PERANG TERHADAP KORUPSI....................???
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
Perang terhadap korupsi
merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara berdasarkan hukum,
bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsur
yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang
terhadap korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imun, meluas,
permanen dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk
perekonomian serta penataan ruang wilayah .
Korupsi di Indonesia
bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak
pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya
karena gaji pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem
pengawasan yang lemah. Secara sistematik telah diciptakan suatu kondisi, baik
disadari atau tidak dimana gaji satu bulan hanya cukup untuk satu atau dua
minggu. Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi kesempatan untuk
melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk mencari
tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau
dengan cara melawan hukum.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan tersebut diatas, maka penulis
mengidentifikasi permasalahan hukum yang akan dikaji berkaitan dengan penulisan
tugas dalam mata kuliah Delik-delik Khusus ini yaitu bagaimanakah peranan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal
dari bahasa latin “coruptio” atau
“corrutus”, selanjutnya disebutkan bahwa coruptio itu berasal dari kata
corrumpere suatu kata latin yang lebih tua. Menurut bahasa eropa seperti
Inggris, istilah korupsi adalah : corruption, corrup. Perancis : corruption.
Dan dalam bahasa Belanda : corruptie. Dalam bahasa Indonesia arti dari kata
korupsi itu ialah kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, dan penyimpangan dari kesucian.
Arti dari korupsi yang
telah diterima dalam perbendaharaan kata Bahasa Indonesia itu telah disimpulkan
oleh Poerwadarminta dalam kamus umum bahsa Indonesia bahwa korupsi adalah :
“Perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya, lalu dalam kamus
besar bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan edisi kedua 1995 mengartikan korupsi sebagai penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Jadi secara epistemologis kata korupsi berarti
kemerosotan dari keadaan yang semula baik, sehat, benar menjadi penyelewengan,
busuk, kemerosotan itu terletak pada fakta bahwa orang menggunakan kekuasaan,
kewibawaan, dan wewenang jabatan menyimpang dari tujuan yang semula dimaksud”.
B. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Pengertian tindak
pidana korupsi berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi lebih luas seperti yang tercantum di dalam
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan, dihukum karena
tindak pidana korupsi, yaitu :
Barang siapa dengan
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang atau suatu
badan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara
dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada atau yang karena jabatan atau kedudukan, yang
secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan
perekonomian negara.
Barang siapa melakukan kejahatan
yang tercantum dalam Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420,
423, 425, dan Pasal 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Barang siapa memberi
hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan
mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya
atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan itu.
Barang siapa tanpa alasan yang
wajar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau
janji yang diberikan kepadanya seperti yang tersebut dalam Pasal 418, 419 dan
Pasal 420 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tidak melaporkan pemberian atau
janji tersebut kepada yang berwajib.
Pengertian tindak
pidana korupsi berdasarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi lebih luas lagi yaitu dengan dicantumkan korporasi sebagai subjek
hukum. Pengertian korporasi sendiri tercantum dalam Pasal 1 angka 1
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
yang menyebutkan, bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi).
Tujuan dibentuknnya KPK
tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian,
Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah
korupsi tidak berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan
tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan
secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara
professional, intensif, dan berkesinambungan. Karena korupsi telah merugikan
keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.
Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah dikategorikan sebagai tindak
pidana luar biasa (extra ordinary crime). Cara penanganan korupsi harus dengan
cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunya wewenang luar
biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super
body).
Awal pembentukan KPK
dengan semangat yang tinggi untuk memberantas korupsi, namun beberapa bulan
terbentuk nampaknya KPK dibiarkan untuk mati suri. Hal tersebut terjadi karena
kesalahan pemerintah dan DPR pada waktu itu yang tidak serius memfasillitasi
KPK untuk membangun infra struktur yang kuat. Hal ini terbukti dengan KPK tidak
punya penyidik sendiri, tidak punya pegawai, tidak punya gedung yang representatif
dan tidak punya peralatan serta infra struktur untuk bergerak cepat.
Dalam tahun pertama
menjalankan peranannya sebagai ujung tombak memerangi korupsi, KPK menghadapi
beberapa kendala yang klasik antara lain keterlambatan pencairan dana dari pemerintah.
Hal ini mengundang kritik miring dari berbagai pihak seperti Munarman, Ketua
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya mencari-cari
alasan apabila ditagih tentang kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan bahwa
sulitnya memberantas korupsi karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat yang
berwenang dalam memberantas korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan politik
(political will). Selanjutnya Satya Arinanto, dosen Hukum Tata Negara
Universitas Indonesia mengatakan tidak ada upaya KPK dalam menjalankan
peranannya memberantas korupsi bukan karena faktor keterlambatan dana, karena
KPK juga dapat dana dari luar negeri maupun bantuan asistensi dari partnership.
Faktor lain yang menghambat adalah kosongnya posisi Sekretaris Jendera KPK
hampir delapan bulan setelah dibentuk, sehingga mengganggu jalannya roda
administrasi. Sebenarnya hal ini bisa ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana
Tugas Sekretaris Jenderal.
Karena hampir setengah
setahun tidak menunjukkan kinerjanya maka KPK menuai keritik tajam dari pakar
hukum Prof Dr. Achmad Ali, yang juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi
hukum Bambang Widjayanto mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti
akademisi, dan menjadi institusi wacana yang terlalu mengada-ada. Prof Dr. Andi
Hamzah menekankan bahwa dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang
harus dikerjakan.
Sebenarnya untuk
melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang
diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari:
Mensupervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan tindak pidana korupsi;
Melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
Melakukan tindakan pencegahan
korupsi;
Memonitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Dalam menangani kasus
KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan.
Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan
yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu dalam
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK diberi kewenangan untuk
melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan
instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Selanjutnya KPK mengambil
alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila :
laporan masyarakat mengenai tindak
pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;
Proses penanganan tindak pidana
korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa alasan yang bisa
dipertanggung jawabkan;
Penanganan tindak pidana korupsi
ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya;
Penanganan tindak
pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
Adanya hambatan penanganan tindak
pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau legislatif;
atau
Keadaan lain yang menurut
pertimbangnan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit
dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam Pasal 11
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
Melibatkan aparat pengak hukum,
penyelengara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh aparat pengak hukum dan penyelengara negara;
Mendapat perhatian dan meresahkan
masyarakat; dan/atau
Menyangkut kerugian negara paling
sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Untuk memerangi tindak
pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa (extra
ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki
instititusi lain yaitu:
Melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan;
Memerintahkan kepada instansi yang
terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar negeri;
Meminta keterangan
kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka
atau terdakwa yang sedang diperiksa;
Memerintahkan kepada bank atau
lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari
korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
Meminta data kekayaan
dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait;
Menghentikan sementara suatu
transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau
pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau
dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang
cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
Meminta bantuan
interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri;
Meminta bantuan kepolisian atau
instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang
ditangani.
Melihat kewenangan KPK,
maka tidak heran kalau kalangan hukum menyebutnya sebagai lembaga super
(superbody). Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan Kejaksaan
dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya
berdasarkan Pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK tidak berwenang mengeluarkan
SPP untuk menghindari adanya main mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan
kewenangan yang super tersebut KPK mampu mengeliminasi korupsi secara
konseptual dan sistematis. Masyarakat tidak mau tahu akan keluh kesah KPK
bekait dengan kurangya personil maupun kesendirian KPK dalam menangani tindak
pidana korupsi.
Komisi Pemberantas
Korupsi mulai memainkan perannya dengan membawa mantan Abdullah Puteh, mantan
Gubernur Nangroe Aceh Darussalam menjadi tersangka korupsi pengadaan
helikopter. Tahun 2005 merupakan kejutan dari pelaksanaan peran KPK dalam
memerangi korupsi yaitu berhasil menangkap Mulyana Wira Kusuma, anggota Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang mencoba menyuap salah seorang auditor BPK. Kasus ini
sekaligus mengungkap praktik korupsi di tubuh KPU yang menyeret Nazarudin
Syamsudin, Ketua, Rusadi Kantaprawira anggota KPU dan Pejabat Sekreris Jenderal
KPU serta stafnya.
Dalam waktu tidak
beberapa lama KPK menangkap pengacara Abdulah Puteh dan panitera Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta. Dilanjutkan dengan tindakan KPK menangkap pengacara
Probosutejo dan lima pegawai MA yang terlibat transaksi penerimaan uang suap
sebanyak 6 miliar. Hal ini menyebabkan KPK menggeledah dan memeriksa tiga hakim
agung, termasuk ketuanya Bagir Manan. Kemudian Suratno, direktur Administrasi
dan Keuangan RRI dibawa kepengadilan begitu juga dengan rekanan RRI, Fahrani
Husaini.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Atas pendapat hukum
diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Untuk memerangi korupsi
diperlukan komitmen kuat dan kerja sama serta koordinasi yang baik antar
instansi pemerintah dan aparat penegak hukum. Tugas memberantas korupsi hanya
dapat dilakukan apabila semua komponen bangsa bersatu dan saling mendukung
dalam segala upaya pemberantasan korulsi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
secara jelas sudah memberikan kewenangan kepada KPK yang sangat kuat dan besar
untuk melakukan pemberantasan korupsi secara sistemik dan menjadikan KPK
sebagai tongggak utama dalam pemberantasan korupsi.
B. Saran
Sebagai saran penulis
sampaikan dalam penulisan ini yaitu agar pemberantasan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat berjalan dengan
baik, maka diperlukan komitmen yang kuat dan peningkatan kerja sama serta
koordinasi dengan instansi pemerintah dan penegak hukum lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
À Moeljatno,
Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Bandung, 1993.
À Soedjono
Dirjosisworo, Fungsi Perundang-undangan Pidana Dalam Penanggulangan Korupsi Di
Indonesia, Cv Sinar Baru, Bandung, 1984.
À Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
À Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
KATA
PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb.
Puji syukur patut kita
ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izinnya dan rahmat hidayah Nya yang
dilimpahkannya kepada kita semua. Alhamdulillah penyusun makalah yang berjudul
“Tinjauan Yuridis Mengenai Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia” ini dapat kami selesaikan tepat pada tenggang
waktu yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Dalam
menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami
sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam
makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen
pembimbing untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan
bagi para rekan pembaca.
Selanjutnya
ucapan terima kasih kepada bapak dosen pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah kami, dan juga kepada rekan mahasiswa yang memberi
dukungan dan motivasi dalam rangka utuk menyelesaikan makalah kami.
Bangko 11
JULI 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.........................................................................................i
Daftar Isi
..................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang………………………………………....….….1
B. Rumusan
masalah………………………….…………..…....…1
BAB II Tinjauab Teori
A. Pengertian korupsi………………..…..…….….………..…3
B. Pembagian
tindak pidana korupsi………………..…………….3
BAB III Pendapat Hukum
A. Komisi pemberantasan korupsi ………………………………2
B. Tugas dan wewenang KPK…………………………………….3
BAB IV Penutup
..........................................................................................8
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka..............................................................................................9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar