang sepintas ayat ini
hanya melarang riba yang berlipat ganda. Akan tetapi bila kita cermati lebih
dalam serta dikaitkan dengan ayat-ayat lain secarara lebih komprehensip, maka
akan kita dapat kesimpulan bahwa riba dengan segala macam bentuknya mutlak
diharamkan. Paling tidak ada dua jawaban atas argumen di atas :
§ Kata (أضعاف) yang
berarti berlipat ganda itu harus dii’rab sebagai (حال) haal yang berarti sifat riba dan
sama sekali bukan syarat riba yang diharamkan. Ayat ini tidak dipahami bahwa
riba yang diharamkan hanyalah yang berlipat ganda, tetapi menegaskan
karakteristik riba yang secarar umum punya kecendrungan untuk berlipat ganda
sesuai dengan berjalannya waktu. Hal seperti itu diungkapkan oleh Syeikh Dr.
Umar bin Abdul Aziz Al-Matruk, penulis buku Ar-Riba wal Mua’amalat
al-Mashrafiyah fi Nadzri ash-Shariah al-Islamiyah.[12]
§ Perlu direnungi penggunaan mafhum
mukholafah dalam ayat ini sala kaprah, tidak sesuai dengan siyaqul kalam,
konteks antar ayat, kronologis penurunan wahyu maupun sabda Raulullah SAW.
Secarar sederhana bila kita gunakan mahhum mukholafah yang berarti
konsekuensi terbalik secarara sembarangan, akan melahirkan penafsiran yang
keliru. Sebagai contoh, bila ayat tentang zina dipahami secarara mafhum
mukholafah, jangan dekati zina. Maka yang tidak boleh mendekati, berarti
zina itu sendiri tidak dilarang. Begitu juga daging babi, yang dilarang makan
dagingnya, sedang kulit, tulang, lemak tidak disebutkan secarar eksplisit.
Apakah berarti semuanya halal ? tentu tidak.
§ Secarara linguistik kata (ضعف)
adalah jamak dari (أضعاف) yang berarti kelipatan-kelipatan. Bentuk jama’ itu
minimal adalah tiga. Dengan demikian (أضعاف)
berarti 3x2 = 6. Adapun (مضاعفا) dalam ayat itu menjadi ta’kid (تأكيد) atau penguat. Dengan demikian, kalau berlipat ganda itu
dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimum harus enam kai
lipat atau bunga 600 %. Secarara operasional dan nalar sehat, angka itu
mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam. [13]
c. Yang Haram Melakukan Riba
Adalah Individu Bukan Badan Hukum
Bank adalah sebuah badan
hukum dan bukan individu. Karena bukan individu, maka bank tidak mendapat beban
/ taklif dari Allah. Seperti yang sering disebutkan sebagai syarat mukallaf
antara lain : akil, baligh, tamyiz dan seterusnya. Bank tidak akil, baligh dan
tamyiz. Artinya bukanlah mukallaf. Sehingga praktek bank tidak termasuk
berdosa, karena yang dapat berdosa adalah individu. Ketika ayat riba turun di
jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan. Dengan demikian bank
LIPPO, BCA, Danamon dan lainnya tidak terkena hukum taklif, karena pada saat
Nabi Hidup belum ada.
Pendapat
seperti ini pernah dikemukakan oleh Dr. Ibrahim Hosen dalam sebuah workshop
on bank and banking interest, disponsori oleh Majelis Ulama Indonesia pada
tahun 1990. [14]
Jawaban
:
Argumen
ini memiliki kelemahan dari beberapa sisi, yaitu :
·
Tidak
benar bahwa pada zaman nabi tidak ada badan keuangan sama sekali. Sejarah Roma,
Persia dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga keuangan yang mendapat pengesahan
dari pihak penguasa. Dengan kata lain, perseroan mereka masuk dalam lembaran
negara.[15]
·
Dalam
tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering disebut sebagai juridical
personality atau syakhshiyyah hukmiyah (الشخصية الحكومية).
Juridical
personality
ini sah secarara hukum dan dapat mewakili individu-individu secarar
keseluruhan.
·
Bank
memang bukan insan mukallaf, tetapi melakukan amal mukallaf yang
jauh lebih besar dan berbahaya. Alangkah naifnya bila kita mengatakan bahwa
sebuah gank mafia pengedar drugs dan narkotika tidak berdosa dan tidak terkena
hukum karena merupakan sebuah lembaga dan bukan insan mukallaf. Demikian
juga lembaga keuangan, apa bedanya dengan seorang rentenir pemakan darah
masyarakat ? Bedanya, yang satu seorang individu yang beroperasi tingkat RT dan
RW, sedang yang lainnya adalah kumpulan dari individu-individu yang
secarara terorganisis dan modal raksasa melakukan operasi renten dan pemerasan
tingkat tinggi dalam skala nasional bahkan internasional dan mendapat aspek
legalitas dari hukum sekuler.
d. Yang haram adalah yang
konsumtif
Pendapat ini mengatakan bahwa riba yang diharamkan hanya
bersifat konsumtif saja. Sedangkan riba yang bersifat produktif tidak haram.
Alasan yang digunakan adalah ‘illat dari riba yaitu pemerasan. Dan pemerasan
ini hanya dapat terjadi pada bentuk pinjaman yang konsumtif saja. Sebab debitur
bermaksud menggunakan uangnya untuk menutupi kebutuhan pokoknya saja seperti
makan, minum, pakaian, rumah dan lain-lain. Debitur melakukan itu karena
darurat dan tidak punya jalan lain. Maka mengambil untung dari praktek
konsumtif seperti ini haram.
Dewasa ini telah terjadi perubahan pandangan karena
terjadinya perubahan pada bentuk pinjaman setelah berdirinya bank. Debitur
(peminjam) tidak lagi dipandang sebagai pihak lemah yang dapat diperas oleh
kreditur dalam hal ini bank. Selain itu kreditur tidak pula memaksakan
kehendaknya kepada debitur. Yang terjadi justru sebaliknya, debiturlah yang
menjadi pihak yang kuat yang dapat menentukan syarat dan kemauannya kepada
kreditur. Jadi bank menjadi debitur karena meminjam uang kepada nasabah.
Sedangkan nasabah menjadi kreditur karena meminjaminya. Namun bank bukan lagi
peminjam yang lemah, justru menjadi pihak yang kuat.
Karena cara-cara yang sekarang berjalan sama sekali
berbeda dengan sebelumnya, maka harus dibedakan antara pinjaman produktif dan
konsumtif. Pinjaman produktif hukumnya halal dan pinjaman konsumtif hukumnya
haram.
Pendapat ini didukung oleh Dr. Muhammad Ma’ruf Dawalibi
dalam Mukatamar Hukum Islam di Perancis bulan Juli 1951 yang berkata :”Pinjaman
yang diharamkan hanyalah pinjaman yang berbentuk konsumtif, sedangkan yang
berbentuk produktif tidak diharamkan. Karena yang dilarang Islam hanyalah yang
konsumtif.[16]
Jawaban :
·
Orang
yang beranggapan bahwa pemerasan itu hanya ada pada pinjaman konsumtif dan
tidak ada pada pinjaman produktif adalah tidak beralasan. Sebab pinjaman
produktif pun juga bersifat pemerasn. Sebagai bukti bahwa bank-bank dewasa ini
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. Tetapi memberikan porsi yang sangat
kecil dari keuntungannya itu kepada deposan.
·
Para
ulama menetapkan bahwa pinjaman yang diharamkan Al-Quran adalah pinjaman
jahiliyah. Ketika mereka melakukan peminjaman sesama mereka tentu untuk usah
mereka dalam sekala bear. Tidak mungkin bagi mereka yang termasuk tokoh
saudagar besar dan pemilik modal seperti Abbas bin Abdul Muttalib atau Khalid
bin Walid melakukan pemerasan kepada orang yang lemah dan miskin. Mereka
terkenal sebagai dermawan besar dan bangga disebut sebagai dermawan. Mereka
punya kebiasaan menyantuni orang lapar dan memberi pakaian. Pinjaman yang
bersifat konsumtif tidak terjadi antar mereka. Justru pinajam produktif yang di
dalam Al-Quran mereka memang dikenal sebagai pedang yang melakukan perjalan
musim dingin ke Yaman dan musim panas ke Syam. Masyarakat Quraisy umumnya
adalah pedagang dan pemodal sehingga pinjaman-pinjaman waktu itu memang untuk
kebutuhan perdagangan yang bersifat produktif dan bukan konsumtif. [17]
7. Pendapat yang mengharamkan bunga bank
a. Majelis Tarjih
Muhammadiyah [18]
- Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c :
…bank dengan sistem
riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
…bank yang diberikan oleh
bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini
berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.
b. Lajnah Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama [19]
Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun
1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara
mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba
sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank
hukumnya syubhat.
c. Organisasi Konferensi
Islam (OKI) [20]
Semua peserta sidang OKI yang berlangsung di Karachi,
Pakistan bulan Desember 1970 telah menyepakati dua hal :
§ Praktek Bank dengan sistem
bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islam
§ Perlu segera didirikan
bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip
Islam.
c. Mufti Negara Mesir [21]
Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900
hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba
yang diharamkan.
d. Konsul Kajian Islam Dunia [22]
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini
telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan
bahwa tidak ada keraguanatas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang
dilakukan bank-bank konvensional. Diantara 300 ulama itu tercatat nama seperti
Syeikh Al-Azhar, Prof . Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad
Zarqa’, Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir
dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.
8. Hukum Bekerja di Bank Ribawi
Sebagai pelengkap makalah ini, penulis kutipkan masalah
yang timbul akibat haramnya praktek riba di bank konvensional. Yaitu hukum
bekerja sebagai pegawai pada lembaga seperti itu. Dr. Yusuf Al-Qoradawi dalam
Fatwa Kontemporernya menuliskan tentang hukum bekerja di bank ribawi :
“Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan
dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah
menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan
dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan
Rasulullah saw.: "Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada
waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang
tidak memakannya maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan Ibnu
Majah)
Kondisi seperti
ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja
di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem
ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh
sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam. Perubahan itu tentu saja harus
diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan
guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa.
Islam sendiri
tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam
memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam
ketika mulai mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang
terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka
jalan pun akan terbuka lebar. Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal
ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya, dan segenap kemampuannya
melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sistem
perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang
tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berpaham sosialis. Di sisi
lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan
dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang nonmuslim seperti Yahudi dan
sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.
Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan
yang berhubungan dengan dunia perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang
halal dan baik, seperti kegiatan perpialangan, penitipan, dan sebagainya;
bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram. Oleh karena itu, tidak mengapalah
seorang muslim menerima pekerjaan tersebut --meskipun hatinya tidak rela--
dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang
diridhai agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia
rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap
dirinya dan Rabb-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan
niatnya: "Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan."
(HR Bukhari)
Sebelum saya
tutup fatwa ini janganlah kita melupakan kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha
diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan
saudara penanya untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari
penghidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah SWT: "... Tetapi barangsiapa
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173)
9. Alternatif yang harus dilakukan
a. Peran Ulama
Para
ulama sebagai sosok yang seharusnya tidak takut kepada Allah seperti yang
dijelaskan Al-Quran, harus berani mengatakan yang haq walaupun itu pahit.
Keberanian ulama akan dikenang umat sepanjang masa, sedangkan bila mereka hanya
mengejar dunia, takut pada penguasa, tidak berati mengatakan al-haq, tidak akan
dikenal orang. Kalau pun ditulis dalam sejarah, maka hanya akan dicatat sebagai
contoh ulama suu` yang kerjanya menjilat penguasa. Kalau ulama hanya menjadi
tukang stempel maunya penguasa, maka jangan diharap umatnya akan maju. Jadi ulama harus tegas dengan akidah dan ilmu
yang telah dipelajarinya. Tidak boleh goyah hanya untuk kesenangan duniawi.
Selain itu para ulama harus membentuk jaringan umat Islam yang mempersatukan
mereka dalam ukhuwah Islamiyah dan meninggalkan kepentingan golongan, kelompok,
partai dan sebagainya. Ulama harus menjadi motivator berdirinya bangunan Islam
yang kokoh dan bukan menjadi penghambat kebangkitan Islam
b. Sosialisasi
Islam
sebagai sistem ekonomi telah jelas. Bahkan dipelajari dan dilaksanakan justru
di negeri-negeri non Islam. Bagi umat Islam di Indonesia, mendirikan bank
dengan praktek Islam sesungguhnya bukan hal sulit, tetapi barangkali
sosialisasi atas keuntungan praktek bank secarara islami masih belum merata.
c. Pendidikan
Umat
Islam harus memasukkan pelajaran ekonomi yang sesuai dengan syariah Islam di
semua level pendidikan dan membuang jauh-jauh doktrin ekonomi kapitalis yang
telah terbukti gagal total dalam membangun negeri. Jadi perlu disusun ulang
kurikulum pendidikan sejak SD, SMP, SMU, SMK dan perguruan tinggi. Jangan
adalagi perguruan tinggi milik umat Islam yang masih membuka fakultas ekonomi
tetapi isinya justru ekonomi kapitalis.
d. Pemerintah
Pemerintah
harus sadar bahwa tanpa dukungan umat Islam, mareka tidak akan lama memimpin.
Umat Islam sudah semakin pandai dan mengerti terntang ajaran agamanya. Dan
hasrat untuk menerapkan sistem Islam dalam segala segi semakin hari semakin
kuat. Hal ini harus diakomodir dalam bentuk undang-undang dan kebijakan yang
nyata bila tidak ingin ada pergolakan sosial yang membuat stabilitas terganggu.
Namun hal ini akan kembali kepada mentalitas para pejabat. Apakah mereka adalah
seorang negarawan atau hanya sekedar kaki tangan barat yang duduk bersimpuh di
depan polisi dunia itu.
10. Pustaka
1.
Tafsir At-Thabari, juz 6
2.
Wahbat Az-Zuhaili Dr., Tafsir Al-Munir, Darul Fikr
Al-Mu’ashir Libanon
3.
Wahbat Az-Zuhaili Dr., Tafir Al-Munir fil Aqidah wa
as-Syariah wa Al-Minhaj, Daarul Fikr, Damaskus, Syria
4.
Wahbat Az-Zuhaili Dr., Nazhoriat ad-Dharurat
as-Syar’iyah, Muassasah Ar-Risalah, Beirut, 1985
5.
Sahih Bukhori 2084 Bab Al-Buyu`
6.
Muhammad Shidqi ibn Ahmad Al-borno, Al-Wajiz fi Idhahi
Qowa’id al-Fiqhiyah, Univ. Al-Imam Muhammad Ibn Su`ud, Riyadh, 1990[1]
7.
Muhammad Shidqi ibn Ahmad Al-Borno
8.
As-Suyuti Jalaluddin Abd. Rahman, al-Asybah wa Nazhair
fi Qowa’id wa Furu` al-Fiqhiyah as-Syafi’iyah, Darul Kutub al-amaliyah, Beirut
9.
Kahar Mansyur, Beberapa pendapat tentang riba, Jakarta,
Kalam Mulia, 1999
10.
الربا والمعملات المصرفية في
نظر الشريعة الإسلامية
11.
Syafi`I Antonio, Muhammad, Bank Syariat dari teori ke
praktek, Gema Insani Press, Jakarta 2001,
12.
Dr. Abu Sura`i
Abdul Hadi MA, Bunga Bank Dalam Islam, Al-Ikhlas Surabaya, 1993, hal
159-160
13.
Dr. Dawalibi, Al-Madkhal Ila ‘Ilmi Ushulil Fiqhi, hal
46
14.
Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi,
Lembaga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1999
15.
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Universitas
Yarsi, Jakarta, 1999
16.
Yusuf Al-Qorodhowi, Fatwa-fatwa Kontemporer
Tafsir Ayat
Pencurian dan Hukum Potong Tangan
1. Nash ayat
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا
نَكَالاً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ( سورة المائدة : 38)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
(Qs. Al-Maidah : 38)
2. Sebab turunnya ayat
Ayat ini turun pada Thu’mah bin
Ubairiq ketika mencuri baju perang milik tetangganya, Qatadah bin An-Nu’man.
Baju itu laludisembunyikan di rumah Zaid bin As-Samin seorang yahudi. Namun
terbawa juga kantung berisi tepung yang bocor sehingga tercecerlah tepung itu
dari rumah Qatadah sampai ke rumah Zaid.
Ketika Qatadah menyadari baju
perangnya dicuri, dia menemukan jejak tepung itu sampai ke rumah Zaid. Maka
diambillah baju perang itu dari rumah Zaid. Zaid berkata,”Saya diberi oleh
Thu’mah”.
Dan orang-orang bersaksi
membenarkannya. Saat itu Rasulullah SAW ingin mendebat Thu’mah, lalu turunlah
ayat ini yang menerangkan tentang hukum pencurian.
Sedangkan sebab turun ayat
selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari Ahmad dari Abdillah bin amru
bahwa seorang wanita telah mencuri di masa Rasulullah SAW. Lalu dipotonglah
tangan kanannya. Wanita itu lalu bertanya,”Masih mungkinkah bagi saya untuk
bertaubat ?”. Maka turunlah ayat yang artinya Maka
barangsiapa bertaubat sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
3. Pengertian pencurian, hukum dan sifatnya
a. Pembagian Pencurian
Al-Ustaz As-Sayyid Sabiq penyusun Fiqhus Sunnah membagi
jenis pencurian menjadi beberapa bentuk dan jenis. Masing-masing mempunyai
ancaman hukuman tersendiri. [23]
§
Pencurian
yang diancam hukuman ta`zir.
Pencurian yang diancam hukuman
ta`zir adalah pencurian yang tidak memenuhi syarat dan kriteria pencurian yang
dimaksud dalam surat Al-Maidah ayat 38.
Seperti bila tidak mencapai nishab
atau barangnya tidak disimpan dan seterusnya. Dalam hal ini potong tangan tidak
boleh dilaksanakan dan sebagai gantinya hakim bisa menerapkan ta`zir.
§
Pencurian
yang diancam hukum potong tangan
Inilah pokok pembicaraan kita
dalam tafsir surat Al-Maidah ayat 38 ini.
§
Pencurian
yang diancam hukum bunuh, salib, potong tangan dan kaki atau dibuang.
Ini adalah bentuk pencurian yang
dikombinasikan dengan perampasan dan perampokan bahkan pembunuhan. Dalam
isitlah fiqih disebut dengan hiraabah.
b. Definisi Pencurian
Para ulama telah membuat batasan
pencurian dengan perbuatan sejenisnya. Dengan pembatasan atau definisi itu,
maka meski perbuatan sejenis mirip dengan pencuria, tapi tidak diganjar dengan
hukum potong tangan.
Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah
:
“Mengambil
hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah dimana
barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh pemiliknya”.
Dari definisi para
ulama, maka bentuk pengambilan hak orang lain yang tidak memenuhi kriteria
pencurian adalah tidak termasuk pencurian yang dimaksud. Diataranya yang bukan
termasuk pencurian adalah :
ú Perampasan/penodongan
: yaitu mengambil secara paksa dengan sepengetahuan pemilik harta. (انتهاب)
ú Pengkhianatan
: yaitu pengambilan hak orang lain dimana pelakunya adalah orang yang diamanahi
menjaga barang itu.(خيانة)
ú Penjambretan
: yaitu mengambil hak orang lain dengan cara membuat lengah pemiliknya lalu
mengambilnya dengan cepat dan melarikan diri.(اختلاس)
ú Penggelapan
: yaitu mengambil hak orang lain dengan cara membawa lari uang yang
dipinjamnya.(جاحد العارية). Namun ada juga pendapat yang mewajibkan pelakunya dipotong
tangan.
Bentuk-bentuk pengambilan hak
orang lain ini tidak termasuk dalam kriteria pencurian yang diancam dengan
hukuman “had”.
Dalilnya adalah :
“Pengkhianat dan
penjambret itu tidak dipotong tangannya” HR. Ahmad, Ashhabus Sunan, Ibnu Hibban
dan dishahihkna oleh At-Tirmizy.
Dari Jabir ra. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,“Perampas / penodong itu tidak dipotong tanganya” HR.
Abu Daud.
Jadi hukuman yang mereka terima
adalah berdasarkan hukum “ta`zir” yang bentuknya diserahkan kepada
kebiajakan qadhi / hakim. Bisa dalam bentuk cambuk, pemukulan, penjara
yang lama atau denda.
Qadhi `Iyadh menyebutkan mengapa
Allah menetapkan hukuman potong tangan hanya pada kasus pencurian saja,
sedangkan kasus penjambretan dan penodongan tidak diterapkan potong tangan ?
Hikmahnya adalah bentuk-bentuk itu
kecil nilainya bila dibandingkan dengan
pencurian. Karena bisa dengan mudah untuk mengembalikannya cukup dengan tuduhan
yang disampaikan kepada hakim. Dan pembuktiannya pun mudah sekali.
Berbeda dengan pencurian yang
cukup sulit untuk membuktikannya sehingga memerlukan metode tersendiri dan
karena itu pula hukumannya harus lebih keras.[24]
c. Hukum “HAD” bagi pencuri
Allah SWT telah menetapkan hukum
had bagi pencuri yang memenuhi kriteria pencurian, yaitu dengan dipotong
tangannya.
Dalilnya adalah firman Allah SWT
:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا
نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38)
Dalil dari sunnah Rasulullah SAW :
Dari Asiyah ra. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,“Orang-orang sebelummu itu binasa karena pembesar
mencuri dibiarkan dan bila orang lemah yang mencuri barulah dihukum”. HR.
Bukhari, Muslim, At-Tirmizy, Abu Daud dan An-Nasai.
Para ulama
sepakat bahwa selain dipotong tangannya juga wajib mengganti harta yang
diambilnya tanpa hak itu. Hal itu bila barang yang diambilnya masih ada di
tangan. Namun bila harta yang dicuirnya itu sudah habis atau sudah tidak di
tangannya lagi, bagaimana hukumnya ?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat :
§ Al-Hanafiyah berpendapat bahwa bila harta yang dicuri itu sudah tidak ada lagi, maka cukup dipotong tangannya saja dan tidak diwajibkan mengganti. Alasannya karena Allah SWT tidak menyebutkan kewajiban untuk mengganti. Padahal dalam ayat yang mewajibkan potong tangan itu, Allah tidak memerintahkan keharusan untuk mengganti harta yang diambilnya. Alasan lainnya yang menguatkan adalah hadits Rasulullah SAW,”Apabila seorang pencuri dipotong tangannya, maka tidak perlu mengganti”. [25]
Bahkan bila masalahnya diangkat ke pengadilan dan pencuri itu mengembalikan, maka menurut pendapat ini, tidak perlu dipotong tangannya.
§
Al-Malikiyah berpendapat bahwa
pencuri itu orang berada, maka
selain dipotong tangannya juga wajib mengganti barang yang diambilnya. Ini
sebagai bentuk peringatan untuknya. Namun bila pencuri itu miskin dan tidak
mampu mengganti, maka cukup dipotong tangannya saja tanpa kewajiban mengganti.
§
Sedangkan
Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa baik ptong tangan maupun
mengganti harta yang diambil harus diterapkan. Bila barang yang diambil itu
sudah hilang, wajib mengganti senilai harganya. Hal ini dengan tidak membedakan
antara apakah pencuri itu mampu atau tidak mampu.
Karena potong tangan itu
kewajiban kepada Allah dan mengganti itu kewajiban kepada manusia. Dan
masing-masing memiliki latar belakang perintah kewajiban yang berbeda-beda.
Dan pendapat inilah yang paling
rajih dan mendekati kebenaran. Karena hadits yang digunakan Al-Hanafiyah adalah
hadits dha`if.
d. Bila pencurian dilakukan berkali-kali
Bila seorang pencuri yang telah
pernah dihukum potong tangan, lalu kedapatan mencuri lagi, bagaimana bentuk
hukumannya ? Apakah dipotong lagi atau tidak ?
Bila seorang pencuri terbutki
mencuri untuk pertama kalinya, para ulama sepakat untuk memotong tangan pencuri
yaitu tangan kanannya. Sedangkan bila untuk kedua kalinya terbutki mencuri
lagi, maka ulama pun sepakat untuk memotong kaki kirinya.
Tapi para ulama berbeda pendapat
bila pencuri itu untuk ketiga kalinya mencuri lagi. Bagaimanakah hukumnya bila
masih mencuri lagi untuk yang ketiga kalinya ?
Dalam hal ini para ulama berbeda pandangan :
Al-Hanafiyah
dan Al-Hanabilah berpendapat bila mencuri lagi untuk ketiga kalinya, maka tidak
perlu lagi dipotong tanganya, tapi cukup dihukum ta`zir dan dipenjara hingga
taubat.
Dalilnya
yang mereka gunakan adalah hadits berikut :
Diriwayatkan bahwa kepada
Sayyidina Ali ra. didatangkan soerang pencuri lalu dipotonglah tangannya.
Kemudian didatangkan kepadanya yang kedua dan telah mencuri maka dipotonglah
kakinya. Kemudian didatangkan yang ketiga namun beliau berkata,”Aku tidak akan
memotongnya, karena bila kupotong maka dengan apa dia akan makan dan
yatamassah. Dan bila kupotong kakinya maka dengan apa dia akan berjalan.
Sungguh aku malu kepada Allah”. Maka dipukullah pencuri itu dengan kayu dan dipenjarakan.” (HR.
Ad-Daruquthuny dan Muhammad bin Al-Hasan
dalam kitab al-Asar).
Al-Malikiyah
dan Asy-Syafi`iyah berpendapat bahwa bila mencuri lagi untuk yang ketiga
kalinya, maka tangan kirinya dipotong. Dan bila mencuri lagi untuk yang keempat
kalinya, maka kaki kanannya yang dipotong. Bila mencuri lagi setelah itu
barulah dia dihukum ta`zir.
Dalilnya adalah hadits berikut :
Dari Abi Hurairah ra.
bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang pencuri,”bila mencuri maka potonglah
tangan (kanan)nya, bila mencuri lagi maka potonglah kaki (kiri)nya, bila
mencuri lagi maka potonglah tangan (kiri)nya dan bila mencuri lagi maka potonglah
kaki (kanan)nya”. (HR. Ad-Daruquthuni dan As-Syafi`i).
Sedangkan hikmah dari dipotongnya
tangan dan kaki karena tangan digunakan untuk mengambil dan kaki digunakan
untuk membawa lari curiannya itu. Sedangkan dipotong secara bersilang adalah
agar terjadi keseimbangan dan masih bisa dimanfaatkannya anggota tubuhnya yang
tersisa. [26]
4. Sifat HAD pencurian
Hukuman yang dijatuhkan kepada
pencuri merupakan bentuk hukuman had (jama`nya : hudud) yang telah ditetapkan
oleh Allah. Karena itu tidak boleh untuk dirubah atau diganti bentuk hukumannya
bahkan oleh Rasulullah SAW sekalipun. Begitu juga bentuk hukuman ini tidak
mengenal pengampunan, permaafan atau damai antara kedua belah pihak bila
telah diketuk palu oleh hakim.
Seandainya seorang hakim telah memvonis pencuri dengan
potong tangan lalu pihak yang kecurian mengampuni dan memaafkan, tidak bisa
dicabut lagi hukuman potong tangan ini.
Mengapa ? Karena pengampunan itu
memang hak pihak yang kecurian, sedangkan potong tangan adalah hak Allah SWT.
Berangkat dari logika ini,
Al-Hanafiyah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi,”Damai dari masalah hudud
adalah batil”. [27]
Hal seperti ini pernah terjadi di
zaman Rasulullah SAW, yaitu seorang telah memaafkan pencuri yang mencuri
barangnya, tapi kasusnya sudah masuk dan diangkat ke pengadilan. Sehingga tidak
bisa dihalangi lagi eksekusi potong tangan tersebut karena vonis telah jatuh.
Dalam kisah yang sangat masyhur
tentang Fatimah Al-Makhzumiyah yang dimintakan kepada Rasulullah SAW agar tidak diberlakukan hukum
potong tangan.
Seorang
pencuri dihadapkan kepada Rasulullah SAW maka beliau perintahkan untuk dipotong
tangannya. Namun seseorang berkata,”Ya Rasulullah, kami tidak mengira anda akan
melakukan itu”. Beliau menjawab,”Waalupun Fatimah binti Muhammad mencuri, maka
tetap tegakkan hukum HAD (potong tangan)”. HR Muttafaqun Alaih.
Dari
Rabiah bin Abdirrahman dari Az-zubair berkata,”Bila hukuman had sudah sampai
kepada sultan, maka Allah melaknat orang yang minta keringanan dan memberikan
keringanan”. HR. Malik dalam Al-Muwattha`
5. Syarat Pencurian
Namun tidak semua kasus pencurian
langsung dihukum dengan potong tangan. Ini perlu dijelaskan karena sering
disalahpahami orang yang tidak suka pada ajaran Islam. Seolah-olah Islam itu
haus darah, kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Padahal dalam kasus pencurian itu,
Islam justru datang untuk melindungi hak milik manusia. Dan dengan
diterapkannya hukum potong tangan ini, para pencuri harus berpikir ulang
berkali-kali sebelum nekat melakukannya, karena ancamannya tidak ringan.
Seorang calon pencuri harus
berhitung ulang bila sampai tertangkap dan dipotong tangannya. Padahal tangan
adalah anggota tubuh manusia yang paling penting dan berperan sekali dalam
menjalankan kehidupan normal. Kalau sampai dipotong, maka hidupnya akan
kesulitan dan hilangnya bagian tangan itu akan menjadi cap abadi seumur hidup.
Kepada siapa pun dia bertemu, semua orang akan tahu bahwa dia adalah pencuri
yang pernah dihukum potong tangan.
Karena kerasnya hukum ini, para
qadhi dan hakim pun tidak boleh sembarangan main potong. Karena itu sosialisasi
hukum potong tangan itu harus benar-benar dipahami dan dimengerti oleh semua
lapisan masyarakat. Jangan sampai terjadi kasus dimana seseorang kedapatan
mencuri tapi dia tidak tahu bentuk hukuman apa yang diancamkan kepadanya.
Untuk memotong tangan pencuri,
harus dipenuhi syarat dan kriteria yang cukup lengkap. Syarat itu harus ada
baik pada diri pencurinya, pada barang yang dicuri, pada orang yang kecurian
dan juga pada tempat kejadian perkara. Bila salah satu dari syarat pencurian
itu tidak terpenuhi, maka huum potong tangan itu tidak boleh dilaksanakan.
Dan sebagai gantinya, hakim bisa
menjatuhkan hukuman ta`zir seperti yang sudah disebutkan sebelummhya. Hukuman
itu bisa berbentuk cambuk, pemukulan, penjara, denda dan sebagainya. Namun bila
dilihat efektifitas dan efeknya, maka hukuman cambuk nampaknya lebih tepat
dipilih. Karena kalau hukuman kurungan, dari semua kasus yang ada, umumnya
kurang bisa mendidik parapencuri, bahkan malah mereka saling berjumpa sesama
pencuri dan saling bertukar pelajaran dan pengalaman. Akibatnya keluar dari
penjara, bukannya tobat tapi malah naik levelnya.
Karena itu hukuman cambuk lebih
efektif karena langsung bisa dilaksanakan, juga murah dan tidak perlu
menghabiskan dana untuk penjara, makan, kesehatan dan lain-lain. Eksekusi itu
bisa dilakukan di depan umum untuk mendapatkan efek shock teraphy yang lebih
dalam.
a. Syarat pencuri
Untuk bisa dihukum sesuai dengan
had yaitu dipotong tangan, maka pencurinya harus memenuhi persyaratan dan
kriteria tertentu. Bila syarat itu tidak terpenuhi tetap dihuum namun bukan
dengan potong tangan tapi dengan hukuman ta`zir.
Syarat pertama dan kedua telah disepakati oleh para ulama,
sedangkan syarat-syarat berikutnya satu sama lain berbeda pandangan. Syarat-
syarat itu adalah :
§
Akil
§
Baligh
Sehingga orang gila dan anak-anak
bila mencuri tidak perlu dilakukan eksekusi potong tangan, karena orang gila
jelas tidak berakal dan anak kecil belum baligh. Dua syarat ini termasuk yang
disepakati oleh jumhur ulama.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah
SAW :
Telah
diangkat pena dari tiga orang : anak kecil hingga mimpi, orang gila hingga
sadar dan orang yang tidur hingga terjaga.”
Bahkan Imam Abu Hanifah dan Zufar
mengatakan bila pencurian dilakukan oleh sekelompok orang dimana di dalamnya
ada orang gila dan anak kecil, maka semuanya terbebas dari hukum potong tangan.
§ Tidak dalam keadaan dipaksa dan dalam ikatan hukum Islam
Syarat ini diajukan oleh Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah dimana mereka mengatakan bila pencurian dilakukan oleh orang yang dalam kondisi dipaksa, maka tidak wajib dilakukan hukum potong tangan itu.
Begitu juga seorang non-muslim yang tinggal di negeri Islam, maka bila mencuri tidak termasuk yang wajib dipotong tanganya. Karena dia bukan orang yang terikat dengan hukum Islam.
§
Pencurinya
bukan ayah atau kakeknya sendiri
Syarat ini diajukan oleh
Al-Malikiyah dimana bila seorang ayah mencuri harta anaknya sendiri, maka tidak
bisa dikategorikan sebagai pencurian.
Sedangkan Imam Asy-Syafi`i
menambahkan bahwa bila seorang kakek mencuri harta cucunya, maka tidak
dikategorikan pencurian yang mewajibkan potong tangan.
Bahkan Imam Abu Hanifah
menyebutkan bila pencurinya adalah orang yang masih punya hubungan kerabat.
§
Tidak
dalam kondisi kelaparan
Al-Hanabilah menyebutkan bila
kondisi pencuri dalam keadaan kelaparan yang sangat lalu mencuri untuk
menyambung hidupnya, tidak bisa dialkukan potong tangan.
§
Pencurinya
tahu tidak bolehnya mencuri
Al-Hanabilah juga mensyaratkan
bahwa seorangpencuri harus tahu bahwa perbuatan itu haram dan berdosa. Bila dia
tidak tahu, maka tidak bisa dilakukan hukum tersebut.
b. Syarat barang yang dicuri
Sedangkan yang berkaitan dengan
kondisi barang yang dicuri, ada beberapa kriteria dan persyarat agar bisa
dikategorikan pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya potong tangan. Bila
syarat pada barang yang dicuri ini tidak ada, maka pelakunya tidak dipotong
tangan tetapi hakim bisa menerapkan hukuman ta`zir. Syarat dan kreiteria itu
adalah :
§
Barang
yang dicuri memiliki nilai harga
Bila barang yang dicuri adalah bangkai,
khamar atau babi, maka tidak termasuk pencurian yang mewajibkan dilaksanakannya
potong tangan. Karena semua itu tidak termasuk sesuatu yang berharga bagi hak
seorang muslim.
Begitu juga bila yang dicuri
adalah anak kecil yang merdeka (bukan budak). Karena manusia merdeka bukan
termasuk harta. Ini berbeda bila yang dicuri anak seorang budak kecil.
§
Mencapai
nishab
Nishab adalah nilai harga minimal
yang bila terpenuhi, maka pencurian itu mewajibkan dilaksanakannya potong
tangan. Seandainya barang yang dicuri itu nilainya kecil dan masih di bawah
harga nisahb itu, maka tidak termasuk hal itu.
Namun para ulama tidak secara
tepat menyepakati besarnya nishab itu :
-
Jumhur ulama diantaranya Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah
dan Al-Hanabilah sepakat bahwa nishab pencurian itu adalah ¼ dinar emas atau 3
dirham perak. Nilai ini setara dengan harga 4,45 gram emas murni. Jadi bila
harga emas murni 24 per gramnya Rp. 100.000,-, maka satu nisab itu adalah Rp.
100.000,- x 4,45 gram = Rp. 445.000,-.
Bila benda yang dicuri oleh
seseorang harganya setara atau lebih dari Rp. 445.000,-, dia sudah bisa
dipotong tangannya.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah
SAW
Dari
Aisyah ra. ,”Tangan pencuri dipotong bila nilainya ¼ dinar ke atas”. HR.
Bukhari, Muslim dan ashabu kutub sittah.
Dari Abdullah bin Umar
ra. bahwa Rasulullah SAW memotong tangan pencuri mijan yang nilainya 3 dirham”.
HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-tirmizy dan An-Nasai.
-
Sedangkan Al-Hanafiyah menetapkan bahwa nishab
pencurian itu adalah 1 dinar atau 10 dirham atau yang senilai dengan keduanya.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah
SAW,:”Tidaklah dipotong selama nilainya di
bawah 10 dirham.” HR Ahmad.
Juga hadits lainnya,”Tidak dipotong tangan kecuali senilai 1 dinar atau 10
dirham”. HR. At-Thabarani.
Juga hadits lainnya,”Tidaklah tangan pencuri itu dipotong kecuali nilainya
seharga “mijan” dimana saat itu seharga 10 dirham”. HR. Abu Syaibah
Bila kita cermati latar belakang
perbedaan itu sebenarnya hanyalah berkisar pada penetapan harga mijan. Dimana
jumhur ulama sepakat bahwa harganya saat itu ¼ dinar. Sedangkan Al-Hanafiyah
menganggap harganya saat itu 1 dinar.
§
Barang
yang Dicuri Berada Dalam Penjagaan
Yang dimaksud penjagaan adalah
bahwa harta yang dicuri itu diletakkan di tempat penyimpanannya oleh
pemiliknya. Dalam hal ini bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang temapt
yang sengaja dibuat untuk menempatkan suatu barang dan juga yang secara hukum
bisa dianggap sebagai penjagaan.
Yang pertama, tempat penyimpanan
itu bisa di dalam rumah, pagar, kotak, laci, atau lemari. Sebagai contoh bila
seseorang meletakkan barangnya di dalam rumahnya, maka rumah itu menjadi media
penyimpanan meski pintunya terbuka. Karena seseorang tidak boleh memasuki rumah
orang lain tanpa izin meski pintunya terbuka.
Yang kedua, memang bukan media
penyimpanan khusus namun termasuk area umum dimana seseorang berada disitu dan
orang lain tidak boleh menguasainya kecuali atas izinnya. Contohnya adalah
seseorang yang duduk di masjid dan meletakkan tasnya di sampingnya saat tidur.
Ini termasuk dalam penjagaan.
Pencopet termasuk yang wajib
dipotong tangannya karena mengambil dari saku orang lain. Sedangkan saku seseorang
termasuk kategori penjagaan.
Sedangkan hukum Nabbasy
(pencuri kian kafan mayat dalam kubur) menurut Imam Abu Hanifah tidak termasuk
yang wajib dipotong tangannya karena kuburan tidak termasuk meida penjagaan
harta. Sedangkan menurut Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah, Al-Hanabilah dan Abu
Yusuf tetap harus dipotong karena kuburan termasuk media penjagaan.
§
Barang
yang awet dan bisa disimpan (tidak lekas rusak)
Imam Abu Hanifah dan Muhammad
mengatakan bila barang yang dicuri mudah rusak seperti buah-buahan, susu murni
atau makanan basah. Karena bisa saja seseorang mengambilnya dengan niat
menyelamat-kannya dan siap untuk menggantinya.
§
Barang
yang dicuri yang bisa diambil oleh siapapun
Menurut Al-Hanafiyah, bila suatu
benda ada dimana-mana dan tidak dimiliki secara khusus oleh orang, maka tidak
bisa dikatakan pencurian bila diambil oleh seseorang. Seperti burung liar,
kayu, kayu bakar, bambu, rumput, ikan, tanah dan lain-lain. Mengingat
benda-benda seperti itu terhampar dimana-mana dan tidak merupakan hak perorangan.
Bila ada seseorang mengambil kayu yang jatuh dari ranting pohon yang sudah tua
di dalam sebuah hutan, tentu tidak dianggap pencurian.
Namun akan berbeda halnya bila
kayu yang diambilnya adalah gelondongan kayu jati sebanyak 1 juta meter kubik.
Karena ini bernilai tinggi dan tentu dilindungi oleh negara. Namun hukum
dasarnya memang halal karena benda itu tidak dimiliki oleh perorangan. Tetapi
ketika terjadi ekploitasi besar-besaran dan mengganggu ekosistem serta
keseimbangannya, maka tentu dibuat aturan yang bijak.
Dimasa sekarang ini hampir sulit
menemukan benda seperti yang dimaksud oleh Al-Hanafiyah. Karena semuanya
sekarang punya nilai jual tersendiri. Karena itu nampak pendapat jumhur dalam
hal ini lebih kuat karena memang tidak membedakan apakah harta itu tersedia
dimana-mana tanpa pemilik atau tidak. Karena semua memiliki nilai jual dan pada
dasarnya harus digunakan demi kepentingan rakyat secara umum yang dikoordinir
oleh negara. Ini menurut ukuran idealnya, karena negaralah yang seharusnya
memanfaatkan semua kekayaan alam dan demi kentingan merata rakyat banyak.
Adapun yang dilakukan oknum
pemerintahan bekerjasa sama dengan perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan
alam, tidak lebih dari penjahat yang memakan harta rakyat secara zalim.
§
Dalam
harta yang dicuri tidak ada bagian hak pencuri
Bila seorang mencuri harta dari
seorang yang berhutang kepadanya dan tidak dibayar-bayar, maka ini tidak
termasuk pencurian yang mewajibkan potong tangan. Begitu juga bila seseorang
mencuri harta atasannya yang pelit dan tidak membayar gaji bawahannya sesuai
dengan haknya. Atau seorang yang mencuri harta orang kaya yang zalim dan
memakan uang rakyat yang lemah. Termasuk juga bila seseorang mengambil harta
dari seorang maling atau perampok.
Bahkan para ulama juga menuliskan
bahwa mencuri alat-alat yang haram hukumnya seperti alat musik gendang, gitar,
seruling atau kayu salib, catur, dadu dan sejenisnya termasuk di luar kategori
pencurian yang dimaksud. Karena secara umum, barang-barang itu tidak boleh
dimiliki oleh seorang muslim. Sehingga itu mencurinya pun bukan termasuk
mencuri harta seseorang.
Seorang yang mencuri harta dari
baitul mal pun tidak termasuk kategori pencurian yang dimaksud. Karena baitul
mal adalah harta bersama dimana di dalamnya ada juga hak si pencuri sebagai
rakyat meski kecil bagiannya. Namun bila si pencuri itu termasuk orang kaya
atau non muslim, maka termasuk pencurian dan wajib dipotong tangannya. Karena
orang kaya dan non muslim, keduanya buka ntermasuk orang yang berhak
mendapatkan harta dari baitul mal.
Semua kasus di atas tidak
mewajibkan potong tangan karena pada dasarnya potong tangan itu merupakan
ibadah mahdhah dan merupakan hukuman yang berisifat lengkap. Sedangkan
kasus-kasus di atas tidak sepenuhnya bermakna pencurian, tapi ada syubhat
karena di dalam harta itu sebagian ada yang menjadi haknya.
§
Tidak ada
izin untuk menggunakannya
Seseorang yang mengambil harta
yang bukan miliknya namun dia sendiri memiliki wewenang untuk masuk ke tempat
penyimpanannya, maka ketika dia mengambilnya tidak termasuk pencurian yang
dimaksud. Karena unsur mengambil dari penjagaannya tidak berlaku. Hal itu
disebabkan si pencuri adalah orang yang punya izin dan hak untuk ke luar masuk
ke dalam tempat penjagaan.
Contoh kasusnya bila seorang suami
mengambil uang istrinya yang disimpan di dalam rumah. Suami adalah penghuni
rumah dan punya akses masuk ke dalam rumah itu. Bila dia mengambil harta yang
ada dalam rumah itu, maka bukan termasuk pencurian yang mewajibkan potong
tangan.
Hal
yang sama berlaku bagi sesama penghuni rumah seperti pembantu dan siapapun yang
memang menjadi penghuni rumah itu secara bersama. Termasuk tamu yang memang
diizinkan tinggal di dalam rumah.
§
Barang itu
sengaja dicuri
Bila seseorang mencuri suatu benda
namun setelah itu di dapatinya pada benda itu barang lainnya yang berharga,
maka dia tidak bisa dihuum karena adanya barang lain itu.
Contoh : bila seseorang berniat
mencuri kucing tapi ternyata kucing itu berkalungkan emas atau berlian yang
harganya mahal, maka dia tidak bisa dikatakan mencuri emas atau berlian itu.
Atau mencuri anak kecil lalu
ternyata anak kecil itu memakai giwang emas.
Namun yang jadi masalah, bagaimana
hakim bisa membedakan motivasi pencuri dalam mengambil barang.
c. Syarat orang yang kecurian
Selain adanya syarat yang harus
terdapat pada pencuri dan barang yang dicuri, syarat berikutnya adalah syarat
yang terkait dengan orang yang kecurian. Syarat ini juga harus termasuk salah
satu dari tiga kondisi :
-
Dia adalah pemilik asli barang yang dicuri, atau
-
Dia adalah orang yang diamanahi untuk menyimpan atau
memegang harta itu, atau
-
Dia adalah orang yang menjadi penjamin atas barang itu
seperti orang yang menerima gadai.
Dengan demikian, bila seseorang
yang kecurian barang namun dia bukan pemilik atau yang diamanahi atau yang
menjadi penjamin barang itu, maka bukan termasuk pencurian yang dimaksud.
Sama halnya dengan seorang pencuri
yang baru saja berhasil menggarap harta orang lain tiba-tiba barang itu dicuri
lagi oleh pencuri lainnya, maka pencuri kedua tidak termasuk pencuri yang
dimaksud. Karena dia mencuri barang bukan dari pemilik sahnya. Para ulama
menqiyaskan tindakan mencuri barang curian dari seorang pencuri sama halnya
dengan mengambil barang dari jalanan. Disitu tidak ada unsur penjagaan (hirz)
d. Syarat tempat pencurian
Sebuah pencurian bisa dikatakan
sah bila terjadi di negeri yang adil dimana tidak terjadi perang disitu atau
bukan daerah konflik bersenjata.
Begitu juga pencurian itu terjadi
bukan di daerah kekuasaan Islam, maka hukum hudud potong tangan tidak bisa
dilakukan.
Di dunia ini negeri yang secara
formal menerapkan hukum Islam secara resmi barangkali hanya Saudi Arabia saja.
Sedangkan negeri arab lainnya, sayang sekali, belum lagi menerapkannya secara
formal. Padahal bila dilihat dari sisi syarat dan dan kemampuan, sebenarnya
masing-masing negara arab dan yang berpunduduk mayoritas muslim bisa saja
menyepakati untuk menjalankan syariat Islam dalam hukum positif mereka.
Dengan demikian, maka mereka akan
termasuk orang yang menjalankan hukum yang Allah turunkan. Karena penolakan
terhadap hukum Allah akan berakibat pada gugurnya ke-islaman seseorang. Allah
mengancam para penentang hukum Dalam hal ini Allah menyebutkan cap kafir,
zhalim dan fasik buat penentang hukum-hukum-Nya. Silahkan cermati firman Allah
ta`ala :
Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.(QS. Al-Maidah : 44)
Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim..(QS. Al-Maidah : 45)
Barangsiapa
tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang fasik..(QS. Al-Maidah : 47)
6. Penetapan pencurian
Bila seorang pencuri tertangkap
dan semua syarat untuk pencurian sudah tersedia, tinggal satu hal lagi yang
harus dikerjakan, yaitu itsbat. Yang dimaksud adalah penetapan oleh
pihak mahkamah / pengadilan / qadhi dalam memvonis seseorang itu benar-benar
mencuri dan memenuhi syarat pencurian.
Hukum potong tangan tidak bisa dijatuhkan oleh qadhi sebelum
dilakukan itsbat atau penetapan
bahwa pencurian itu dilakukannya.
Itsbat atau penetapan ini dalam prakteknya hanya
mungkin dilakukan dengan salah satu dari dua cara, yaitu adanya saksi atau
adanya pengakuan dari si pencuri sendiri.
a. Pembuktian dengan adanya saksi
Kesaksian dari orang lain sebagai
saksi aka menentukan apakah seorang bisa dibuktikan sebagai pencuri atau bukan.
Namun untuk bisa dijadikan saksi, diperlukan beberapa persyaratan :
-
Jumlahnya minimal dua orang.
-
Keduanya laki-laki, sedangkan wanita tidak diterima
kesaksiannya.
-
Keduanya adil, sedangkan orang fasik tidak diterima
kesaksiannya.
-
Kesaksian itu dilakukan langsung dimana saksi secara
nyata memang melihat peristiwa pencurian itu, bukan sekedar perkiraan atau
dugaan semata. Sedangkan persaksian atas persaksian tidak bisa diterima.
b. Pengakuan
Bila tidak ada saksi, maka hal
yang bisa dijadikan istbat justru datang dari pengakuan si pencuri. Sebagian
ulama mensyaratkan bahwa pencuri yang mengaku itu harus seorang yang merdeka
dan bukan budak.
7. Bagian Tangan yang Dipotong
Al-Quran secara tegas telah
menyebutkan bahwa pencuri itu harus dipotong tangannya. Tapi bagian manakah
dari tangan itu yang harus dipotong ? Seluruhnya atau bagian tertentu saja ?
Dalam masalah ini Jumhur Ulama
telah sepakat bahwa tangan pencuri yang dipotong adalah hanya bagian
pergelangannya saja dan bukan seluruh tangannya. Mereka dalam banyak kitab
menuiskan bahwa batas yang dipotong adalah sebatas : (كوع
/ رِسغ / مفصل الزند).
Kesemuanya berarti adalah pergelangan tangan.
Dalilnya yang mereka gunakan
adalah :
Dari Amru ibn Syu`aib dari
ayahnya dari kakeknya tentang kisah pencuri selendang Shofwan bin Umayyah yang
dalam hadits itu ada kisah tentang Rasulullah SAW,”Kemudian beliau
memerintahkan untuk memotong sebatas tangannya sebatas pergelangan”. (HR
.Ad-Daruquthuny)
Dari Ibnu Adi bin Abdillah
bin Amru berkata, “Rasulullah SAW memotong tangan seorang pencuri pada
pergelangannya”.
Begitu juga dalam kasus seorang pencuri terbukti mencuri
untuk kedua kali, maka kaki yang dipotong adalah hanya batas bagian pergelangan
kaki. [28]
Dari Umar ra. bahwa
Rasulullah SAW memotong kaki pada bagian pergelangan kaki”. HR. Ibnul Munzir
Dari Ali bin Abi Thalib
ra. bahwa Rasulullah SAW memotong kaki pencuri pada pergelangan kaki”. (HR.
Al-Baihaqi)
8. Hikmah Kerasnya Hukuman Pencuri
Islam adalah agama yang sangat
menghormati hak milik seseorang sebagimana Islam juga menghargai jiwa manusia.
Untuk itu Islam datang untuk melindungi lima kepentingan pokok manusia, yaitu
keamanan jiwa, keamanan harta, kebebasan beragama, bebasnya berpikir dan
terjaganya kehormatan.
Karena itu menjaga dan memelihara
harta manusia merupakan sesuatu yang fundamental dan rnerupakan keperluan
asasi bagi rnanusia. Jika tidak ada Islam maka musnahlah harapan terpeliharanya
harta benda.
Suatu fenomena historis tentang
pemeliharaan harta benda ini terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah merasa
tidak mampu melindungi penduduk Nashrani, Ia rnengembalikan jizyah (upeti) yang
diterimanya kepada penduduk Nashrani tersebut. Ini jelas lahirnya satu era
keadilan yang sukar ditemukan dalam sejarah manusia. Dan lahirnya masyarakat
baru yang tidak di dapati di dunia sesudah mereka. Yaitu masyarakat yang
menjamin seluruh tonggak hidup dan eksistensi manusia.
Bandingkan fenomena tersebut
dengan apa yang dilakukan imperialis di negara-negara jajahan. Bandingkan apa
yang terjadi di masyarakat Muslim, di mana individu-individunya tidak mengambil
harta kecuali dengan haq dan harta manusia tidak diambil kecuali dengan haq
dengan masyarakat komunis dan kapitalis modern.
Di dalam masyarakat komunis tidak
dibenarkan hak pemilikan. Karena itu hak pemilikan dan hidup jelas diabaikan.
Dan di dalam masyarakat kapitalis secara lahiriah menjaga harta manusia, tapi
hakikatnya ia mencuri harta tersebut dengan jalan riba, penimbunan,
eksploitasi, menghancurkan hak-hak kaum fuqara’ dan orang-orang miskin dan
melakukan jalan culas yang keji.
Harta manusia tidak akan dapat
terpelihara oleh manusia kecuali dengan Islam. Islam tidak akan memberikan
harta kepada siapapun dengan cara zhalim dan tidak akan mengambil harta dengan
cara zhalim pula. Jadi tidak akan ada manusia yang terzhalimi dalam masyarakat
Muslim.
Dan mempertahankan harta yang
dimiliki dari perampasan dan pencurian adalah hak seorang muslim. Bahkan
kalaupun harus beresiko nyawa sekalipun.
Dari
Abi Hurairah berkata bawah Rasulullah SAW bersabda ketika seseorang
bertanya,”Ya Rasulullah, bagaimana bila seorang merampas hartaku ?”. “Jangan
berikan !”. “Bagaimana bila dia mau membunuhku ?”. “Bunuhlah dia !”. Bagaiman
bila aku malah terbunuh ?”. “Bila kamu terbunuh maka kamu mati syahid karena
mempertahankan hartamu”. “Bagamana bila aku berhasil membunuhnya ? “. “Dia
masuk neraka”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Rasulullah
SAW bersabda,”Siapa yang mati karena mempertahankan hartanya maka dia mati
syahid.Dan siapa yang mati karena mempertahankan kehormatannya maka dia mati
syahid”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan Allah SWT berfirman :
Dan
sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu
dosapun atas mereka.(QS. As-Syuro : 41).
Tafsir Ayat Hudud Minuman Keras
1. Nash Ayat
يَا أيُّهَا الذِينَ
آمَنُوا إِنَّمَا الخَمْرُ وَالميَسِرِ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ
عَمَلِ الشَّيْطَان فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ - إِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُّوْقِعَ
بَيْنَكُمُ العَدَاوَةَ وَالبَغْضَاءَ فيِ الخَمْرِ وَالميَسِرِ وَيَصُدَّكُمْ
عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ
فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara kamu dengan khamar dan judi serta menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah kamu dari pekerjaan itu.
(QS. Al-Maidah :90- 91)
2. Sebab turunnya ayat
a.
Ahmad dari Abi Hurairah meriwayatkan bahwa ketika
Rasulullah SAW tiba di Madinah, penduduknya masih terbiasa minum khamar dan
berjudi. Lalu mereka bertanya kepada beliau tentang huku kedua hal itu. Mak
turunlah ayat :
يسألونك عن
الخمر والميسر
Mereka bertanya kepadamu
tentang hukum khamar dan judi
Orang-orang
menyimpulkan bahwa ternyata hukumnya bukan haram sehingga mereka masih tetap
meminum-nya. Hingga suatu hari seorang dari muhajirin menjadi imam shalat dan
salah bacaannya lantaran mabuk. Maka turunlah ayat yang lebih keras lagi :
يا أيها
الذين آمنوا لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارا حتى تعلموا ما تقولون
Wahai orang beriman, janganlah kamu mendekati shalat
dalam keadaan mabuk hingga kamu mengerti apa yang kamu katakan.
Kemudian
turun lagi ayat yang lebih keras dari itu yaitu ayat yang sedang kita bahas ini
sampai pada kata : Maka apakah kamu tidak mau berhenti ?. Saat
itu mereka berkata,”Kami telah berhenti wahai tuhan”.
b.
Ibnu Jarir berkata bahwa ayat ini turun kepada Sa’ad
bin Abi Waqqash yang sedang bermabukan bersama temannya hingga diluar kesadaran
telah memukul temannya itu hingga patah hidungnya. Maka turnlah ayat ini untuk
mereka berdua.
3. Pengharaman Khamar
Khamar atau yang lebih dikenal
dengan minuman keras diharamkan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat Al-Quran.
Ada empat ayat Al-Quran yang diturnkan dalam waktu yang berbeda dan dengan
kandungan hukum yang berbeda. Dari yang sekedar sindiran tentang mudharatnya
hingga yang mengharamkan secara total.
Tahap 1.
Dan dari buah kurma dan
anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda bagi orang yang memikirkan.
(QS. An-Nahl : 67)
Tahap 2.
Mereka bertanya kepadamu
tentang khamar dan judi. Katakanlah,”Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.
. . . (QS. Al-Baqarah : 219)
Tahap 3.
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu shalat dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan… (QS. An-Nisa : 43)
Tahap 4.
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah
perbuatan kejitermasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
Sesungguhnya syetan itu
bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu dengan khamar dan
judi serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka berhentilah
kamu dari pekerjaan itu. (QS. Al-Maidha : 91)
4. Pengertian Khamar
Khamar dalam bahasa Arab berasal
dari akar kata “kamara” yang bermakna sesuatu yang menutupi”. Disebutkan,”Maa
Khaamaral aql” yaitu sesuatu yang menutupi akal.
Sedangkan jumhur ulama memberikan
definisi khamar yaitu : segala sesuatu yang memabukkan baik sedikit maupun
banyak. Definisi ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW :
Dari Ibni Umar RA. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,”Segala yang memabukkan itu adalah khamar dan semua
jenis khamar itu haram.” (HR. Muslim dan Ad-Daruquthuny).
Rasulullah SAW
bersabda,”Segala yang memabukkan adalah khamar dan segala yang memabukkan
hukumnya haram”. (HR. Ahmad dan Ashhabussunan).
Paling tidak ada lebih dari 26
orang shahabat yang meriwayatkan hadits seperti ini dengan beragam lafaznya.[30].
Sedangkan Al-Hanafiyah sedikit
membedakan antara hukum mabuk dengan hukum minum khamar. Pembedaan itu
menyangkut urusan bila seseorang minum khamar dan tidak mabuk, maka tetap
dihukum. Dan sebaliknya, bila seseorang minum sesuatu minuman memabukkan yang
bukan termasuk khamar, tetap dihukum. Hal itu disebabkan mereka mempunyai
definisi tersendiri dalam masalah khamar. Bahwa tidak semua minuman memabukkan
itu termasuk khamar dalam pendapat mereka.
Dalam mazhab Al-Hanafiyah,
definisi khamar adalah air perasan buah anggur yang telah berubah menjadi
minuman memabukkan. Sedangkan minuman memabukkan lainnya bukan termasuk khamar
dalam pandangan mereka. Namun demikian, orang yang mabuk karena minum minuman
memabukkan tetap dihukum juga sesuai dengan aturan syariat.
5. Syarat diberlakukannya hukuman hudud bagi peminum khamar
a. Berakal
Peminumnya adalah seorang yang
waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak
boleh dihukum hudud.
b. Baligh
Peminum itu orang yang sudah
baligh, sehingga bila seorang anak kecil di bawah umur minum minuman keras,
maka tidak boleh dihukum hudud.
c. Muslim
Hanya orang yang beragama Islam
saja yang bila minum minuman keras yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non
muslim tidak bisa dihukum bahkan tidak bisa dilarang untuk meminumnya.
d. Bisa memilih
Peminum itu dalam kondisi bebas
bisa memilih dan bukan dalam keadaan yang dipaksa.
e. Tidak dalam kondisi darurat
Maksudnya bila dalam suatu
kondisi darurat dimana seseorang bisa mati bila tidak meminumnya, maka pada
saat itu berlaku hukum darurat. Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa
dijatuhi hukuman hudud.
f. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bila seorang minum minuman yang
dia tidak tahu bahwa itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman
hudud.
6. Bentuk hukuman hudud peminum khamar
Peminum khamar yang telah dijatuhi
vonis dan dinyatakan bersalah oleh sebuah institusi pengadilan (mahkamah
syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah.
Artinya bentuknya sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh
diganti dengan bentuk hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan
sebagainya.
Dalam istilah fiqih disebut hukum
hudud, yaitu hukum yang bentuk, syarat, pembuktian dan tatacaranya sudah diatur
oleh Allah SWT.
Rasulullah
SAW bersabda,”Siapa yang minum khamar maka pukullah”.
Hadits ini termasuk jajaran hadits
mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada tiap
thabawatnya (jenjang) dan mustahil ada terjadi kebohongan diantara mereka.
Di tingkat shahabat, hadits ini
diriwayatkan oleh 12 orang shahabat yang berbeda. Mereka adalah Abu Hurairah,
Muawiyah, Ibnu Umar, Qubaishah bin Zuaib, Jabir, As-Syarid bin suwaid, Abu Said
Al-Khudhri, Abdullah bin Amru, Jarir bin Abdillah, Ibnu Mas`ud, Syarhabil bin
Aus dan Ghatif ibn Harits.
Ada perbedaan pendapat dikalangan
ulama dalam menentukan jumlah pukulan. Jumhur fuqoha sepakat bahwa peminum
khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah
dicambuk sebanyak 80 kali.
Pendapat mereka didasarkan kepada
perkataan Sayyidina Ali ra.,”Bila seseroang
minum khamar maka akan mabuk. Bila mabuk maka meracau. Bila meracau maka tidak
ingat. Dan hukumannya adalah 80 kali cambuk”. (HR. Ad-Daruquthuni, Malik).
Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa Ali ra. berkata,”Rasulullah SAW mencambuk peminum
khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali.
Kesemuanya adalah sunnah. Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai”. (HR.
Muslim).
Sedangkan Imam Asy-Syafi`i ra. berpendapat bahwa hukumannya
adalah cambuk sebanyak 40 kali.
Dasarnya adalah sabda hadits
Rasulullah SAW :
Dari Anas ra. berkata
bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal
sebanyak 40 kali”. HR. Bukhari, Muslim, Tirmizy, Abu Daud).
Alat untuk memukul
Para ulama mengatakan bahwa untuk
memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain : tangan
kosong, sandal, ujung pakaian atau cambuk.
7. Hukum-hukum yang terkait dengan khamar
a. Haram meminumnya
Khamar itu baik sedikit maupun
banyak hukumnya haram untuk diminum. Kecuali dalam keadaan darurat. Rasulullah SAW bersabda,”Khamar itu diharamkan baik
sedikit atau banyak. Dan juga diharamkan mabuk akibat meminum apa saja”. (HR.
Al-`Uqaili)
b. Yang menghalalkannya diancam menjadi kafir
Keharaman khamar itu sudah jelas
dan qath`i. Sehingga tidak bisa ditawar-tawar lagi hukumnya. Sehingga para
ulama mengatakan bila ada orang yang mengatakan bahwa khamar itu halal diminum,
maka orang tersebut termasuk orang yang kafir. Sebab Allah telah menyebutkan
bahwa khamar itu najis, perbuatan syetan dan harus dijauhi, sebagaimana yang
telah difirmankan dalam surat Al-Maidah : 91.
c. Haram memilikinya.
Seorang muslim bukan saja haram
untuk meminum khamar, tapi sekedar memiliki atau menyimpannya sebagai koleksi
pun haram. Bahkan menerima hadiah cendera mata dalam bentuk khamar pun haram
hukumnya. Termasuk juga menjual atau membelinya.
Rasulullah SAW
bersabda,”Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Allah tabaraka wa ta`ala telah menurunkan
pengharaman khamar. Maka siapa yang menulis ayat ini dan masih memilikinya
janganlah meminumnya dan jangan pula menjualnya. Tapi buang saja di jalan-jalan
kota Madinah”. (HR Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa
Rasulullah SAW bersabda,”Sesunggunya minuman yang diharamkan untuk meminumnya
maka diharamkan juga menjualnya”. (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasai)
d. Yang merusaknya tidak wajib mengganti
Bila seorang muslim masih
memiliki khamar, maka bila dirusak atau dibuang oleh seroang muslim lainnya,
tidak perlu menggantinya. Namun bila khamar itu milik non muslim, maka wajib
menggantinya bila merusaknya atau menumpahkannya.
e. Najis
Khamar itu selain haram untuk
diminum, juga hukumnya najis. Bahkan mazhab Al-Hanafiyah menyatakan bahwa
khamar itu bukan sekedar najis, tapi najis mughallazhah atau najis berat.
Sehingga bila terkena pakaian sebesar uang satu dirham, wajib untuk dicuci. Hal
itu didasarkan pada dalil Al-Quran dimana Allah menyebutkan najis.
Sedangkan jumhur ulama mengatakan
bahwa khamar itu najis karena secara tegas telah dilarang dan harus dijauhi.
Meski yang dimaksud dengan kata-kata “najis” dalam ayat tersebut bukan najis
hakiki tapi najis maknawi. Namun ayat itu juga mewajibkan untuk menjauhi
khamar. Dalam hadits dijelaskan tentang najisnya khamar ini :
Dari Abi Tsa`labah ra,”Kami bertetangga dengan ahli
kitab. Mereka memasak babi dalam panci mereka dan minum khamar dalam wadah
mereka. Rasulullah SAW bersabda,”Bila kalian punya yang selain dari milik
mereka maka makan dan minum bukan dari panci dan bejana mereka. Tapi bila tidak
ada lainnya, maka cucilah dengan air baru boleh dimakan dan diminum”. HR.
Ad-Daruquthuni).
f. Peminumnya wajib dihukum dengan hukuman hudud yaitu 80 kali menurut jumhur ulama
g. Dilarang hadir atau duduk di suatu majelis yang terhidang khamar.
Tafsir Ayat Pembunuhan
1. Nash Ayat
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ
بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ
فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ
رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (البقرة 178)
Wahai
orang-orang yang beriman,telah diwajibkan atas kamu hukum qishash berkenaan
dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba dan wanita dengan wanita. Maka siapa yang mendapat pemaafan dari
sudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik. Dan
hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik pula. Yang demikian itu adalah suaut keringanan dari Tuhanmu dan
suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas setelah itu maka baginya siksa
yang amat pedih. (QS. Al-Baqarah : 178)
2. Sebab turunnya ayat
Al-Bukhari dan lainnya
meriwayatkan dari Ibni Abbas ra bahwa dahulu ada kewajiban qishash pada bani
Israil tapi tidak ada diyat. Maka Allah berfirman kepada umat ini : Wahai
orang-orang yang beriman,telah diwajibkan atas kamu hukum qishash berkenaan
dengan orang yang dibunuh…
3. Islam adalah agama yang menghargai nyawa manusia
Dalam catatan sejarah, ketika
Islam menjadi sebuah sistem hukum yang berlaku, kita mendapati bahwa Islam
menjamin hak hidup semua manusia. Bukan hanya muslimin saja tetapi juga para
pemeluk agama lain.
Sebaliknya, dunia pun mencatat
bahwa negeri-negeri yang tidak mengenal Islam adalah negeri yang paling sering
melakukan pembunuhan, membiarkan pembunuhan dan melindungi pembunuh. Negeri
yang tidak menerapkan hukum Islam tidak pernah berani secara tegas menghukum
pembunuh, akibatnya membunuh bukanlah sesuatu yang ditakuti, karena seorang
pembunuh bisa saja terbebas dari hukuman asal bisa membayar dengan harga
tertentu.
Bahkan pemerintah negeri
kafir itu sendiri terbiasa mencabut jutaan nyawa manusia sekedar untuk menuruti
rasa ego atau gengsi belaka. Dunia mencatat bahwa selama berabad-abad, ada
sederetan penguasa kafir yang tangannya bersimbah darah manusia tidak berdosa.
Di Rusia saja, untuk
mewujudkan dan melaksanakan ajaran komunisme, telah terbunuh 19.000.000 orang.
Setelah komunisme berkuasa, telah terhukum secara keji sekitar 2.000.000 orang
dan sekitar 4 atau 5 juta orang diusir dari Rusia. Apa artinya angka-angka
tersebut? Apakah itu menunjukkan Rusia sebagai negara yang menghargai jiwa
manusia ?
Ketika Inggris masih
digjaya, mereka banyak menjajah belahan dunia, salah satunya adalah benua
Australia. Penduduk asli benua ini adalah suku Aborigin yang memang taraf
kehidupannya masih rendah. Alih-alih memperbaiki taraf kehidupan, Inggris malah
membantai suku ini dan sekarang hampir tidak bisa lagi ditemukan keturunan
Aborigin disana.
Ketika Eropa mendarat
di benua Amerika, benua itu tentu saja tidak kosong. Ada sekian banyak suku
Indian yang telah lama bermukim dengan damai. Entah pengaruh setan mana,
kedamaian dan ketenangan benua itu terkoyak dan para pendatang eropa itu
kemudian malah menumpas habis anak-anak Indian hingga musnah. Para koboy dengan
pistol dan mesiu asyik berburu mangsa, Indian!!!
Di zaman lebih modern,
benua ini tetap saja meninggalkan warisan nafsu membunuh. Karena kemudian
setelah Indian punah, datanglah giliran orang-orang kulit hitam.
Bangsa ini juga yang
pada tahun 1945 menjatuhkan dua bom di Hiroshima dan Nagasaki yang kepedihannya
sampai kini takkan terlupakan. Apa artinya bom atom dan hidrogin ?
Apa artinya pembantaian
di negara-negara berkembang terhadap rakyatnya yang rnenentang penguasa? Apa
artinya pembantaian lawan-lawan politik di negara-negara sekarang ini? Apa
artinya pembantaian terus-menerus terhadap Muslim India? Apa artinya membangun
istana-istana dan tengkorak manusia? Apa artinya perang dunia I dan II ? Semua
itu menunjukkan bahwa jiwa manusia sudah tidak ada harganya. Orang-orang akan
begitu mudah membunuh sesama manusia, semudah meminum air, dengan atau tanpa
alasan.
Tetapi, jika Islam hadir
secara nyata di tengah-tengah percaturan dunia, maka tidak akan terjadi
pembunuhan manusia tanpa haq. Padahal hak hidup adalah hak suci manusia,
kecuali dalam beberapa keadaan tertentu. Sehubungan dengan ini Allah berfirman:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagj Bani
Israil bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi~ maka
seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seo rang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara
kehidupan manusia seluruhnya”. (QS, al-Ma’idah: 32)
Tidak mudah membunuh
manusia yang dimuliakan Allah ini. Dan Allah berfrman:
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam”. (QS, al-Isra: 70)
Dunia sekarang, yang
dinilai sebagai dunia peradaban, telah menyaksikan kekejian-kekejian yang
seratus persen biadab.
4. Qishash sudah ada pada syariat agama sebelum Islam
Al-Quran secara tegas telah
menceritakan kepada kita bahwa hukum qishash bukanlah barang baru. Karena umat
terdahulu sudah pernah diwajibkan untuk menjalankannya. Allah berfirman :
“Dan telah kami wajibkan
di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi. Dan luka-luka pun ada
qishashnya. Maka barangsiapa yang membenarkannya (hukum itu), menjadi kaffarah
buatnya. Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan,
maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang zhalim”. (QS. Al-Maidah : 47)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
Oleh sebab itulah maka
Kami wajib kepada Bani Israil bahwa siapa yang membunuh nyawa tanpa sebab atau
melakukan kerusakan di muka bumi, hukumannya seperti membunuh semua manusia”.
(QS. )
Sehingga bila umat Islam pada masa
sekarang ini berkeinginan untuk menerapkannya kembali, para pemeluk agama
samawi lainnya harus bersyukur dan berterima kasih dengan beberapa alasan :
§ Dengan
diterapkannya hukum qishash, maka secara otomatis ajaran yang pernah diajarkan
oleh Nabi Musa kepada Bani Israil juga bisa diterapkan. Hal ini sungguh
menguntungkan bagi mereka.
§ Dengan
diterapkannya hukum qishash oleh umat Islam, maka umat lain mendapatkan
keringanan yang sangat berarti. Karena bila dibandingkan qishash yang
diberlakukan kepada Bani Israil, maka yang diturunkan kepada umat Islam sangat
manusiawi dan dan jauh lebih ringan.
Sebagai contoh : Dalam syariat
Bani Israil tidak dikenal diyat (denda tebusan), juga tidak dikenal permaafaan.
Sehingga meski pihak keluarga korban sudah memaafkan dan membebaskannya dari
tuntutan, qishash tetap wajib dilaksanakan. Dalam Islam, seorang yang mendapat
pengampunan, bisa bebas karena pada dasarnya Islam adalah agama kasih sayang.
Sehingga, bila pada masa lalu Bani
Israil meninggalkan qishash ini karena terlalu berat, maka dengan menggunakan
qishash versi Islam, tidak ada lagi alasan untuk merasa keberatan.
Tetapi memang akar masalahnya
bukan berat atau ringannya qishash. Justru penolakan Bani Israil atas
hukum-hukum Allah adalah karena dalam hati mereka ada penyakit yang membuat
hati mereka kelam. Sehingga bukan saja mereka tidak mau menjalankan agama
mereka, tetapi meliaht orang lain menjalankan agamanya sendiri pun mereka tidak
senang.
Filosofi yang digunakan tidak lain
adalah filosofi Iblis yang ketika divonis sesat, maka dia tidak rela sest
sendirian, harus ada orang lain yang dijadikan tumbal kesesatannya.
Karena itu bila kelompok yahudi
atau nasrani dimana-mana paling anti bila melihat umat Islam bersemangat
menjalankan syariat Islam, ketahuilah bahwa iblis telah merasuki mereka dalam
darah dan daging. Sehingga siapapun yang ingin jadi orang shalih, pastilah
dihalangi.
5. Qishash dalam syariat Islam
Sebelum kita bicara tentang
qishash, maka kita akan bahas dulu pengertian pembunuhan dan larangannya serta
klasifikasinya.
Pembunuhan:
pengertian, larangan dan jenisnya
a. Pengertian :
Dalam kitab Al-Mughni AlMuhtaj
disebutkan bahwa pembunuhan adalah aktifitas menghilangkan nyawa. Sedangkan
dalam kitab Takmilah Fathi Qadir disebutkan bahwa embunuhan adalah pekerjaan
seorang hamba Allah yang melenyapkan kehidupan.
b. Pengharaman :
Pembunuhan yang disengaja adalah
kejahatan besar dan salah satu dari tujuh dosa besar yang diancam hukuman dunia
dan akhirat, yaitu qishash dan keabadian di neraka. Kerena membunuh itu pada
hakikatnya adalah permusuhan terhadap penciptaan Allah SWT di atas bumi dan
ancaman atas keamanan dan kehidupan masyarakat.
Al-Quran telah melarang manusia
untuk membunuh dalam banyak ayat
“Janganlah engkau bunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak” (al-Israa': 33).
Disebutkan dalam hadits:”
Lenyapnya dunia lebih ringan disisi Allah dari terbunuhnya seorang muslim” (HR
Muslim).
Dalam hadits lain:
”Jauhilah tujuh dosa yang membahayakan. Dikatakan, wahai Rasulullah Saw. apa saja? “ Rasul bersabda:”
Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
hak, makan harta anaka yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang dan
menuduh zina wanita shalihat mukminat.”
(HR Bukhari dan Muslim)
c. Jenis-jenis Pembunuhan
Pembunuhan yang diancam keras
sebagaimana disebutkan dalam hadits adalah pembunuhan yang disengaja (qatlul
'amd) dan bukan pada semua bentuk
pembunuhan. Jumhur ulama membagi pembunuhan menjadi tiga macam : pembunuhan
disengaja (qatlul amd), pembunuhan setengah disengaja (al-qotlu syibhul amd) dan
pembunuhan salah (al-qatlu al-khata').
§ Pembunuhan
Disengaja
Pembunuhan disengaja adalah tindakan pelaku pembunuhan
yang sengaja membunuh seorang manusia yang bebas darahnya, seperti seorang yang dengan sengaja
membunuh dengan pistol atau senjata atau sarana lainnya. Qatlul Amd dapat
terjadi dengan cara langsung atau dengan sebab, seperti merusak bagian penting
mobil seseorang yang berakibat pada kematian sopirnya atau yang menaikinya.
Banyak lagi bentuk pidana yang sifatnya tidak aktif atau biasa disebut al-jara-im as-salbiyah (Pidana Pasif)
yang masuk pada pembunuhan disengaja.
Jika lebih dari seorang terlibat dalam pembunuhan, sedang
mereka sengaja melakukannya , maka kondisi tersebut masuk dalam pembunuhan
disengaja dan setiap orang terkena sangsi pembunuhan disengaja. Pendapat
tersebut diikuti sebagian besar Fuqaha dan pendapat Umar ibnul Khattab r.a..
Diriwayatkan oleh Said ibnul Musayyib bahwa Umar ibnul Khattab membunuh tujuh
orang penduduk San'a yang membunuh satu orang dan berkata:” Jika penduduk San'a membangkang maka akan aku bunuh
semuanya” (Riwayat Imam Malik Az-Zi'liy Nasbur Rayah 4/353)
§ Pembunuhan
Setengah Disengaja
Pembunuhan setengah disengaja adalah pembunuhan yang
dilakukan seseorang secara tidak sengaja dan
tidak bermaksud membunuhnya tetapi hanya bermaksud melukainya, tetapi
menimbulkan kematiannya. Perbedaannya dengan qatlul amd ada dua, yaitu
pada niat atau maksud pelakuknya dan pada sarana yang dipakai. Dalam qatlul
amd pelaku memang bermaksud membunuhnya dan sarana yang dipakai pun secara
dominan dapat digunakan untuk membunuh seperti; pedang, pistol dan lain-lain.
Adapun al-qatlu syibhul amd pelakunya tidak berniat
membunuhnya dan alat yang digunakannya biasanya tidak membunuh. Pendapat ini
diyakini oleh jumhur ulama sebagaimana dalil hadits dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah Saw. bersabda: “Dua orang
wanita dari suku Hudzail saling bunuh. Seorang diantara mereka melempar dengan batu dan membunuhnya dan
janin yang ada dalam perutpun meninggal. Maka orang-orang datang pada Rasul
Saw. meminta fatwa. Kemudian beliau memutuskan bahwa bagi mereka yang membunuh
terkena sangsi dengan membayar diyat anaknya
seorang hamba lelaki atau perempuan dan memutuskan untuk membayar diyat
wanita bagi keluarga si pembunuhnya.” (HR Bukhori)
§ Pembunuhan
Salah
Tindakan pelaku pembunuhan yang tidak ada maksud membunuh
dan tidak pula menyakitinya tetapi terjadi korban karena kesalahan. Dan
pembunuhan salah disebut pidana sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur`an: ” Tidak boleh seorang mukmin membunuh mukmin lain kecuali
karena salah. Barangsiapa membunuh karena salah maka harus memerdekakan budak
mukmin dan membayar diyat yang diberikan kepada keluarganya ….” (an-Nisaa:
92).
Sangsi Qatlul Amd
Sangsi atas tindakan pidana kriminal
pembunuhan secara sengaja dalam Islam adalah qishash, kecuali keluarga pihak
terbunuh memaafkannya. Dan jika memaafkan maka harus membayar diyat, kecuali
juga membebaskannya. Dan jika keluarga terbunuh memaafkannya dari qishash dan
diyat maka pemerintah harus memberikah hukuman yang setimpal. Allah SWT
berfirman:” Telah diwajibkan qishash pada
pembunuhan” (al-Baqarah 178). “Dan dalam qishash ada kehidupan,bagi kaum yang
berfikir” (al-Baqarah 179). Sangsi dalam penjatuhan hukuman qishash tidak boleh mengenai pihak yang tidak
berdosa. Misalnya seorang wanita hamil yang terkena qishash maka tidak boleh
diqishash sampai melahirkan dan menyusui secara cukup, sesuai firman Allah:”
Tidak boleh berlebih-lebihan dalam membunuh” (al-Israa: 33) Dan ayat lain:”
Tidak boleh seseorang menanggung kesalahan orang lain.” (al- An'am 164)
6. Pidana Hudud dan Sanksinya dalam Islam
Pidana hudud adalah pidana yang sangsinya ditentukan
syariat, tidak ada penambahan dan pengurangan dan kadi atau hakim tidak
memiliki hak mengubah selain melaksanakan sesuai syarat-syaratnya. Pidana Hudud
ada tujuh macam, yaitu zina, qadf (menuduh zina), minum khamr, mencuri, hirabah
(membuat kerusakan di muka bumi), murtad dan bughat.
Sangsi ini disebut pidana hudud karena sangsinya telah
ditentukan dalam Al-Qur`an atau Sunnah
Rasul Saw.., yaitu hukuman dengan dera seratus kali dan diasingkan setahun bagi
pidana zina, sangsi dera bagi pidana minum khamr, sangsi potong tangan bagi
pidana mencuri, sangsi dibunuh atau dibunuh dengan disalib bagi pidana hirabah,
sangsi dibunuh bagi pidana murtad, sangsi dibunuh bagi pembangkang (baghi)
ketika keluar dari pemimpin muslim.
Adapun hikmah penetapan sangsi pada tindak pidana hudud
karena tindak pidana ini adalah suatu yang paling bahaya terkait dengan
kehidupan manusia di setiap waktu dan tempat.
Pelaksanaan sangsi pidana hudud harus sesuai dengan
batasan-batasan berikut:
- Legal
formal sangsi ini tidak dapat ditentukan kecuali oleh nash Al-Qur'an dan Sunnah
dan tidak boleh ditentukan oleh qiyas karena pidana adalah ketentuan syariat sebagaimana bilangan
shalat.
- Sangsi ini
tidak dapat dilakukan dengan adanya syubhat sebagaimana hadits Rasulullah Saw.:
”Jauhkan hudud dari syubhat, jika ada jalan maka hilangkanlah jalannya,
karena imam lebih baik salah dalam memaafkan daripada salah dalam menghukum” (HR
at-Tirmidzi)
- Hudud tidak
dapat bebas denga maaf dan pertolongan
jika sudah diangkat kepada kadi atau hakim. Tetapi jika belum diangkat kepada
hakim maka boleh dimaafkan dan menutupi pelakunya sebelum diangkat ke kadi.
Dalil dari pembolehan ini adalah penolakan Rasulullah Saw. pada Zaid ketika
datang untuk minta tolong meringankan hukuman seorang wanita Bani Makhzum yang
mencuri. Rasul bersabda:” Wahai Usamah, apakah engkau ingin menolong dalam
hudud Allah. Demi jiwa Muhammad Saw. yang ada ditanganya-Nya jika Fatimah binti
Muhammad mencuri maka aku akan potong
tangannya.“ (HR Bukhari dan Muslim)
- Pelaksanaan
hukum pidana hudud ini hanya dapat dilaksanakan oleh penguasa muslim atau yang
mewakilinya.
7. Menjawab Subuhat Sekitar Sistem Pidana Islam
Di bawah ini disebutkan syubuhat (penyimpangan ) yang
dimunculkan sekitar sistem pidana dalam Islam dan jawabannya.
a. Tuduhan usang dan tradisional
Disebutkan sebagian orang bahwa sistem pidana dalam Islam adalah sistem yang sudah usang yang berlaku pada masyarakat tradisional dahulu sehingga tidak layak lagi bagi masyarakat sekarang. Karena undang-undang harus terjadi perkembangan agar sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi yang terjadi.
Jawaban terhadap syubhat ini analogi dan pendapat ini adalah salah dan keliru. Pendapat ini memang tepat jika dialamatkan pada undang-undang dan hukum yang dibuat oleh manusia tetapi tidak benar jika diarahkan pada syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT Rabb manusia.
Dan analogi ini tidak benar sesuai dengan akal sehat, tidak mungkin dilakukan analogi dari apa yang dibuat oleh manusia dengan apa yang dibuat oleh Allah. Allah yang menciptakan langit, bumi dan seisinya, apakah manusia patut membangkang dengan segala ciptaaan Allah? Siapakah yang mengetahui rahasia manusia dan segala sesuatu yang dapat menghentikan kejahatanya jika bukan Rabb manusia.
2. Tuduhan
kejam dan terbelakang
Disebutkan juga bahwa sangsi dalam Islam secara umum kejam
dan terbelakang tidak sesuai dengan
kehormatan manusia dan kemajuan yang dicapainya berupa peradaban dan kemajuan.
Jawaban atas syubhat ini adalah bahwa sangsi ini tidak dapat dilihat kejam atau
keras kecuali bagi yang melihat dari satu sisi. Mereka melihat kesakitan yang
dirasakan pelaku pidana dan tidak melihat pada sisi lainnya. Sisi lainnya yaitu:
- Bahaya pidana pembunuhan yang
dikhususkan Islam dengan sangsi tersebut, yaitu sangsi atas pelanggaran
pembunuhan jiwa dan pidana hudud. Bagaimana mungkin memberikan toleransi bagi
orang yang membunuh, pelaku kriminal, pencuri dan lain-lain ? Bagaimana mungkin
lebih mengutamakan emosi bagi pelaku kriminal dan tidak merasa kasihan kepada
korban yang tidak berdosa?
- Memang benar
dalam pelaksanaan hudud ada unsur keras yang mereka namakan sadis atau kejam. Sesuatu yang harus dipahami bahwa
setiap sangsi harus ada unsur yang keras karena jika sangsi tidak ada unsur
kerasnya maka sangsi tersebut tidak akan berpengaruh bagi pelaku kejahatan.
Tetapi jika sangsi keras, maka cukup efektif untuk menolak dan
menakuti-nakutinya, sehingga membuat jera bagi pelaku kejahatan yang lain.
Bukankah jika seorang dokter berpendapat bahwa pasien yang terkena kanker, obat
satu-satunya harus diamputasi . Apakah kita akan mengatakan bahwa dokter
tersebut kejam atau sadis dan tidak
sesui dengan kemanusiaan? Begitu juga dalam masyarakat. Syariat Islam sangat
memperhatikan keselamatan anggota masyarakat dari penyakit kanker kriminal.
Maka kewajibannya adalah melakukan amputasi pada anggota yang rusak dan
berpenyakit yang senantiasa menimbulkan kerusakan dan tidak dapat diharapkan
kebaikannya.
3. Tuduhan
bahwa rajam adalah penghinaan bagi manusia
Mengapa sangsi yang diberlakukan pada orang yang berzina
muhsan dibunuh dengan cara dilempari batu sampai meninggal ? Bukankah ini
merupakan penghinaan bagi manusia? Bukankah ada cara lain untuk membunuh
seperti disetrum listrik atau yang lainnya yang lebih cepat dari segi membunuh
dan lebih baik? bukankah nabi kalian memerintahkan manusia jika membunuh harus dengan cara yang
baik?
Jawaban terhadap syubhat ini dapat dilihat dari dua
sisi :
-
Apakah dapat dibuktikan bahwa membunuh dengan listrik
atau pistol atau lainnya lebih ringan dan lebih tidak menyakitkan dibanding
dengan mdibunuh dengan rajam ?
-
Sesungguhnya sangsi rajam bukan hanya bertujuan
membunuh, tetapi yang dimaksud adalah membuat rasa takut dan gentar sehingga
orang tidak berani melakukan tindakan perzinahan yang sangat keji. Kemudian
sesungguhnya yang menentukan hukuman ini adalah Allah Dzat yang Maha Tahu akan
tabiat manusia dan rahasia mereka dan Allah berfirman:” Allah lebih mengetahui
yang merusak dari yang baik”. Dan disebutkan dalam ayat lain: “Bukankah Allah
yang menciptakan sedang Allah Maha
lembut dan Maha Mengetahui?”
8. Hikmah Tasyri`
Tafsir Ayat-ayat Zina
Surat An-Nuur : 2
1. Nash Ayat
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلاَ
تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ( النور 2)
Wanita
dan laki-laki yang berzina maka jilidlah masing-masing mereka 100 kali. Dan
janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu dari menjalankan agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan hendaklah pelaksanaan
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman. (QS.
An-Nuur : 2)
2. Sebab turunnya ayat :
An-Nasai
menyatakan bahwa Abdillah bin Amr berkata.”Ada seorang wanita bernama
Ummu Mahzul (atau Ummu Mahdun) yang musafih. Dan seorang laki-laki shahabat
Rasulullah SAW ingin menikahinya. Lalu turunlah ayat “Seorang wanita pezina
tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik dan hal itu
diharamkan buat laki-laki mukminin”.
Abu Daud, An-Nasai, At-Tirmizy dan Al-Hakim meriwayatkan
dari hadits Amru bin Syu`aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ada seorang
bernama Mirtsad datang ke Mekkah dan memiliki seorang teman wanita di Mekkah
bernama `Anaq. Lalu dia meminta izin pada Rasulullah SAW untuk menikahinya
namun beliau tidak menjawabnya hingga turun ayat ini. Maka Rasulullah SAW
bersabda kepadanya,”Ya Mirtsad, seorang wanita pezina tidak dinikahi kecuali
oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik dan hal itu diharamkan buat
laki-laki mukminin”.
Para Mufassirin mengatakan bahwa ayat ini selain untuk
Mirtsad bin Abi Mirtsad, juga untuk pra shahabat yang fakir yang minta izin
kepada Rasulullah SAW untuk menikahi para wanita pelacur dari kalangan ahli
kitab dan para budak wanita di Madinah, maka turunlah ayat ini.
3. Pengertian Zina :
Para ulama fiqih memberi batasan bahwa zina yang dimaksud
adalah masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita tanpa nikah atau
syibhu nikah (mirip/setengah nikah).
Bahkan ulama Al-Hanafiyah memberikan definisi
yang jauh lebih rinci lagi yaitu : hubungan seksual yang haram yang
dilakukan oleh mukallaf (aqil baligh) pada kemaluan wanita yang hidup dan
musytahah dalam kondisi tanpa paksaan dan dilakukan di wilayah hukum Islam
(darul Islam) di luar hubungan kepemilikan (budak) atau nikah atau syubhat
kepemilikan atau syubhat nikah. [31]
Bila kita breakdown
definisi Al-Hanafiyah ini maka kita bisa melihat lebih detail lagi :
1.
Hubungan seksual : sedangkan percumbuan yang
tidak sampai penetrasi bukanlah dikatakan sebagai zina.
2.
yang haram : maksudnya pelakuknya adalah seorang
mukallaf (aqil baligh). Maka orang gila atau atau anak kecil tidak masuk dalam
definisi ini.
3.
pada kemaluan : sehingga bila dilakukan pada
dubur bukanlah termasuk zina oleh Al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan oleh
Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah meski dilakukan pada dubur sudah
termasuk zina.
4.
wanita : bila dilakukan pada sesama jenis atau
pada binatang bukan termasuk zina.
5.
yang hidup : bila dilakukan pada mayat bukan
termasuk zina.
6.
musytahah : maksudnya adalah bukan wanita anak kecil
yang secara umum tidak menarik untuk disetubuhi.
7.
dalam kondisi tanpa paksaan : perkosaan yang
dialami seorang wanita tidaklah mewajibkan dirinya harus dihukum.
8.
dan dilakukan di wilayah hukum Islam (darul Islam)
9.
di luar hubungan kepemilikan (budak) atau nikah atau
syubhat kepemilikan atau syubhat nikah.
Dalam pengertian zina, terkandung beberapa hal yang
menentukan apakah sebuah perbuatan itu termasuk zina secara syar`i atau tidak,
antara lain :
§ Pelakunya adalah seorang mukallaf,
yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila
melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina
secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila
dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.
§ Pasangan zinanya itu adalah
seorang manusia baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila
seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan
lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.
§ Dilakukan dengan manusia yang
masih hidup. Sedangkan bila seseorang menyetubuhi seorang mayat yang
telah mati, juga tidak termasuk dalam kategori zina yang dimaksud dan memiliki
konsekuensi hukum tersendiri.
§ Imam Abu Hanifah berpendapat
bahwa zina itu hanyalah bila dilakukan dengan memasukkan kemaluan lak-laki
ke dalam kemaluan wanita. Jadi bila dimasukkan ke dalam dubur (anus), tidak
termasuk kategori zina yang dimaksud dan memiliki hukum tersendiri. Namun Imam
Asy-Syafi`i dan Imam Malik dan Imam
Ahmad tetap menyatakan bahwa hal itu termasuk zina yang dimaksud.
§ Perbuatan itu dilakukan bukan
dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.
§ Perbuatan itu dilakukan di
negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal, yaitu
di negeri yang ‘adil’ atau ‘darul-Islam’. Sedangkan bila dilakukan di negeri
yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan
ayat hudud.
4. Syarat Dilaksanakannya Hukuman Zina :
Sedangkan untuk sampai kepada eksekusi atas pelaku
perzinahan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
- Pelakunya adalah seorang
yang sudah cukup usia (baligh).
b. Pelakunya adalah seorang yang
sudah waras akalnya (aqil). Seorang gila bila berzina dengan orang waras, maka
yang dihukum hudud hanyalah yang waras saja, sedangkan yang gila tidak dihukum
hudud.
c. Pelakunya adalah seorang
muslim dan muslimah. Pendapat Al-Malikiyah bahwa bila seorang kafir laki-laki
berzina dengan seorang wanita kafir maka tidak dihukum hudud tetapi dihukum
ta`zir sesuai dengan pandangan hakim sebagai pelajaran bagi keduanya. Sedangkan
bila laki-laki kafir berzina dengan wanita muslimah, maka yang laki-laki
dihukum ta`zir sedang yang muslimah dihukum hudud.
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa seorang kafir yang
berzina dihukum hudud.
d. Perbuatan itu dilakukan dalam
keadaan tidak terpaksa. Jumhur ulama sepakat bahwa seorang yang berzina karena
terpaksa, maka tidak dapat dijatuhi hukuman hudud. Sedangkan Imam Ahmad
mengatakan harus dihukum hudud. Namun Sehingga yang dizinai secara paksa atau
diperkosa tidak dihukum.
e. Perbuatan itu dilakukan
dengan seorang manusia bukan dengan hewan. Bila dilakukan dengan hewan, maka
pelakuknya dihukum dengan ta`zir bukan dengan hudud. Sedangkan hukum hewan yang
disetubuhi itu tetap halal dan dagingnya boleh dimakan. Namun Al-Hanabilah
menyatakan bahwa bila perbuatan itu disaksikan oleh minimal 2 orang, maka hewan
itu dibunuh, pelakunya diwajibkan membayar harga hewan itu tapi dagingnya tidak
halal dimakan.
f. Pasangan itu baik laki-laki
atau wanita adalah mereka yang sudah masuk kategori bisa melakukan hubungan
seksual. Bila laki-laki bersetubuh dengan wanita di bawah umur, tidak dihukum
hudud. Begitu juga bila seorang wanita dewasa bersetubuh dengan anak kecil yang
belum baligh.
g. Perbuatan itu tidak
mengandung syubhat. Seperti bila seorang menyangka wanita yang disetubuhinya adalah
istrinya tapi ternyata bukan. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dan karena
syubhatnya itu, maka Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf mengatakan tetap harus
dihukum hudud.
h. Pelakunya adlaah orang yang
mengerti dan tahu bahwa ancaman hukuman zina adalah hudud yaitu rajam atau
cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Sehingga bila pelakunya
mengaku bahwa dia tidak tahu ancaman hukuman zina, maka para ulama berbeda
pendapat.
i.
Wanita
yang dizinai bukanlah seorang kafir harbi.
j.
Wanita
yang dizinai adalah seorang wanita yang masih hidup atau bernyawa. Sedangkan
menyetubuhi mayat memiliki hukum tersendiri.
5. Jenis Zina dan hukumannya
a. Jenis Zina
Para
ulama membagi pelaku zina menjadi dua macam, yaitu :
-
Pelaku
zina yang belum pernah menikah
sebelumnya secara syar`i. Pelakunya disebut ghairu muhshan.
-
Pelaku
zina yang sudah pernah menikah
sebelumnya secara syar`i. Pelakunya disebut muhshan.
b. Hukuman buat pezina :
Hukuman buat pezina terbagi dua macam sesuai dengan
pelakunya, apakah muhshan atau ghairu muhshan.
§ Hukuman zina ghairu muhshan
Hukuman zina ghairu muhshan adalah jalad atau cambuk dan diasingkan
selama setahun.
Dalilnya adalah firman Allah SWT :
“Wanita
dan laki-laki yang berzina maka cambuklah masing-masing mereka seratus kali."
Selebihnya yaitu tentang mengasingkan mereka selama
setahun, para ulama sedikit berbeda pandangan :
ú Al-Hanafiyah berpendapat
bahwa seorang muhshan cukup dicambuk 100 kali saja tanpa harus diasingkan
selama setahun. Dalil yang mereka gunakan adalah zahir ayat yang secara terang
hanya menyebutkan hanya cambuk saja tanpa menyebutkan pengasingan.
Dan bila ditambah dengan cambuk, maka menjadi penambahan
atas nash dan penambahan itu menjadi nasakh. Jadi masalah mengasingkan bagi
Al-Hanafiyah bukan termasuk hudud, tetapi dikembalikan kepada hakim sebagai
bentuk hukuman ta`zir. Bila hakim memandang ada mashlahatnya maka bisa
dilakukan dan bila tidak maka tidak perlu dilakukan.
ú Asy-Syafi`iyah dan
Al-Hanabilah berpandangan bahwa mengasingkan pezina selama setahun adalah
bagian dari hudud dan harus digabungkan dengan pencambukan. Pengasingan itu
sendiri ditentukan bahwa jaraknya minimal jarak yang membolehkan seseorang
mengqashar shalatnya. Dalil yang mereka gunakan untuk mengasingkan ini adalah
sabda Rasulullah SAW :
“Ambillah dariku (ajaran agamamu)
yang Allah telah jadikannya sebagai jalan. Perawan dan bujangan yang berzina
maka hukumannya adalah cambuk dan diasingkan setahun. Dan orang yang sudah
menikah yang berzina maka hukumannya adalah cambuk 100 kali dan rajam”.[32]
Namun mereka mengatakan bahwa pengasingan ini hanya
berlaku bagi lak-laki saja, sedangkan wanita yang berzina tidak perlu
diasingkan kecuali ada mahram yang menemaninya seperti suami atau mahram dari
keluarganya. Karena Rasulullah SAW melarang bepergiannya seorang wanita,”Wanita tidak
boleh bepergian lebih dari 3 hari kecuali bersama suami atau mahramnya”. [33]
Al-Malikiyah berkata bahwa laki-laki diasingkan ke negeri
yang asing baginya selama setahun, sedangkan wanita tidak diasingkan karena
takut terjadinya zina untuk kedua kalinya sebab pengasingan itu.
§ Hukuman zina muhshan
Para ulama sepakat menyatakan bahwa pelaku zina muhshan
dihukum dengan hukuman rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati.
Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW secara umum yaitu,“Tidak halal
darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal : orang yang
berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah”.[34]
Dan secara praktek, selama masa hidup Rasulullah SAW
paling tidak tercatat 3 kali beliau merajam pezina yaitu Asif, Maiz dan seorang
wanita Ghamidiyah.
ú Asif berzina dengan seorang
wanita dan Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan
perkaranya dan beliau bersabda,”Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia
mengaku zina maka rajamlah”.[35]
ú Kisah Maiz diriwayatkan dari
banyak alur hadits dimana Maiz pernah mengaku berzina dan Rasulullah SAW
memerintahkan untuk merajamnya.[36]
ú Kisah seorang wanita
Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah SAW mengaku berzina dan telah hamil,
lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk melahirkan dan merawat dulu anaknya
itu hingga bisa makan sendiri dan barulah dirajam.[37]
Zina muhshan adalah puncak perbuatan keji sehingga akal
manusia pun bisa menilai kebusukan perbuatan ini, karena itu hukumannya adalah
hukuman yang maksimal yaitu hukuman mati dengan rajam.
6. Syarat untuk merajam
Rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempar dengan
batu. Karena beratnya hukuman ini, maka sebelum dilakukan dibutuhkan syarat dan
proses yang cukup pelik. Syarat itu adalah terpenuhinya kriteria ihshah
(muhshan) yang terdiri dari rincian sbb :
- Islam
- Baligh
- Akil
- Merdeka
- Iffah
- Tazwij
- Pernah bersetubuh dengan
wanita yang halal dari nikah yang sahih. Meski ketika bersetubuh itu tidak
sampai mengeluarkan mani. Ini adalah yang maksud dengan ihshan oleh
Asy-Syafi`iyah.
Bila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi, maka
pelaku zina itu bukan muhshan sehingga hukumannya bukan rajam.
7. Penetapan / vonis zina
Untuk bisa melakukan hukuman bagi pezina, maka harus ada
ketetapan hukum yang syah dan pasti dari sebuah mahkamah syariah atau
pengadilan syariat. Dan semua itu harus melalui proses hukum yang sesuai pula
dengan ketentuan dari langit yaitu syariat Islam.
Allah telah menetapkan bahwa hukuman zina hanya bisa
dijatuhkan hanya melalui salah satu dari dua cara :
- Ikrar atau pengakuan
dari pelaku
Pengakuan sering diseubt dengan ‘sayyidul adillah’, yaitu
petunjuk yang paling utama. Karena pelaku langsung mengakui dan berikrar di
muka hakim bahwa dirinya telah melakukan kejahatan. Bila seorang telah berikrar
di muka hakim bahwa dirinya berzina, maka tidak perlu adanya saksi-saksi.
Di zaman Rasulullah SAW, hampir semua kasus perzinahan
diputuskan berdasarkan pengakuan para pelaku langsung. Seperti yang dilakukan
kepada Maiz dan wanita Ghamidiyah.
Teknis pengakuan atau ikrar di depan hakim adalah dengan
mengucapkannya sekali saja. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Imam Malik ra.,
Imam Asy-Syafi`i ra., Daud, At-Thabarani dan Abu Tsaur dengan berlandaskan apa
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW kepada pelaku zina. Beliau memerintahkan
kepada Unais untuk mendatangi wanita itu dan menanyakannya,”Bila wanita itu
mengakui perbuatannya, maka rajamlah”. Hadits menjelaskan kepada kita bahwa
bila seorang sudah mengaku, maka rajamlah dan tanpa memintanya mengulang-ulang
pengakuannya.
Namun Imam Abu Hanifah ra. mengatakan bahwa tidak cukup hanya dengan
sekali pengakuan, harus empat kali
diucapkan di majelis yang berbeda. Sedangkan pendapat Al-Hanabilah dan Ishaq
seperti pendapat Imam Abu Hanifah ra., kecuali bahwa mereka tidak mengharuskan
diucapkan di emapt tempat yang berbeda.
Bila orang yang telah berikrar bahwa dirinya berzina itu
lalu mencabut kembali pengakuannya, maka hukuman hudud bisa dibatalkan.
Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah, Asy-Syafi`iyyah dan Imam Ahmad bin
Hanbal ra. Dasarnya adalah peristiwa yang terjadi saat eksekusi Maiz yang saat
itu dia lari karena tidak tahan atas lemparan batu hukuman rajam. Lalu
orang-orang mengejarnya beramai-ramai dan akhirnya mati. Ketika hal itu
disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau menyesali perbuatan orang-orang itu
dan berkata,”Mengapa tidak kalian biarkan saja dia lari ?”. (HR. Abu Daud dan
An-Nasai).
Sedangkan bila seseorang tidak mau mengakui perbuatan
zinanya, maka tidak bisa dihukum. Meskipun pasangan zinanya telah mengaku.
Dasarnya adalah sebuah hadits berikut :
Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata bahwa
dia telah berzina dengan seorang wanita. Lalu Rasulullah SAW mengutus seseorang
untuk memanggilnya dan menanyakannya, tapi wanita itu tidak mengakuinya. Maka Rasulullah
SAW menghukum laki-laki yang mengaku dan melepaskan wanita yang tidak mengaku.
(HR. Ahmad dan Abu Daud)
- Saksi yang bersaksi di
depan mahkamah
Ketetapan bahwa seseorang telah berzina juga bisa
dilakukan berdasrkan adanya saksi-saksi. Namun persaksian atas tuduhan zina itu
sangat berat, karena tuduhan zina sendiri akan merusak kehormatan dan martabat
seseorang, bahkan kehormatan keluarga dan juga anak keturunannya. Sehingga
tidak sembarang tuduhan bisa membawa kepada ketetapan zina. Dan sebaliknya,
tuduhan zina bila tidak lengkap akan menggiring penuduhnya ke hukuman yang
berat.
Syarat yang harus ada dalam persaksian tuduhan zina
adalah :
-
Jumlah
saksi minimal empat orang. Allah berfirman,”Dan terhadap wanita yang
mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang
menyaksikan”.(QS. An-Nisa` : 15).
Bila jumlah yang bersaksi itu kurang dari empat, maka
mereka yang bersaksi itulah yang harus dihukum hudud. Dalilnya adalah apa yang
dilakukan oleh Umar bin Al-Khattab terhadap tiga orang yang bersaksi atas
tuduhan zina Al-Nughirah. Mereka adalah Abu Bakarah, Nafi` dan Syibl bin
Ma`bad.
Para saksi ini sudah baligh semua. Bila salah satunya
belum baligh, maka persaksian itu tidak syah.
-
Para
saksi ini adalah orang-orang yang waras akalnya.
-
Para
saksi ini adalah orang–orang yang beragama Islam.
-
Para
saksi ini melihat langsung dengan mata mereka peristiwa masuknya kemaluan
laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang berzina.
-
Para
saksi ini bersaksi dengan bahasa yang jelas dan vulgar, bukan dengan bahasa
kiasan.
-
Para
saksi melihat peristiwa zina itu bersama-sama dalam satu majelis dna dalam satu
waktu. Dan bila melihatnya bergantian, maka tidak syah persksian mereka.
-
Para
saksi ini semuanya laki-laki. Bila ada salah satunya wanita, maka persaksian
mereka tidak syah.
Di luar kedua hal diatas, maka tidak bisa dijadikan dasar
hukuman hudud, tetapi bisa dilakukan hukuman ta`zir karena tidak menuntut
proses yang telah ditetapkan dalam syariat secara baku.
Bahkan bila ada seorang wanita hamil dan tidak ada
suaminya, tidak bisa langsung divonis telah berzina. Tetap diperlukan pengakuan
atau persaksian. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib bertanya kepada
wanita yang hamil di luar nikah,”Apakah kamu dipaksa berzina ?”. “Tidak”.
“Barangkali ada laki-laki yang menidurimu saat kamu tidur ? “. . .
Hanya Imam Malik ra. yang mengatakan bahwa bila ada
wanita hamil tanpa suami dan tidak ada indikasi diperkosa, maka wanita itu
harus dihukum hudud.
Tafsir ayat-ayat Hijab Wanita
1. Nash Ayat
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا( الأحزاب 59)
Wahai
para Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanitamu dan istri-istri
orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seleuruh tubuh mereka.
Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59)
2. Makna per kata
§
Azwajika (أزوجك): yang
dimaksud dengan kata ini adalah para istri nabi yang statusnya menjadi ibu dari
orang-orang mukmin.
§
Yudnina (يدنينا) : maknanya
adalah menjulurkan atau memanjangkan. Dan yang dimaksud dalam ayat ini adalah
menutup wajah dan badan agar berbeda dengan budak
§
Jalabib (جلابيبهن):
maknanya adalah pakaian yang menutupi seluruh badan. Dalam kamus lisanul arab
disebutkan bahwa jilbab adalah pakaian yang lebih luas / besar dari kerudung
yang menutup kepala dan dada. Ibnu Abbas berkata bahwa wanita muslimah
diperintahkan untuk menutup kepala dan wajah mereka kecuali sebelah mata saja
agar mereka dikenali sebagai wanita merdeka.
§
Adnaa (أدنى): merupakan
fi`il tafdhil yang bermakna lebih dekat.
Asalnya dunuw yang bermakna dekat. Adnani minhhu artinya dekatkan aku
kepadanya.
§
Ghafura (غفورا): maknanya
Maha Pengampun, yaitu menghapus dosa-dosa. Ampunan ini belaku buat mereka yang
meminta ampun.
§
Rahima (رحيما): maknanya
mengasihi hambanya dan menyayangi. Dan diantara bentuk kasih syangnya adalah
tidak mewajibkan mereka dengan hal yang tidak mereka mampu.
3. Ta`bir Qurani
a. Allah memulai dengan menyebutkan istri-istri nabi dan anak-anaknya dalam perintah untuk memakai hijab secara syar`i. Hal itu memberi isyarat bahwa para istri dan anak-anak nabi adalah merupakan suri tauladan bagi umatnya. Dan dakwah itu tidak akan membuahkan hasil keculai bila seorang da`i memulai dari dirinya dan keluarganya terlebih dahulu.
b. Perintah untuk berhijab datang setelah perintah untuk menutup aurat itu kuat dan mendalam. Sehingga berhijab merupakan tambahan dari kewajiban menutup aurat.
4. Sebab turunnya ayat
Para mufassir meriwayatkan bahwa
pada zaman dahulu para wanita baik yang merdeka maupun yang budak, keluar pada
malam bila ingin buang air di antara semak dan pohon. Sehingga tidak bisa
dibedakan antara wanita merdeka dan budak. Orang-orang fasiq di Madinah
sebagaimana kebiasaan jahiliyah sering menggoda para budak wanita. Namun
seringkali malah menggoda para wanita merdeka dengan alasan bahwa mereka salah
kira. Sehingga turunlah ayat ini untuk membedakan antara wanita merdeka dengan
budak, yaitu dengan memakai jilbab yang panjang dan lebar.
5. Batas Aurat Wanita
Khilaf dan perbedaan pendapat di kalangan para ulama
tentang batasan aurat wanita itu akan selalu ada, selama nash-nash itu sendiri
memang mengandung khilaf dan perbedaan penafsiran serta variasi istimbath
hukum. Selama masih ada dari umat ini yang berpegang kepada kekerasan gaya Ibnu
Umar ra dan keluwesan Ibnu Abbas ra. Dan selama para shahabat ada yang shalat
Ashar di jalan dan ada yang shalat Ashar di Bani Quraidhah.
Namun semua itu bukanlah aib dan dosa, melainkan justru
rahmat dari Allaw Azza Wa Jalla. Yang pendapatnya salah mendapat uzur dan
justru mendapat satu pahala. Bahkan ada yang mengatakan bahwa tidak ada
kesalahan dalam ijtihad masalah cabang-cabang (furu`).
Namun di balik khilaf dalam masalah ini, tidak ada
salahnya kami kemukakan dalil-dalil dari masing-masing pihak, baik yang
mewajibkan niqab (tutup muka) bagi wanita maupun yang tidak mewajibkan.
1.
YANG MEWAJIBKAN TUTUP MUKA (NIQAB)
Mereka yang mewajibkan setiap wanita untuk menutup muka
(memakai niqab) berangkat dari pendapat bahwa wajah itu bagian dari aurat
wanita yang wajib ditutup dan haram dilihat oleh lain jenis non mahram.
Dalil-dalil yang mereka kemukakan antara lain :
a.
Ayat Hijab (Surat Al-Ahzab : 59)
“Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzah : 59)
Ayat ini adalah ayat yang paling utama dan paling sering
dikemukakan oleh pendukung wajibnya niqab. Mereka mengutip pendapat para
mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk
menjulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka termasuk kepala, muka dan
semuanya, kecuali satu mata untuk melihat. Riwayat ini dikutip dari pendapat
Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani dan lainnya, meskipun tidak ada
kesepakatan diantara mereka tentang makna ‘jilbab’ dan makna ‘menjulurkan’.
Namun bila diteliti lebih jauh, ada ketidak-konsistenan
nukilan pendapat dari Ibnu Abbas tentang wajibnya niqab. Karena dalam tafsir di
surat An-Nuur yang berbunyi (kecuali yang zahir darinya), Ibnu Abbas justru
berpendapat sebaliknya.
Para ulama yang tidak mewajibkan niqab mengatakan bahwa
ayat ini sama sekali tidak bicara tentang wajibnya menutup muka bagi wanita,
baik secara bahasa maupun secara `urf (kebiasaan). Karena yang diperintahkan
jsutru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Dan tidak ditemukan ayat
lainnya yang memerintahkan untuk menutup wajah.
b.
Surat An-Nuur : 31
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.” (QS. An-Nur : 31)
Menurut mereka dengan mengutip riwayat pendapat dari Ibnu
Mas`ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah,
karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan `yang
biasa nampak` bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju.
Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahi dari
para shahabat termasuk riwayt Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan
lainnya dari kalangan tabi`in bahwa yang dimaksud dengan ‘yang biasa nampak
darinya’ bukanlah wajah, tetapi al-kuhl (celak mata) dan cincin. Riwayat ini
menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.
c.
Surat Al-Ahzab : 53
“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka , maka mintalah dari belakang
tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak
boleh kamu menyakiti Rasulullah dan
tidak mengawini isteri-isterinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.”(QS. Al-Ahzab : 53).
Para pendukung kewajiban niqab juga menggunakan ayat ini
untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka dan bahwa
wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab
ayat ini kepada istri Nabi, namun kewajibannya juga terkena kepada semua wanita
mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus
diikuti.
Selain itu bahwa mengenakan niqab itu alasannya adalah
untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yang melihat ataupun buat para
istri nabi. Sesuai dengan firman Allah dalam ayat ini bahwa cara yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka (istri nabi).
Namun bila disimak lebih mendalam, ayat ini tidak
berbicara masalah kesucian hati yang terkait dengan zina mata antara para
shahabat Rasulullah SAW dengan para istri beliau. Kesucian hati ini kaitannya
dengan perasaan dan pikiran mereka yang ingin menikahi para istri nabi nanti
setelah beliau wafat. Dalam ayat itu sendiri dijelaskan agar mereka jangan
menyakiti hati nabi dengan mengawini para janda istri Rasulullah SAW
sepeninggalnya. Ini sejalan dengan asbabun nuzul ayat ini yang menceritakan
bahwa ada shahabat yang ingin menikahi Aisyah ra bila kelak Nabi wafat. Ini
tentu sangat menyakitkan perasaan nabi.
Adapun makna kesucian hati itu bila dikaitkan dengan zina
mata antara shahabat nabi dengan istri beliau adalah penafsiran yang terlalu jauh
dan tidak sesuai dengan konteks dan kesucian para shahabat nabi yang agung.
Sedangkan perintah untuk meminta dari balik tabir,
jelas-jelas merupakan kekhusususan dalam bermuamalah dengan para istri Nabi.
Tidak ada kaitannya dengan ‘al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah’.
Karena ayat ini memang khusus membicarakan akhlaq pergaulan dengan istri nabi.
Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dengan seluruh wanita muslimah adalah
qiyas yang tidak tepat, qiyas ma`al fariq. Karena para istri nabi memang
memiliki standart akhlaq yang khusus. Ini ditegaskan dalam ayat Al-Quran.
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS.
Al-ahzab : 32)
d.
Hadits Larang Berniqab bagi Wanita Muhrim
Para pendukung kewajiban menutup wajah bagi muslimah
menggunakan sebuah hadits yang diambil mafhum mukhalafanya, yaitu larangan
Rasulullah SAW bagi muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.
“Janganlah wanita yang sedang
berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sarung tangan”.
Dengan adanya larangan ini, menurut mereka lazimnya para
wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Sehingga
perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya
setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau
melarangnya saat berihram.
Pendapat ini dijawab oleh mereka yang tidak mewajibkan
niqab dengan logika sebaliknya. Yaitu bahwa saat ihram, seseorang memang
dilarang untuk melakukan sesautu yang tadinya halal. Seperti memakai pakaian
yang berjahit, memakai parfum dan berburu. Lalu saat berihram, semua yang halal
tadi menjadi haram. Kalau logika ini diterapkan dalam niqab, seharusnya memakai
niqab itu hukumnya hanya sampai boleh dan bukan wajib. Karena semua larangan
dalam ihram itu hukum asalnya pun boleh dan bukan wajib. Bagaimana bisa sampai
pada kesimpulan bahwa sebelumnya hukumnya wajib ?
Bahwa ada sebagian wanita yang di masa itu menggunakan
penutup wajah, memang diakui. Tapi masalahnya menutup wajah itu bukanlah
kewajiban. Dan ini adalah logika yang lebih tepat.
e.
Hadits bahwa Wanita itu Aurat
Diriwayatkan oleh At-Tirmizy
marfu`an bahwa,”Wanita itu adalah aurat, bila dia keluar rumah, maka syetan
menaikinya”. Menurut At-turmuzi hadis ini kedudukannya hasan shahih.
Oleh para pendukung pendapat ini maka seluruh tubuh
wanita itu adalah aurat, termasuk wajah, tangan, kaki dan semua bagian
tubuhnya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah
dan Al-Hanabilah.
f.
Mendhaifkan Hadits Asma`
Mereka juga mengkritik hadits Asma` binti Abu Bakar yang
berisi bahwa, “Seorang wanita yang sudah hadih itu tidak boleh nampak bagian
tubuhnya kecuali ini dan ini” Sambil beliau memegang wajar dan tapak tangannya.
2.
PENDAPAT BAHWA WAJAH WANITA BUKAN
AURAT
Sedangkan mereka yang mendukung pendapat bahwa wajah
bukan termasuk aurat wanita menggunakan banyak dalil serta mengutip pendapat
dari para imam mazhab yang empat dan juga pendapat salaf dari para shahabat
Rasulullah SAW.
a.
Para shahabat Rasulullah SAW sepakat mengatakan bahwa wajah dan tapak tangan
wanita bukan termasuk aurat. Ini adalah riwayat yang paling kuat tentang
masalah batas aurat wanita.
b.
Para Fuqoha sepakat bahwa wajah bukan aurat bagi wanita.
Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita
ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan tapak tangan. (lihat Kitab Al-Ikhtiyar).
Bahkan Imam Abu Hanifah ra. sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah
wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak
bisa dihindarkan.
Al-Malikiyah dalam kitab ‘Asy-Syarhu As-Shaghir’ atau
sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri
dituliskan bahwa batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan
mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan
termasuk aurat.
Asy-Syafi`iyyah dalam pendapat As-Syairazi dalam kitabnya
‘al-Muhazzab’, kitab di kalangan mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu
seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.
Dalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah
berkata kitab Al-Mughni 1 : 1-6,”Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang
wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa
batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm
mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab
Al-Muhalla.
c.
Pendapat para mufassirin
Para mufassirin yang terkenal pun banyak yang mengatakan
bahwa batas aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali muka dan tapak
tangan. Mereka antara lain At-Thabari, Al-Qurthubi, Ar-Razy, Al-Baidhawi dan
lainnya. Pendapat ini sekaligus juga mewakili pendapat jumhur ulama.
d.
Adapun hadits Asma` binti Abu Bakar yang dianggap dhaif, ternyata tidak berdiri
sendiri, karena ada qarinah yang menguatkan melalui riwayat Asma` binti Umais
yang menguatkan hadits tersebut. Sehingga ulama modern sekelas Nasiruddin
Al-Bani sekalipun meng-hasankan hadits tersebut sebagaimana tulisan beliau
‘hijab wanita muslimah’, ‘Al-Irwa`, shahih Jamius Shaghir dan `Takhrij Halal
dan Haram`.
e.
Perintah kepada laki-laki untuk menundukkan pandanga.
Allah SWt telah memerintahkan kepada laki-laki untuk
menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar). Hal itu karena para wanita muslimah
memang tidak diwajibkan untuk menutup wajah mereka.
“Katakanlah kepada orang laki-laki
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(QS. An-Nuur : 30).
Dalam hadits Rasulullah SAW kepada
Ali ra. disebutkan bahwa,’Jangan lah kamu mengikuti pandangan pertama (kepada
wanita) dengan pandangan berikutnya. Karena yang pertama itu untukmu dan yang
kedua adalah ancaman / dosa”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizy dan Hakim).
Bila para wanita sudah menutup wajah, buat apalagi
perintah menundukkan pandangan kepada laki-laki. Perintah itu menjadi tidak
relevan lagi.
6. Tabir Penutup Ruangan
Memang para ulama berbeda pandangan tentang kewajiban
memasang tabir antara tempat lak-laki dengan tempat wanita. Yang disepakati
adalah bahwa para wanita wajib menutup aurat dan berpakaian sesuai dengan
ketentuan syariat. Juga sepakat bahwa tidak boleh terjadi ikhtilat (campur
baur) antara laki dan wanita. Serta haramnya khalwah atasu berduaan menyepi
antara laki-laki dan wanita.
Sedangkan kewajiban untuk memasang kain tabir penutup
antara ruangan laki-laki dan wanita, sebagian ulama mewajibkan dan sebagian
lainnya tidak mewajibkan.
1.
Pendapat Pertama : Yang Mewajibkan Tabir
Mereka yang mewajibkan harus dipasangnya kain tabir
penutup ruangan berangkat dari dalil baik Al-Quran maupun As-Sunah
a.
Dalil Al-Quran :
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak, tetapi jika kamu diundang maka
masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang
percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu
kepadamu , dan Allah tidak malu yang
benar. Apabila kamu meminta sesuatu
kepada mereka, maka MINTALAH DARI BELAKANG TABIR. Cara yang demikian itu
lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah
ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.(QS. Al-Ahzab : 53)
Ayat tersebut menyatakan bahwa memasang kain tabir
penutup meski perintahnya hanya untuk para isteri nabi, tapi berlaku juga
hukumnya untuk semua wanita. Karena pada dasarnya para wanita harus menjadikan
para istri nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah sehari-hari. Sehingga kihtab
ini tidak hanya berlaku bagi istri-istri nabi saja tetapi juga semua wanita
mukminat.
b.
Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba
Ummu Salamah, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan
Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda:
"pakailah tabir". Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: "Dia
(Ibnu Ummi Maktum) itu buta!" Maka jawab Nabi: "Apakah kalau dia
buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?"
2.
Pendapat Kedua : Yang Tidak Mewajibkan
Oleh mereka yang mengatakan bahwa tabir penutup ruangan
yang memisahkan ruangan laki-laki yang wanita itu tidak merupakan kewajiban,
kedua dalil di atas dijawab dengan argumen berikut :
a.
Dalil AL-Quran
Sebagian ulama mengatakan bahwa kewajiban memasang kain
tabir itu berlaku hanya untuk pada istri Nabi,
sebagaimana zahir firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 53.
Hal itu diperintahkan hanya kepada istri nabi saja karena
kemuliaan dan ketinggian derajat mereka serta rasa hormat terhadap para ibu
mukimin itu. Sedangkan terhadap wanita mukminah umumnya, tidak menjadi
kewajiban harus memasang kain tabir penutup ruangan yang memisahkan ruang untuk
laki-laki dan wanita.
Dan bila mengacu pada asbabun nuzul ayat tersebut, memang
kelihatannya memang diperuntukkan kepada para istri nabi saja.
b.Dalil
Sunnah
Kalangan ahli tahqiq (orang-orang yang ahli dalam
penyelidikannya terhadap suatu hadis/pendapat) mengatakan bahwa hadits Ibnu
Ummi Maktum itu merupakan hadis yang tidak sah menurut ahli-ahli hadis, karena
Nabhan yang meriwayatkan Hadis ini salah seorang yang omongannya tidak dapat
diterima.
Kalau ditakdirkan hadis ini sahih, adalah sikap kerasnya
Nabi kepada isteri-isterinya karena kemuliaan mereka, sebagaimana beliau
bersikap keras dalam persoalan hijab.
c.
Dalil Lainnya : Isteri yang Melayani Tamu-Tamu Suaminya
Banyak ulama yang mengatakan bahwa seorang isteri boleh
melayani tamu-tamu suaminya di hadapan suami, asal dia melakukan tata kesopanan
Islam, baik dalam segi berpakaiannya, berhiasnya, berbicaranya dan berjalannya.
Sebab secara wajar mereka ingin melihat dia dan dia pun ingin melihat mereka.
Oleh karena itu tidak berdosa untuk berbuat seperti itu apabila diyakinkan
tidak terjadi fitnah suatu apapun baik dari pihak isteri maupun dari pihak
tamu.
Sahal bin Saad al-Anshari berkata
sebagai berikut : "Ketika Abu Asid as-Saidi menjadi pengantin, dia
mengundang Nabi dan sahabat-sahabatnya, sedang tidak ada yang membuat makanan
dan yang menghidangkannya kepada mereka itu kecuali isterinya sendiri, dia
menghancurkan (menumbuk) korma dalam suatu tempat yang dibuat dari batu sejak
malam hari. Maka setelah Rasulullah s.a. w. selesai makan, dia sendiri yang
berkemas dan memberinya minum dan menyerahkan minuman itu kepada Nabi."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dari hadis ini, Syaikhul Islam Ibnu Hajar berpendapat:
"Seorang perempuan boleh melayani suaminya sendiri bersama orang laki-laki
yang diundangnya ..."
Tetapi tidak diragukan lagi, bahwa hal ini apabila aman
dari segala fitnah serta dijaganya hal-hal yang wajib, seperti hijab. Begitu
juga sebaliknya, seorang suami boleh melayani isterinya dan perempuan-perempuan
yang diundang oleh isterinya itu.
Dan apabila seorang perempuan itu tidak menjaga
kewajiban-kewajibannya, misalnya soal hijab, seperti kebanyakan perempuan
dewasa ini, maka tampaknya seorang perempuan kepada laki-laki lain menjadi
haram.
d.
Dalil bahwa Masjid Nabawi di Zaman Rasulullah SAW Tidak Memakai Tabir
Pandangan tidak wajibnya tabir didukung pada kenyataan
bahwa masjid nabawi di masa Rasulullah SAW masih hidup pun tidak memasang kain
tabir penitup yang memisahkan antara ruangan laki-laki dan wanita. Bahkan
sebelumnya, mereka keluar masuk dari pintu yang sama, namun setelah junmlah
mereka semakin hari semakin banyak, akhirnya Rasulullah SAW menetapkan satu
pintu khusus untuk para wanita.
Hanya saja Rasulullah SAW memisahkan posisi shalat
laki-laki dan wanita, yaitu laki-laki di depan dan wanita di belakang
Wallahu A`lam Bish-shawab.
Tafsir ayat-ayat Mahram
1. Nash Ayat
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ
وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاّتِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّاتِي
فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ
تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلآئِلُ أَبْنَائِكُمُ
وَحَلآئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ
الأْخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا( النساء 23)
Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri
yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu ,
maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan
menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa
: 23)
2. Sebab turunnya ayat
3. Pengertian MahramYang Termasuk Mahram
Mahram berasal dari makna haram, yaitu wanita yang haram
dinikahi. Sebenarnya antara keharaman menikahi seorang wanita dengan kaitannya
bolehnya terlihat sebagian aurat ada hubungan langsung dan tidak langsung.
Hubungan langsung adalah bila hubungannya seperti akibat
hubungan faktor famili atau keluarga. Hubungan tidak langsung adalah karena
faktor diri wanita tersebut. Misalnya, seorang wanita yang sedang punya suami,
hukumnya haram dinikahi orang lain. Juga seorang wanita yang masih dalam masa
iddah talak dari suaminya. Atau wanita kafir non kitabiyah, yaitu wanita yang
agamanya adalah agama penyembah berhala seperi majusi, Hindu, Buhda,
Dari ayat ini dapat kita rinci ada beberapa kriteria
orang yang haram dinikahi. Dan sekaligus juga menjadi orang yang boleh melihat
bagian aurat tertentu dari wanita.
4. Mereka Yang Termasuk Mahram
Sesuai dengan ayat di atas, maka bila kita rinci lebih
lanjut, yang termasuk mahram adalah :
1. Ibu
kandung
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian tertentu dari
auratnya di hadapan anak-anak kandungnya.
2. Anak-anakmu
yang perempuan
Jadi wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya di
hadapan ayah kandungnya.
3. Saudara-saudaramu
yang perempuan,
Jadi seorang wanita boleh kelihatan sebagian dari auratnya
di hadapan saudara laki-lakinya.
4. Saudara-saudara
bapakmu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan anak saudara laki-lakinya. Dalam bahasa kita berarti keponakan.
5. Saudara-saudara
ibumu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan anak saudara wanitanya. Dalam bahasa kita juga berarti keponakan.
6. Anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ayah.
7. Anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan paman, dalam hal ini adalah saudara laki-laki ibu.
8. Ibu-ibumu
yang menyusui kamu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan seorang laki-laki yang dahulu pernah disusuinya, dalam hal ini disebut
anak susuan.
9. Saudara
perempuan sepersusuan
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan laki-laki yang dahulu pernah pernah menyusu pada wanita yang sama,
meski wanita itu bukan ibu kandung masing-masing. Dalam hal ini disebut saudara
sesusuan.
10. Ibu-ibu
isterimu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan laki-laki yang menjadi suami dari anak wanitanya. Dalam bahasa kita,
dia adalah menantu laki-laki.
11. Anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan laki-laki yang menjadi suami ibunya (ayah tiri) tetapi dengan syarat
bahwa laki-laki itu sudah bercampur dengan ibunya.
12. Isteri-isteri
anak kandungmu
Jadi seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan laki-laki yang menjadi ayah dari suaminya. Dalam bahasa kita adalah
mertua laki-laki.
Dalam surat An-Nur ayat 31 Allah SWT berfiman yang artinya :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS
An-Nuur : 31)
Ayat ini juga berbicara tentang siapa saja orang yang boleh
melihat sebagian aurat wanita yang dalam hal ini juga berstatus sebagai mahram.
Orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini ada yang sudah disebutkan di dalam surat
An-Nisa ayat 23 dan ada pula yang belum. Yang sudah disesutkan antara lain
adalah ayah, anak, saudara laki-laki dan anak saudara laki-laki. Selebihnya
belum disinggung.
Bila kita break down satu persatu maka apa yang disebutkan
dalam ayat ini berkaitan dengan siapa saja yang menjadi mahram adalah :
1. Suami
Bahkan seorang wanita bukan hanya boleh terlihat sebagian
auratnya tetapi seluruh auratnya halal bila terlihat.
2. Ayah
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan ayahnya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
3. Ayah
suami
Dalam bahasa kita adalah mertua. Yaitu ayahnya suami seorang
wanita.
4. Putera
atau anak
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan anaknya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [2]
5. Putera-putera
suami
Dalam bahasa kita maksudnya adalah anak tiri, dimana seorang
wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya
anak tiri.
6. Saudara-saudara
laki-laki.
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan saudara laki-lakinya telah dijelaskan pada surat An-Nisa ayat 23 pada
poin nomor [3]
7. Putera-putera
saudara lelaki
Bahwa seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di
hadapan putera saudara laki-lakinya (keponankan) telah dijelaskan pada surat
An-Nisa ayat 23 pada poin nomor [4]
8. Putera-putera
saudara perempuan
Dalam bahasa kita maksudnya adalah keponakan dari kakak atau
adik wanita.
9. Wanita-wanita
Islam
Jadi bila sesama wanita yang muslimah, seorang wanita boleh
terlihat sebagian auratnya, Tetapi tidak boleh terlihar seluruhnya. Karena
satu-satunya yang boleh melihat seluruh aurat hanya satu orang saja yaitu orang
yang menjadi suami.
Sedangkan sesama wanita tetap tidak boleh terlihat seluruh
aurat kecuali ada pertimbangan darurat seperti untuk penyembuhan secara medis
yang memang tidak ada jalan lain kecuali harus melihat.
Adapun wanita yang statusnya bukan Islam seperti Kristen,
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu atau ateis, maka seorang wanita musimah
diharamkan terlihat auratnya meski hanya sebagian. Karena itu buat para wanita
muslimah yang tinggal bersama di sebuah asrama atau di rumah kost, pastikan
bahwa wanita yang tinggal bersama anda muslimah semuanya. Karena kalau ada yang
bukan muslimah, anda tetap diwajibkan menutup aurat seluruh tubuh kecuali muka
dan telapak tangan sebagaimana di depan laki-laki non mahram.
Begitu juga bila masuk ke kolam renang khusus wanita,
pastikan bahwa semua pengunjungnya adalah wanita dan agamanya harus Islam.
10. Budak-budak
yang mereka miliki
Di masa perbudakan, seorang wanita masih dibolehkan terlihat
auratnya di hadapan budak yang dimilikinya. Tapi di masa kini, sopir dan
pembantu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai budak, karena mereka adalah
orang merdeka.
11. Pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
Yang dimaksud adalah pelayan atau pembantu yang sama sekali
sudah mati nafsu birahi baik secara alami atau karena dioperasi.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa ada perbedaan
pendapat dalam memahami maksud ayat in dalam beberapa makna : „
§ Mereka
adala orang yang bodoh/pandir yang tidak memiliki hasrat terhadap wanita.
§ Mereka
adalah orang yang mengabdikan hidupnya pada suatu kaum (harim) yang tidak
memiliki hasrat terhadap wanita.
§ Mereka
adalah orang yang impoten total.
§ Mereka
adalah orang yang dipotong kemaluannya,
§ Mereka
adalah orang yang waria yang tidak punya hasrat kepada wanita.
§ Mereka
adalah orang yang tua renta yang telah hilang nafsunya
12. Anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita.
- Sudah jelas
Tafsir ayat-ayat Zakat
1. Nash Ayat
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
2. Sebab Turunnya Ayat
3. Jenis Harta Yang Wajib Dizakati
1. Emas dan Perak
“…Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
maka beritahukanlah kepada mereka, siksa
yang pedih (QS. At-Taubah : 34)
2. Hasil tanaman dan buah
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung
dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa
dan tidak sama . Makanlah dari buahnya
bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya ; dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.”(QS. Al-An`am : 141)
3. Hasil usaha, kerja atau hasil perdagangan, dan
4. Hasil dari dalam bumi seperti hasil tambang dan
sejenisnya
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu...”(QS.
Al-Baqarah : 267)
Oleh sunnah Rasulullah SAW, kriteria yang masih bersifat
global itu dirinci secara lebih detail dan diklasifikasi lebih rinci. Termasuk
juga ditambahi dengan kriteria lainnya yang belum disebutkan secara eksplisit
di dalam Al-Quran.
Namun kesemuanya itu bisa disatukan dalam satu istilah yaitu
: HARTA. Dan untuk satu istilah itu, Allah telah menyebutkan adanya kewajiban
untuk mengeluarkan harta.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya
do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. At-Taubah : 103).
Namun tidak semua yang namanya harta itu wajib dikeluarkan
zakatnya. Ada sekian persyaratan yang harus terdapat pada harta itu untuk bisa
diwajibkannya zakat. Dan bila syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka harta itu
tidak wajib untuk dizakati.
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Emas dan perak yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah yang
berbentuk simpanan. Sedangkan bila berbentuk perhiasan yang sering dipakai atau
dikenakan, maka tidak termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Karena umumnya harga emas stabil dibandingkan dengan mata
uang, banyak orang yang menyimpan hartanya dalam bentuk emas. Apabila emas ini
dijadikan bentuk simpanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai nishab
dan haul.
B. Nishab
Bila seseorang memiliki simpanan emas seberat 85 gram atau
lebih, maka jumlah itu telah mencapai batas minimal untuk terkena kewajiban
membayar zakat emas.
Yang menjadi ukuran adalah beratnya, sedangkan bentuknya
meskipun mempengaruhi harga, dalam masalah zakat tidak termasuk yang dihitung.
Sedangkan nishab perak adalah 595 gram. Jadi bila
simpanannya berbentuk perak dan beratnya mencapai jumlah itu atau lebih, maka
telah wajib dikeluarkan zakatnya.
Bagaimana bila emas 85 gram itu terpisah-pisah ? Sebagian
sering digunakan dan sebagian lain disimpan ? Bila jumlah yang selalu menjadi
simpanan ini tidak mencapai nisabnya, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Karena yang wajib hanyalah yang benar-benar menjadi simpanan. Sedangkan yang
dipakai sehari-hari tidak terkena kewajiban zakat. Meskipun bila digabungkan
mencapai 85 gram.
C. Waktu Membayarnya
Simpanan berbentuk emas bila telah dimiliki selama masa satu
tahun qamariyah, barulah wajib dikeluarkan zakatnya. Yang menjadi ukuran adalah
awal dan akhir masa satu tahun itu.
Sedangkan bila ditengah-tengah masa itu emas itu bertambah
atau berkurang dari jumlah tersebut, tidak termasuk yang diperhitungkan.
Sebagai contoh, pada tanggal 1 Sya`ban 1422 Ahmad memiliki
emas seberat 100 gram. Maka pada 1 Sya`ban 1423 atau setahun kemudian, Ahmad wajib mengeluarkan zakat simpanan
emasnya itu. Meskipun pada bulan Ramadhan, emas itu pernah berkurang jumlahnya
menjadi 25 gram, namun sebulan sebelum datangnya bulan Sya`ban 1423, Ahmad
membeli lagi dan kini jumlahnya mencapai 200 gram.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari
berat emas yang terakhir dimiliki.
Jadi bila pada 1 Sya`ban 1423 itu emas Ahmad bertambah
menjadi 200 gram, zakat yang harus dikeluarkan adalah 200 x 2,5 % = 5 gram.
F. Contoh
- Pertama :
Untuk tabungan pendidikan anak sekolah, Ibu Weny
mengumpulkan uang sisa gaji suaminya. Setiap bulan, ada sisa gaji yang bisa
dikumpulkan sebanyak 1 juta rupiah. Namun Ibu Weny tidak ingin menyimpannya
dalam bentuk tabungan di bank karena takut tercampur dengan uang-uang lainnya
dan juga menghindari resiko terpakai. Karena itu setiap bulan, uang satu juga
itu dibelikan emas. Dengan harga emas Rp. 90.000, maka tiap bulan simpanan
emasnya 11 gram. Dalam jangka waktu 8 bulan, emas simpanan ibu Weny telah
mencapai 88 gram. Pada saat itulah tercatat ibu weny memiliki emas melebihi
nishab. Tanggal dan bulannya dicatat sesuai bulan hijriyah yaitu tanggal 10
Zulhijjah 1422 H.
Alhamdulillah, proses menabung ini berjalan rutin dan lancar
hingga setahun kemudian yaitu pada tanggal dan bulan yang sama, 10 Zulhijjah
1423 H, simpanan emasnya telah mencapai 220 gram.
Maka zakat simpanan emas yang harus dikeluarkannya adalah
220 gram x 2,5 % = 5,5 gram. Maka berangkatlah ibu Weny ke Lembaga Amil Zakat
untuk menyerahkan uang seharga 5,5 gram emas yaitu 90.000 x 5,5 = Rp. 495.000,-
sebagai pembayaran zakat tahun ini.
Dengan cara demikian, Ibu Weny telah menjadi muslimah yang
menjalankan syariat Allah yaitu mengeluarkan zakat simpanan emasnya.
- Kedua
Aristini berbahagia karena baru saja melangsungkan
pernikahannya dengan seorang ikhwah dambaan hatinya. Dalam akad nikah kemarin,
sang suami memberinya mas kawin berupa perhiasan emas kalung, cincin dan gelang
yang jumlah totalnya 200 gram.
Setahun kemudian, suaminya mendapat kesempatan meneruskan
kuliah S2 di luar negeri. Beasiswa hanya diberikan kepada suaminya, sedangkan
untuk dirinya tidak ada jatah, padahal setelah mempertimbangkan segala sesuatu,
diputuskan bahwa Aristini harus ikut menemani suami belajar. Terpaksa dia
mengeluarkan biaya sendiri yang jumlahnya mencapai sekitar 10 juta. Uang itu
didapat dari menjual sebagian simpanan emasnya sebanyak 120 gram. Jadi sekarang
simpanannya tinggal 80 gram. Saat itu tepat setahun usia pernikahan mereka,
seharusnya ini adalah saat Aristini mengeluarkan zakat emasnya
Namun karena jumlahnya kini tidak mencapai nisahb lagi, maka
Aristini tidak wajib mengeluarkan zakat emasnya.
3. Zakat Harta/Uang
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Harta yang disimpan baik dalam bentuk tunai, rekening di
Bank, atau bentuk yang lain. Harta ini tidak digunakan untuk mendapatkan
penghasilan, tetapi sekedar untuk simpanan. Bila nilainya bertambah lantaran
bunga di Bank, maka bunganya itu bukan hak miliknya, sehingga bunga itu tidak
termasuk yang wajib dikeluarkan zakatnya. Bunga itu sendiri harus dikembalikan
kepada kepentingan masyarakat banyak.
Sedangkan bila simpanan itu berbentuk rumah, kendaraan atau
benda lain yang disewakan atau menghasilkan pemasukan, maka masuk dalam zakat
investasi.
Dan bila uang itu dipnjamkan ke pihak lain sebagai saham dan
dijadikan modal usaha, maka masuk dalam zakat perdagangan.
Sedangkan bila uang itu dipinjamkan kepada orang lain tanpa
bunga (piutang) dan juga bukan bagi hasil, maka tetap wajib dikeluarkan
zakatnya meski secara real tidak berada di tangan pemiliknya. Kecuali bila uang
tersebut tidak jelas kedudukannya, apakah masih mungkin dikembalikan atau
tidak, maka uang itu tidak perlu dikeluarkan zakatnya. Karena kepemilikannya
secara real tidak jelas lagi. Meski secara status masih miliknya. Tapi
kenyataannya pinjaman itu macet dan tidak jelas apakah akan kembali atau tidak.
B. Nishab
Batas nishab zakat tabungan adalah seharga emas 85 gram.
Jadi bila harga emas sekarang ini Rp. 90.000,-, maka nisab zakat tabungan
adalah Rp. 7.650.000,-.
Bila tabungan kita telah mencapai jumlah tersebut, maka
sudah wajib untuk dikeluarkan zakatnya.
C. Waktu Membayarnya
Untuk membayar zakat tabungan, diperlukan masa kepemilikan
selama setahun hijriyah terhitung sejak memiliki jumlah lebih dari nishab.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari
saldo terakhir. Dan bila uang itu berupa rekening di bank konvensional, maka
saldo itu harus dikurangi dulu dengan bunga yang diberikan oleh pihak bank.
Karena bunga itu bukan hak pemilik rekening, sehingga pemilik rekening tidak
perlu mengeluarkan zakat bunga.
F. Contoh
- Pertama :
Uang tabungan Cici di Bank BCA terhitung sejak 5 Januari
2002 sebesar 20 juta. Untuk mengetahui apakah uang tabungan ini nantinya
terkena zakat atau tidak, maka langkah yang harus dilakukan adalah sbb :
Menentukan tanggal 5 Januari 2002 itu jatuh pada tanggal
berapa hijriyah. Didapat tanggalnya adalah 21 Syawwal 1422 H.
Maka bila pada tahun depan yaitu tanggal 21 Syawwal 1423 H,
uang tabungannya masih ada dan melebihi nisab yaitu seharga 85 gram emas, maka
Cici wajib mengeluarkan uang sebesar 2,5 dari saldo tabungannya untuk zakat.
Saldo yang tersisa di dalam rekening tercatat Rp. 10.750,-.
Namun karena Bank tempat menyimpannya memberlakukan sistem bunga yang ribawi,
Cici harus mengurangi dulu jumlah total saldonya dengan bunga yang diberikan
oleh bank.
Didapat hasil bersihnya adalah Rp. 10.376.500,-. Bunga ini
diambil untuk diserahkan kepada kepentingan masyarakat banyak seperti membangun
jalan, jembatan, lampu penerangan jalan dan sebagainya.
Sedangkan nishabnya seharga 85 gram emas adalah 85 x Rp. 90.000,-
yaitu 7.650.000,-. Maka saldo tabungannya sudah mencapai nishab. Cici wajib
mengeluarkan zakatnya yaitu sebesar 2,5 % dari Rp. 10.376.500,- yaitu Rp.
259.412,5,-.
4. Zakat Perdagangan
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Harta perdagangan atau perniagaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya adalah berdasarkan modal yang berputar dalam perdagangan itu, bukan
modal yang diam atau asset.
Lebih jelasnya, bila perdaganan itu adalah membuka warung
kebutuhuan sehari-hari, maka harta yang harus dihitung untuk dikeluarkan
zakatnya adalah uang yang dijadikan modal untuk membeli barang yang akan
dijual. Sedangkan modal yang bersifat tetap seperti biaya untuk membangun toko,
membeli etalase, lemari, rak dan semua perlengkapan toko tidak termasuk yang
dihitung untuk dikeluarkan zakatnya.
Yang dihitug adalah modal yang diputar, yaitu harta untuk
membeli barang-barang yang akan dijual yang sering disebut stok..
Yang tidak termasuk harus dikeluarkan zakatnya adalah bila
seseorang membeli suatu barang yang tidak diniatkan untuk diperdagangkan, namun
ternyata tiba-tiba ada yang menawar barang itu dengan harga yang lebih tinggi.
Maka barang itu dijual dan dia mendapatkan keuntungan yang lumayan. Dalam hal
ini, meski secara praktek dia seperti berdagang dan mendapatkan keuntungan,
namun kejadian seperti ini tidak mewajibkan dirinya untuk mengeluarkan zakat
perdagangan.
Termasuk yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya adalah barang
titipan pihak lain yang dijual di sebuah toko. Barang itu meski dijual di toko
itu namun bukan milik si pemilik toko, maka si pemilik toko tidak wajib
mengeluarkan zakatnya karena barang itu bukan miliknya Hal ini sering disebut
dengan konsinyasi. Si pemilik barang itulah yang wajib mengeluarkan zakat,
sedangkan pemilik toko hanya membantu menjualkannya saja.
Salah satu indikator apakah barang itu konsinyasi atau bukan
adalah bila barang itu tidak laku, maka pemilik toko tidak punya kewajiban
untuk membayar barang tersebut.
Dalam hal ini perlu dibedakan dengan sistem pembayaran krdit
atau diangsur. Barang yang dijual di sebuah toko dengan sistem pembayaran
kredit berbeda dengan sistem konsinyasi. Barang yang dikredit dalam akadnya
sudah menjadi milik pemiilik toko.
B. Nishab
Nishab zakat perdagangan adalah sama dengan nishab zakat
emas dan perak yaitu bila harta yang diputar itu sudah mencapai harga emas
seberat 85 gram. Atau 595 gr perak. Jadi bila harga emas sekarang ini Rp.
90.000,-, maka nisab zakat perdagangan adalah Rp. 7.650.000,-.
C. Waktu Membayarnya
Untuk membayar zakat perdagangan, diperlukan masa
kepemilikan selama setahun hijriyah terhitung sejak memiliki jumlah lebih dari
nishab.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % dari
modal berputar terakhir.
F. Contoh
- Pertama :
Mbak Endang punya toko yang menjual barang kebutuhan
sehari-hari. Ketika pertama kali berdiri, dia harus mengeluarkan dana untuk
menyewa tanah, membangun kios, membeli rak dan lemari dan semua perlengkapan
toko. Total dia telah mengeluarkan uang diperkirakan seharga 100 juta.
Untuk menghitung zakat perdagangannya, perlu dipisahkan
terlebih dahulu antara modal diam (aset) dan modal berputar. Ternyata biaya
sewa tanah, membangun kios dan semua perlengkapannya menghabiskan dana sekitar
60 juta. Namun tidak semua barang yang dijual itu miliknya, sebagian adalah
barang konsinyasi dan yang lainnya ada yang kredit dan tunai. Setelah
dikalkulasi didapat bahwa modal berputar yang dimilikinya Rp. 30 juta. Yaitu
barang yang benar-benar dimilikinya atau telah dibelinya untuk dijual,
sedangkan barang-barang titipan pihak lain atau yang didapat dengan konsinyasi,
tidak termasuk yang dihitung. Dan modal Rp. 30 juta itu sudah melebihi nishab
zakat perdagangan yang sekitar Rp. 7.650.000,-.
Maka bila modal berputar itu berjalan setahun, maka dia
wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 30 juta = Rp. 750.000,-.
-
Kedua
Bang Yahya berjualan bensin eceran di ujung jalan Baru.
Setiap hari dia membeli 200 liter bensin seharga Rp. 340.000,- dan dijual
seharga Rp. 2000 perliter. Selain itu dia punya sebuah sepeda motor, kios
bensin yang dibuanya seharga 1 juta dan sekian puluh jerigen dan botol untuk
menampung bensin.
Bila melihat apa yang dikerjakan Bang Yahya, maka modal
berputarnya adalah Rp. 340.000,-. Nilai ini masih jauh di bawah nisab zakat
perdagangan sehingga tidak termasuk perdagangan yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Karena meski dia punya kios dan lain-lainnya, namun semua itu bukan
termasuk yang harus diperhitungkan.
5. Zakat Pertanian
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Yang wajib dizakatkan dalam pertanian bukanlah nilai
investasi pertanian, tetapi hasil panennya saja. Nilai tanah, harga tanaman dan nilai lainnya yang ada
tidak termasuk yang dihitung untuk pengeluaran zakat.
Cukup melihat hasil panen. Dan apa yang didapat dari panen
itulah yang dijadikan acuan penghitungan zakat. Hasil panen itu lalu dikurangi
dengan semua biaya pertanian termasuk bibit, pupuk, obat, ongkos kerja,
perawatan dan lain-lain. Hasil bersihnya, itulah yang dihitung untuk
dikeluarkan zakatnya.
B. Nishab
Nisab zakat pertanian adalah 5 wasaq. Jumlah ini bila
dikonversikan setara dengan 653 kg gabah atau setara dengan 520 kg beras.
Jadi bila hasil panen setelah dikurangi dengan segala macam
biaya masih tersisa lebih dari 520 kg beras, wajiblah dikeluarkan zakatnya.
Namun bila kurang dari harga itu, tidak perlu dikeluarkan zakatnya.
C. Waktu Membayarnya
Zakat pertanian dibayarkan setiap panen atau saat memetik
hasil. Bukan berdasarkan perputaran waktu. Ada panen ada zakat dan tidak ada
panen tidak ada zakat.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Bila pertanian itu tidak membutuhkan biaya termasuk
pengairan yang berdasarkan siraman hujan, maka besar zakat yang dikeluarkan
adalah 10 % dari hasil panen.
Dan bila membutuhkan biaya seperti pupuk, pengairan,
perawatan, pengobatan dan sebagainya, maka zakat yang dikeluarkan adalah 5 %
dari hasil bersih panen setelah dipotong dengan biaya-biaya di atas.
F. Contoh
- Pertama :
Pak Tarjo seorang petani padi. Musim panen kali ini dia
berhasil memanen 750 kg gabah dari sepetak sawahnya. Jadi jumlah itu sudah
sebenarnya sudah mencapai nishab. Namun selama proses menanam, dia telah
mengeluarkan biaya antara lain untuk pupuk, sewa pompa air, obat hama, bibit
dan lainnya yang totalnya mencapai Rp. 400.000,-.
Harga 750 kg gabah adalah Rp. 1.125.000,- dikurangi Rp
400.000,- tersisa Rp. 850.000,-. Karena
harga 595 kg gabah adalah 595 x Rp. 1.500 = Rp. 892.500,-
Nilai ini sudah belum sampai nishab zakat pertanian, maka
Pak Tarjo tidak perlu mengeluarkan zakatnya.
- Kedua
Ibu Mahmudah punya pekarangan yang ditanami salak pondoh.
Saat panen kemarin, total hasil penjualan panennya Rp. 5.000.000,-. Namun untuk
pembelian bibit, obat hama, perawatan dan tranportasi, dia mengeluarkan total
dana Rp. 1.000.000,-. Sehingga hasil bersih panennya adalah Rp. 4.000.000,-.
Zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % dari Rp. 4.000.000
yaitu Rp. 200.000,-.
7. Zakat Investasi
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Investasi adalah harta yang disimpan dan memberikan hasil
atau pemasukan kepada pemiliknya, diluar nilai investasi itu sendiri.
Contoh harta yang termasuk investasi ini antara lain adalah
:
§ Rumah
yang disewakan untuk kontrakan atau rumah kost. Hotel dan properti yang
disewakan seperti untuk kantor, toko, showroom, pameran atau ruang pertemuan.
§ Kendaraan
seperti angkot, taxi, bajaj, bus, perahu, kapal laut, truk bahkan pesawat
terbang.
§ Pabrik
dan industri yang memproduksi barang-barang.
§ Lembar-lembar
saham yang nilainya akan bertambah.
§ Sepetak
ladang yang disewakan.
§ Hewan-hewan
yang diambil manfaatnya seperti kuda sebagai penarik, atau domba yang diambil
bulunya
4. Hasil bukan modal
Yang wajib dikeluarkan zakatnya bukan dari nilai investasi
itu, tetapi pemasukan hasil dari investasi itu. Bila berntuk rumah kontrakan,
maka uang sewa kontrakan. Bila kendaraan yang disewakan, maka uang sewanya.
Bila pabrik dan industri, maka nilai produknya. Bila saham, maka nilai
pertambahannya atau keuntungannya.
Karena itu pengeluaran zakatnya bukan dihitung berdasarkan
perputaran tahun, tetapi berdasarkan pemasukan hasil. Kapan menerima uang
masuk, maka dikeluarkan zakatnya.
5. Dikurangi dengan Kebutuhan Pokok
Harta investasi yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil
pemasukan dari investasi itu setelah dikurangi dengan kebutuhan pokok. Ini
adalah salah satu pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang
pemasukannya relatif kecil, sedangkan kehidupannya sangat tergantung pada
investasi ini. Jadi pengeluaran zakatnya bukan pemasukan kotor, tetapi setelah
dikurangi dengan pengeluaran kebutuhan pokoknya.
Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa yang harus
dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya. Pendapat ini agaknya lebih
cocok bagi pemilik investasi yang besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah
sehingga pemiliknya hidup berkecukupan.
B. Nishab
Nishab zakat investasi mengikuti nishab zakat pertanian,
yaitu seharga 520 kg beras tiap panen.
Bila harga 1 kg besar Rp. 2.500, maka 520 kg x Rp. 2.500,-.
Hasilnya adalah Rp. 1.300.000,-.
Para ulama berpendapat bahwa nishab zakat investasi adalah
jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu terjadi tiap
waktu. Bila nilai total memasukan bersih setelah dikurangi dengan biaya
operasional melebihi Rp. 1.300.000,-, wajib dikeluarkan zakatnya.
C. Waktu Membayarnya
Berdasarkan perbedaan penghitungan nishab oleh para ulama,
maka waktu pembayarannnya pun dibedakan.
Bila menganut pendapat pertama, maka zakatnya dikeluarkan
saat menerima setoran.
Dan bila menganut pendapat kedua, maka memayar zakatnya tiap
satu tahun atau haul, yaitu hitungan tahun dalam sistem hijriyah.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Para ulama mengqiyaskan zakat investasi ini dengan zakat
pertanian yaitu antara 5 % hingga 10 %.
F. Contoh
- Pertama :
Pak Haji Qodir punya rumah kotrakan petak 8 pintu di daerah
Ciganjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp. 150.000,-. Jadi setiap bulan
beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp. 150.000 = Rp. 1.200.000,-.
Namun ini adalah pemasukan kotor. Sedangkan kehidupan Pak
Haji Qodir ini semata-mata menggantungkan dari hasil kontrakan. Beliau punya
tanggungan nafkah keluarga yang kebutuhan pokoknya rata-rata tiap bulan Rp.
1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari pemasukan hanya Rp. 200.000,-. Bila
dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat Rp. Rp. 2.400.000,- dari pemasukan
bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab zakat investasi yang besarnya Rp.
1.300.000,-.
Karena itu zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % dari
pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang dikeluarkannya adalah dari setiap
pemasukan bersih tiap bulan 5 % x Rp. 200.000 = Rp. 20.000,-.
Angka ini tidak terasa memberatkan bagi seorang Haji Qodir
yang bukan termasuk investor kaya.
- Kedua
PT. Alam Prima memiliki 1000 armada taxi. Uang setoran
bersih tiap taxi setelah dipotong biaya perawatan dan lain-lain adalah Rp.
100.000,- perhari. Separo dari armadanya masih berstatus hutang kredit.
Sehingga uang setoran untuk ke-500 armada itu digunakan untuk mencicil
pembayaran.
Maka dalam sehari pemasukan bersihnya adalah Rp.
100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-.
Zakat yang harus dikeluarkan adalah 5 % x Rp. 50.000.000,- =
Rp. 2.500.000,- perhari. Dalam setahun akan terkumpul dana zakat dari PT Alam
Prima uang zakat sebesar 365 x Rp. 2.500.000,- = Rp. 912.500.000,-.
Jumlah yang lumayan besar ini tentu sangat berarti untuk
mengentaskan kemiskinan umat Islam. Seandainya semua perusahaan taxi milik umat
Islam menerapkan zakat dalam perusahaannya, banyak hal yang bisa dikerjakan.
8. Zakat Profesi
A. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan
Yang dikeluarkan zakatnya adalah semua pemasukan dari hasil
kerja dan usaha. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif,
mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat
temporal atau sesekali.
Namun menurut pendapat yang lebih kuat, yang dikeluarkan
adalah pemasukan yang telah dikurangi dengan kebutuhan pokok seseorang.
Besarnya bisa berbeda-beda antara satu dan lainnya.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa zakat itu diambil dari
jumlah pemasukan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokoknya.
Kedua pendapat ini memiliki kelebihan dan kekuarangan. Buat mereka
yang pemasukannya kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ,
sedangkan tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai
untuknya.
Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak
sumber penghasilan dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan
tanggungan pokoknya tidak terlalu besar.
B. Nishab
Nishab zakat profesi mengacu pada zakat pertanian yaitu
seharga dengan 520 kg beras. Yaitu sekitar Rp. 1.300.000,-.
Nishab ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya
bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong
dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.300.000,- maka dia sudah
wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama.
Dan bila mengacu kepada pendapat kedua, maka penghasilannya
itu dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila
jumlahnya dalam setahun mencapai Rp. 1.300.000,-, maka wajiblah mengeluarkan
zakat.
C. Waktu Membayarnya
Zakat profesi dibayarkan saat menerima pemasukan
karena diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu pada saat panen atau saat
menerima hasil.
D. Besarnya yang harus dikeluarkan
Nishab zakat profesi adalah 2,5 % dari hasil kerja atau
usaha. Besarnya diqiyaskan dengan zakat perdagangan.
Tafsir
Ayat-ayat Sihir
1. Nash Ayat
وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ
الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ
يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ
هَارُوتَ وَمَارُوتَ
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا
مَا يُفَرِّقُونَ
بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ
بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ
مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ
أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ
“Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada
masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan
sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang
malaikat di negri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak
mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: Sesungguhnya kami
hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir. Maka mereka mempelajari
dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan
antara seorang suami dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak
memberi mudarat (bahaya) dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan ijin
Allah Taala. Dan mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak
memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa
yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di
akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau
mereka mengetahui.
2. AsbabunuzulPengertian Sihir
Telah disebutkan dalam sebuah
riwayat bahwa kaum Yahudi berkata: “Lihatlah Muhammad yang mencampur adukan
antara yang hak dan yang batil, yaitu dengan mengatakan bahwa Sulaiman adalah salah seorang Nabi dari
Nabi-Nabi Allah, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin”. Maka
turunlah ayat tersebut yang menjelaskan bahwa kaum Yahudi lebih mempercayai setan dibandingkan iman (percaya)
kepada Allah swt.
Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi bertanya kepada Nabi Muhammad saw beberapa kali tentang beberapa masalah yang
terdapat di dalam kitab mereka “Taurat”. Semua pertanyaan yang
diajukan dijawab oleh Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an yang diwahyukan oleh
Allah kepadanya. Ketika itu mereka menganggap bahwa ayat-ayat yang diwahyukan
tersebut merupakan bantahan terhadap mereka, sehingga diantara mereka saling
mengatakan: “Orang ini (Muhammad) lebih mengetahui dari kita tentang apa yang
diturunkan kepada kita”. (Dan diantara masalah yang ditanyakan kepada Nabi
Muhammad pada saat itu adalah tentang sihir, lalu mereka berbantah-bantahan
dengan Rasulullah tentang hal itu, dan turunlah ayat tersebut)[38]
3. Pengertian Sihir
Kata sihir terambil dari kata Arab
(sahar), yaitu akhir waktu malam dan
awal terbitnya fajar. Karena pada saat itu bercampur antara gelap dan terang,
sehingga sesuatu menjadi tidak jelas atau tidak sepenuhnya jelas.
Arti lain dari sihir adalah segala sesuatu yang halus dan lembut serta tersembunyi, samar dan tidak terlihat asal usulnya yang menipu pandangan sehingga
seakan akan melihat sesuatu,
padahal sebenarnya sesuatu itu tidak
ada. Secara bahasa sihir juga berarti
penjelasan yang menarik sebagaimana disebutkan dalam hadits: إن من البيان لسحرا "Sesungguhnya sebagian dari penjelasan
itu sihir”
Penjelasan yang baik dikatakan sihir karena bisa mempengaruhi dan menarik hati
para pendengar.
Makna lain dari sihir adalah menghilangkan, seperti
dikatakan: سحره أي أزاله عن البغض إلى
الحب Ia telah melakukan sihir terhadapnya, apabila dia menghilangkannya dari perasaan
marah kepada perasaan kasih sayang.[39]
Definisi Sihir Menurut Istilah
Al-Azhari berkata bahwa sihir adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mendekatkan diri kepada setan dan meminta bantuan dengannya, sihir menurutnya
juga berarti menipu pandangan sehingga
seseorang menyangka bahwa apa yang
dilihatnya itu benar padahal sebenarnya tidak .[40]
Menurut Imam Al-Qurtuby asal makna sihir adalah mengelabui pandangan
dengan cara menipu, seperti seseorang yang melihat fatamorgana dari kejauhan
dan ia mengiranya seolah-olah itu adalah air. [41]
Sedangkan Imam Al-Kurmani menyebutkan bahwa sihir adalah perkara atau
hal yang menyalahi adat kebiasaan dan bersumber dari jiwa yang jahat tetapi
tidak mustahil untuk dikalahkan.[42]
Ada juga yang mendefinisikan sihir sebagai Pengetahuan yang dengannya
seseorang memiliki kemampuan kejiwaan yang dapat melahirkan hAl-hal aneh dan
sebab-sebab tersembunyi.
Abu Bakar ibnu Al-Araby seorang fakar tafsir dan hukum islam bermazhab
Maliki (w.1148 M) berpendapat bahwa sihir adalah ucapan-ucapan yang mengandung
pengagungan kepada selain Allah yang dipercaya oleh pengamalnya dapat
menghasilkan sesuatu dengan kadar-kadarnya.[43]
Imam Al-Alusy berpendapat bahwa sihir adalah perkara-perkara ganjil
yang seakan-akan ia adalah perkara yang luar biasa tetapi bukanlah luar biasa,
karena sihir dapat dipelajari dan diperoleh melalui takarrub (mendekatkan diri)
kepada setan dengan melakukan kejahatan berupa ucapan seperti jampi-jampi yang
mengandung makna kemusyrikan serta pujian kepada setan , dan berupa perbuatan seperti
beribadah kepada bintang-bintang dan melakukan jinayah serta kefasikan, dan
berupa keyakinan seperti menganggap baik perkara yang membawa kepada takarrub
serta cinta kepada setan. [44]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sihir tidak terbatas
hanya kepada hAl-hal yang bentuknya tipuan belaka dan hayalan seperti yang
dilakukan oleh tukang sulap dengan segala trik-triknya seperti disebutkan dalam
firman Allah:
قال
بل ألقوا فإذا حبالهم وعصيهم يخيل إليه من سحرهم أنها تسعى
"Berkata Musa: "Silahkan kamu
sekalian melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat
mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir
mereka"(QS. Thaha: 66)
Dalam ayat tersebut disebutkan kata-kata terbayang dan kata seakan-akan
yang berarti bukanlah hal yang sebenarnya. Memang keterbayangan itu
mempengaruhi jiwa manusia dan pada ahirnya dapat memberikan dampak yang buruk
bagi manusia itu sendiri.
Bentuk sihir lainnya yang dapat difahami dari pengertian sihir di
atas adalah sihir yang bersumber dari
jiwa yang jahat sehingga seorang tukang sihir mampu memberi pengaruh dengan
sihirnya itu kepada alam materi dengan cara mendekatkan diri dan meminta
bantuan kepada setan seperti dengan menyuguhkan sesaji dan melakukan penyembelihan untuk mereka atau dengan berbicara kepada roh
-roh jahat. Sihir dalam bentuk inilah yang mempunyai kaitan erat dengan setan.
Al-Qur'an menjelaskan bahwa sihir diajarkan oleh setan kepada manusia dalam
rangka mencapai tujuan-tujuannya.("...Hanya setan-setan itulah yang kafir
(mengerjakan sihir), mereka mengerjakan sihir kepada manusia..." (QS.
Al-Baqarah: 102).
Sihir
Dalam Al-Qur’an dan Assunnah
Diantara dalil-dalil tentang sihir
yang terdapat di dalam Al-Quran adalah firman
Allah surat Al-Shaff : 6
فلما
جاءهم بالبينات قالوا هذا سحر مبين
"Maka tatkala
Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata mereka
berkata ini adalah sihir yang nyata.(QS. Al-Shaff: 6)
Firman Allah surat Thaha : 57
قال
أجئتنا لتخرجنا من أرضنا بسحرك يا موسى
"Berkata
Fir’aun : Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negri kami
ini hai Musa ? (QS. Thaha: 57)
Firman Allah surat Al-Syu'ara : 35
يريد
أن يخرجكم من أرضكم بسحره فماذا تأمرون
"Ia
hendak mengusir kamu dari negrimu sendiri dengan sihirnya maka karena itu
apakah yang kamu anjurkan?"
(QS.
As-Syu’ara: 35)
Firman Allah surat Al-Qamar : 2
وإن
يروا آية يعرضوا ويقولوا سحر مستمر
"Dan
jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat) mereka
berpaling dan berkata: Ini adalah sihir
yang terus menerus." (QS. Al-Qamar: 2)
Firman Allah surat Al-Falaq : 4
ومن
شر النفاثات في العقد
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang
menghembus pada buhul-buhul." (QS. Al-falaq: 4)
Firman Allah surat Thaha : 69
ولا
يفلح الساحر حيث أتى
"Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia
datang". (QS. Thaha: 69)
Firman Allah surat Al-A'raf : 116
سحروا
أعين الناس واسترهبوهم وجاءوا بسحر عظيم
"Mereka menyulap mata orang dan menjadikan mereka itu takut
serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). (QS. Al-A’raf: 116)
Firman Allah surat Thaha :67-69
فأوجس
في نفسه خيفة موسى قلنا لا تخف إنك أنت
الأعلى وألق ما في يمينك تلقف ما صنعوا
إنما صنعوا كيد ساحر ولا يفلح الساحر حيث أتى
"Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berkata: janganlah
kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul. Dan lemparkanlah apa yang
ada di tangan kananmu , niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat.
Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir belaka.
Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang".(QS.
Thaha: 67-69)
Firman Allah surat Al-Syu'ara :43-48
قال
لهم موسى ألقوا ما أنتم ملقون فألقوا
حبالهم وعصيهم وقالوا بعزة فرعون إنا لنحن الغالبون فألقى موسى عصاه فإذا هي تلقف
ما يأفكون فألقي السحرة ساجدين قالوا آمنا
برب العالمين رب موسى وهارون
"Berkata Musa kepada mereka : "Lemparkanlah apa yang
hendak kamu lemparkan". Lalu mereka melemparkan tali temali dan
tongkat-tongkat mereka dan berkata: "Demi kekuasaan Firaun, sesungguhya
kami benar-benar akan menang. Kemudian Musa melemparkan tongkatnya , maka
tiba-tiba tongkat itu menelan benda-benda palsu yang mereka adakan itu. Maka
tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud kepada Allah. Mereka berkata:
Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. Yaitu Tuhan Musa dan Harun.”(QS.
As-Syu’ara: 43-48)
Sedangkan
berdasarkan sunnah Rasulullah SAW adalah beberapa hadist Rasul yang menunjukan
adanya sihir :
“Hindarilah
tujuh perkara yang menghancurkan”. Mereka bertanya: Apa itu wahai Rasulullah ?.
Beliau bersabda : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan cara yang hak, memakan harta riba, memakan harta anak
yatim, mundur dari medan perang dan menuduh berzina wanita-wanita mukminah yang
terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu menahu dengannya.[45]
Dari Imran bin
Hushain berkata bahwasanya Rasulullah Saw
bersabda:
"Bukan
dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda
benda, burung dan lain-lain, atau
bertanya kepada dukun dan yang mendukuninya, atau yang menyihir dan yang
meminta sihir untuknya, dan siapa saja yang membuat buhulan dan barangsiapa
yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia
telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.[46]
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal lalu
menanyakan sesuatu, maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam[47]
Dari Ibnu
Abbas bahwasanya Nabi Saw bersabda:
“Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu
nujum, sesungguhnya dia telah mempelajari sebagian ilmu sihir. Semakin
bertambah ilmu nujum yang dia pelajari semakin bertambah pula sihir yang dia
pelajari”.[48]
Hadist dari
Abi Hurairah bahwasanya Nabi Saw bersabda:
"Barangsiapa
yang membuat satu buhulan, lalu meniup padanya, maka dia telah melakukan sihir
, dan barangsiapa yang melakukan sihir maka dia telah berbuat syirik dan
barangsiapa yang menggantungkan diri pada sesuatu benda (jimat), maka dirinya
dijadikan oleh Allah bersandar kepada benda itu".(HR. Al-Nasa'i).[49]
Aisyah
ra berkata: Telah disihir Rasululullah saw oleh seorang lelaki dari bani Zuraiq
yang bernama Labid bin Al-A'sham, hingga terbayangkan oleh Rasululullah saw
bahwa ia melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya, hingga pada suatu
hari (pada suatu malam) beliau berada disisiku tetapi beliau terus berdoa dan
berdoa kemudian berkata: "Wahai Aisyah apakah kamu merasakan bahwa Allah
telah memberikan fatwa tentang apa yang aku mintakan fatwa kepadanya ? Telah
datang kepadaku dua rang lelaki kemudian salah seorang duduk di sisi kepalaku
dan yang satu lagi duduk di sisi kakiku , lalu salah seorang dari keduanya
berkata kepada temannya: Sakit apa orang ini ? Temannya berkata: :Disihir"
Ia bertanya: Siapa yang menyihirnya ? Temannya menjawab: Labid bin Al-A'sham.
Ia bertanya; Pada apa ia berada? Temannya berkata: Pada sisir, rambut dan kulit
serbuk sari kurma jantan. Ia bertanya dimana ia berada? Temannya menjawab; Di
sumur Zarwan. Kemudian Rasulullah mendatanginya bersama sejumlah sahabatnya.
Kemudian Nabi datang seraya berkata: Wahai Aisyah airnya seperti celupan daun
hinna (pacar) yang berwarna merah dan kepala kurmanya seperti kepala
setan".[50]
"Dari
Abu Musa Al-Asy'ary ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak akan masuk sorga
pencandu khamar, juga tidak akan masuk sorga orang yang percaya kepada sihir
dan tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan tali silaturrahmi".[51]
Sihir Menurut Konsepsi Al-Quran dan Al-Sunnah
Secara global Allah yang Maha
agung telah menghabarkan dalam ayat ini bahwa pendeta-pendeta yahudi dan para
ilmuan mereka telah tega membuang kitab-Nya yang diturunkan kepada hamba dan
utusan-Nya, Musa as berupa kitab Taurat. Sebagaimana halnya cucu-cucu mereka
membuang kitab yang telah diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw, yaitu
Al-Quran. Meskipun sebenarnya Rasulullah saw datang untuk menjelaskan
ajaran-ajaran yang ada dihadapan mereka dari kitab Taurat. Maka tidaklah
mengherankan jika cucu-cucu menyerupai nenek moyangnya dalam kecongkakan dan
kesombongannya. Mereka jelas mewarisi sifat-sifat yang dimiliki para pendahulu
mereka, seperti berbuat kerusakan, congkak dan lain sebagainya. Mereka itu
benar-benar telah melempar kitab Allah
swt ke belakang punggung mereka, seakan-akan tidak mengetahui bahwa itu adalah
kitab Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Mereka justeru mengikuti jalan-jalan sihir dan
sulap yang dulu pernah diceritakan oleh setan-setan kepada mereka pada zaman
Sulaiman, padahal Sulaiman tidaklah tukang sihir dan tidaklah ia kafir , tetapi
setan-setan itulah yang menggoda manusia dan menimbulkan salah faham bahwa
mereka mengetahui perkara gaib lalu mereka mengajarkan sihir itu, hingga
ahirnya ilmu ini tersebar luas
dikalangan ummat manusia.
Dan sebagaimana tokoh-tokoh
yahudi mengikuti sihir dan sulap, demikian pula mereka mengikuti apa yang telah
diturunkan kepada dua orang lelaki yang saleh atau kepada kedua orang malaikat,
Harut dan Marut di kerajaan Babil. Maka sesungguhnya Allah telah menurunkan
mereka berdua ke muka bumi ini guna mengajarkan sihir dengan tujuan untuk
menguji ummat manusia. Mereka berdua mengajarkannya bukan untuk diparaktekan
kemudian, tetapi untuk menghapusnya agar dengan demikian mereka dapat
memperlihatkan kepada manusia tentang perbedaan antara mukjizat dan sihir itu.
Allah swt berhak menguji hamba-hamba-Nya dengan apa saja yang dikehendaki-Nya.,
seperti Ia telah menguji kaum Thalut dengan sungai. Pada masa itu telah banyak praktek sihir
dilakukan dan para tukang sihir pun
menampakan berbagai keanehan yang menimbulkan keraguan terhadap keNabian . maka
Allah swt mengutus dua malaikat untuk mengajarkan seluk beluk sihir, sehingga
dapat menghilangkan kekaburan dan menyingkirkan fitnah dari jalan. Disamping
itu mereka juga memperingatkan umat manusia agar tidak mempelajari sihir dan
mempraktekannya untuk memfitnah dan membahayakan orang lain.
Hukum
Sihir Dalam Islam
Para pakar keislaman hususnya
yang datang dari kelompok ahli Tafsir mereka berbeda pendapat mengenai hukum
sihir baik yang berkaitan dengan si pelaku atau tukanh sihir itu sendiri,
adapun yang berkaitan dengan bagaimana hukum mempelajari dan mengamalkannya
diantaranya adalah:
1. Imam
Malik Rahimahullah berkata:
Tukang sihir yang mengerjakan sihir adalah seperti orang yang
disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:… Demi sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu ,
tiadalah baginya keuntungan di akhirat…(QS. Al-Baqarah 102). Maka saya
berpendapat harus dibunuh apabila dia sendiri mengerjakannya.[52]
2. Imam
Al-Qurthubi Rahimahullah berkata:
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukum tukang sihir
muslim dan zimmi. Malik berpendapat bahwa seorang muslim apabila mensihir
sendiri dengan suatu ucapan yang berwujud kekafiran maka ia dibunuh, tidak
diminta taubatnya, dan taubatnya tidak diterima karena itu adalah perkara yang
dilakukannya dengan senang hati seperti orang zindiq dan berzina.[53]
Juga karena Allah menamakan sihir dengan kekafiran di dalam firman-Nya: Sedang
keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang pun sebelum mengatakan
.“…Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, sebab itu janganlah kamu kafir…(QS.
Al-Baqarah: 102)
3. Ibnu
Munzir Rahimahullah berkata:
Apabila seseorang mengakui bahwa dia telah mensihir dengan
ucapan yang berupa kekafiran maka wajib dibunuh, jika dia tidak bertaubat.
Demikian juga jika terbukti melakukannya dan bukti itu menyebutkan ucapan yang
berupa kekafiran.
Jika ucapan yang dipakai untuk menyihir bukan berupa kekafiran
maka dia tidak boleh dibunuh. Dan jika dia menimbulkan bahaya pada diri orang
yang tersihir maka wajib diqishas. Ia di qishas jika sengaja membunuhnya. Jika
termasuk yang tidak dikenakan qishas maka dikenakan diyat.[54]
4. Al-Hafizh
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
Telah berdalil dengan firman Allah: “…Sekiranya mereka beriman
dan bertakwa…”, orang yang berpendapat mengkafirkan tukang sihir, sebagaimana
riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal dan sekelompok dari ulama salaf. Dikatakan
bahwa dia tidak kafir, tetapi hukumannya dibunuh, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad keduanya berkata; Telah menceritakan
kepada Sofyan Ibnu Uyainah dari Amr bin
Dinar bahwa ia mendengar Bajlah bin Abdah berkata:”Umar bin Khattab memutuskan
agar setiap tukang sihir lelaki ataupun wanita agar dibunuh. Ia (Bajlah)
berkata, kemudian kami membunuh tiga tukang sihir”
Ia (Ibnu Katsir) berkata: Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam
kitab sahihnya.[55]
Masih menurut Imam Ibnu Katsir ia berkata: Demikianlah riwayat
sahih menyebutkan bahwa Hafsah Ummul Mu’minin pernah disihir oleh wanita
pembantunya, lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dibunuh. Imam Ahmad
berkata; Dalam riwayat sahih dari tiga orang sahabat Nabi saw disebutkan bahwa
mereka pernah membunuh tukang sihir.[56]
5. Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata:
Menurut Imam Malik bahwa hukum tukang sihir sama dengan hukum
orang Zindiq, maka tidak diterima taubatnya dan dibunuh sebagai hukumannya,
jika terbukti melakukannya. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Ahmad.
Imam Syafi’I berkata: Tukang sihir tidak dibunuh kecuali jika
dia mengakui bahwa dia membunuh dengan sihirnya.[57]
Penutup
[1] Tafsir At-Thabari, jilid 6 hal 33 dan Tafsir Al-Munir oleh Dr. Wahbat
Az-Zuhaili, Darul Fikr Al-Mu’ashir Libanon, juz 3
hal
84-85
[2] Ibid
[3] Dr. Wahbat Zuhaili, Tafir
Al-Munir fil Aqidah wa as-Syariah wa Al-Minhaj, Daarul Fikr, Damaskus, Syria,
Juz 3, hal 91-93
[4] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah dari Ibnu
Mas’ud.
[5] Hadis diriwayatkan Bukhori dalam shahihnya no 2084 Bab Al-Buyu`
[6] Muhammad Shidqi ibn Ahmad Al-borno, Al-Wajiz fi Idhahi Qowa’id
al-Fiqhiyah, Univ. Al-Imam Muhammad Ibn
Su`ud,
Riyadh, 1990, hal 175
[7] Muhammad Shidqi ibn Ahmad Al-borno, Op. Cip., hal 180
[8] As-Suyuti Jalaluddin Abd. Rahman, al-Asybah wa Nazhair fi Qowa’id wa
Furu` al-Fiqhiyah as-Syafi’iyah, Darul
Kutub
al-amaliyah, Beirut, 1983, hal 85
[9] Dr. Wahbat Zuhaili, Nazhoriat ad-Dharurat as-Syar’iyah, Muassasah
Ar-Risalah, Beirut, 1985
[10] Syafii
Antonio, Bank Syariah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Central Bank of
Indonesia and Tazkia Institut, 1999
[11] Kahar Mansyur, Beberapa pendapat tentang riba, Jakarta, Kalam Mulia,
1999
[13],
[14] Syafi`I Antonio, Muhammad, Op. Cit., hal 58
[15] Syafi`I Antonio, Muhammad, Op. Cit., hal 59
[16] Dr. Abu Sura`i Abdul Hadi MA,
Bunga Bank Dalam Islam, Al-Ikhlas Surabaya, 1993, hal 159-160
[17] Dr. Dawalibi, Al-Madkhal Ila ‘Ilmi Ushulil Fiqhi, hal 46
[18] Dawam Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Lembaga Studi
Agama dan Filsafat, Jakarta, 1999
[19] Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, Universitas Yarsi, Jakarta,
1999
[20] Syafi`I Antonio, Muhammad, Op. Cit., hal 65
[21] Syafi`I Antonio, Muhammad, Op. Cit., hal 66
[22] Syafi`I Antonio, Muhammad, Op. Cit., hal 66
[23] As-Sayyid
sabiq, Fiqhus Sunnah jilid 2 hal. 542
[24] Lihat syarah
muslim oleh Imam An-Nawawi
[25] Hadits ini
banyak dilemahkan oleh ulama. Az-zaila`I mengatakan bahwa hadits ini gharib.
An-Nasa`I mengatakan bahwa hadits ini mursal dan tidak tsabit
[26] Wahbah Az-Zuhaili,
Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, jilid 6 hal. 99
[27] Mahmud Hamzah
, Al-Fawaid Al-Bahiyyah fi Al-qawaid Al-fiqhiyyah, hal. 147
[28] Al-Mabsuth 9 :
133, Al-BadaI` 7 : 98, Bidayatul Mujtahid 2 : 443, Hasyiatud Dasuqi 4 : 332,
Mughni Al-Muhtaj 4 : 178, Al-Mughni 8 259
[29] Al-Muhazab 2 :
283, Ghayatul Muntaha 3 : 343
[30] Al-Fiqhul
Islami Wa Adillatuhu, Dr. Wahbah Az-Zuhaili, jilid 6 hal. 149
[31] Al-Bada’i 7: 33 dan Al-Bidayah Syarhul Hidayah 4:138
[33] HR. Bukhari
dan Muslim
[34] HR. Bukhari
dan Muslim
[35] HR. Bukhari,
Muslim, Ahmad, At-Tirmizi, Abu Daud, Nasai dari Abi Hurairah
[36] HR.Muslim,
Ahmad, At-Tirmizi, Abu Daud, Nasai dan lainnya.
[37] Hr. Muslim,
Ahmad dan Abu Daud
[38] Imam At-Thabary, Tafsir Jaami’ul
Bayan ‘An Ta’wili Ayil Qur’an, (Der el-Fikri, 1415 H/1995 M), jilid I hlm. 624.
[39] Ibnu Manzhur, Lisanul Arab, (Beirut:
Der, el-Shadir) jilid IV, hlm. 350.
[40] Ibid. hlm. 348.
[41] Imam Al-Qurthuby, Al-Jami’ li ahkamil
qur’an, (Beirut: Der, el-Kutub Ilmiyyah, 1417 H/1996 M), jilid I, hlm. 31.
[42]Imam Al-Biqa’ie, Nuzhmuddurar
fi tanasubil ayat wassuar, (Beirut: Der, el-Kutub Ilmiyyah, 1415 H/1995 M),
cet. I, jilid I, hlm. 207.
[43] Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah : Pesan, kesan dan keserasian AlQur'an, (Jakarta: Lentera hati,
1421 H/2000 M), cet. I, hlm. 268.
[44]Imam Al-Alusy, Ruhul Ma'ani Fi
Tafsiril Qur’anil Azhim Wassab’il Matsani, (Der, el-Fikri), Jilid I, hlm.
534.
[45] HR. Al-Bukhari, dalam:
Wasaya bab Al-qaulillahi ta'ala , 5/462, no. 2766. Muslim dalam: Al-Iman, 1/91, no.89.
[46] Dikeluarkan oleh Al-Bazzar,
sebagaimana dalam: kasyful Atsar, 3/339, no. 3044. Al-Thabrani ,
dalam: Al-Mu'jam Al-Kabir, 18/162, no. 355. Dan disebutkan oleh
Al-Albani dalam: Shahihil jami', 2/956.
[47] Dikeluarkan oleh Muslim, dalam:
Shahihnya, kitab Al-Salam, 4/1751, no. 2230.
[48] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari,
dalam: Al-Thibbi, bab Al-Kahanah, 10/217. no. 5762.
[49]Dikeluarkan oleh Al-Nasa'i, dalam:
Sunannya, 7/117.
[50]Diriwayatkan oleh Bukhari,
10/222.
13Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban,
Al-Albani, di dalam: Takhrijul halal wal haram, dengan no. 29 berkata:
Bagi hadis ini ada penguat lain dari hadis Abu Sa'id, meningkat ke derajat
Hasan.
[52]Imam Malik, Al-Muwattha’, (Der Ihya el Kutubil Arabiyyah), jilid I, hlm.
628.
[53] Imam Al-Qurtuby, Al-Jami’
Li Ahkamil Qur’an, hlm. 248
[54] Ibid.
[55]Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, op.
cit, jilid VI, hlm. 257
[56]Imam Ibnu Katsir, Tafsirul
Qur’anil Adzim, (Der el-Fikr), jilid1, hlm. 144
[57]Imam Ibnu Hajar Al’aqalany, op.
cit. jilid X, hlm. 236
Tidak ada komentar:
Posting Komentar